Alibi

26.1K 2.1K 139
                                    


Kandang kayu tempatku tinggal dan rumah batu Paman Donald bersebelahan. Jadi, jelas kudengar radio di kamar tidur Paman Donald malam ini menyiarkan, "Polisi baru saja menggeledah apartemen pribadi Pat Gulipat terkait penyelundupan satwa langka. Aktor tampan berambut emas tersebut sedang di luar negeri sehingga—"

Radio tersebut bungkam. Serentak ponsel Paman Donald menyemburkan nada dering memekakkan. Enggan menguping, aku beranjak ke pojok terjauh kandangku yang luas ini.

Menengadah, kupandangi purnama. Bintang-bintang. Kunang-kunang. Jangkrik dan nyamuk bersahutan. Pohon-pohon pinus, yang mengepung peternakan ini, mengedarkan keharuman. Benar kata Paman Donald dulu; terkadang sesuatu yang indah hanya dapat diindra sewaktu gelap.

Tiba-tiba pintu depan rumah Paman Donald dikuak. Langkah kaki tergesa-gesa mendekat. Paman Donald menyambangiku. Senter disorotkannya padaku. Sepintas, sebelum kemudian dinaikinya truk yang terparkir di halaman, berkendara menembus dinginnya malam.

Tidak saja menghormati, sebagaimana peliharaan kepada tuannya, Paman Donald telah kuanggap pula orang tua. Dahulu aku ditemukannya dalam kondisi sebatang kara sakit-sakitan. Aku pun dibesarkannya sepenuh hati. Kandangku diistimewakan, terpisah dari para penindasku.

Aku benci teman-teman sebangsaku yang terus-terusan merundungku. Tepatnya setiap siang, selagi Paman Donald menggembalakan kami untuk merumput. Tidak terhitung kekerasan kuperoleh. Mentang-mentang tubuh mereka putih sementara aku tidak, tega-teganya mereka mengolok-olokku.

Tidak lama Paman Donald pun kembali. Namun, tidak sendiri. Keluar dari pintu truk yang satunya seorang pria berbusana formal. Pantulan purnama mengakibatkan rambut pria itu berpendar-pendar. "Apa kabar, Pat?" sapa Paman Donald. Diakah Pat Gulipat yang tadi diberitakan?

Entahlah. Paman Donald tahu-tahu sudah menanggalkan gembok di kandangku. Pria itu membuntutinya masuk. Paman Donald membelai-belai buluku yang tentu tidak terlihat tanpa bantuan cahaya. "Baik-baik ya, Kim," bisik Paman Donald di telingaku.

Aku mengembik sedih. Paman Donald lantas menyambut sebuah koper yang pria itu ulurkan. Ketika tali kekangku digiring pria itu menuju truk tadi, menoleh ke belakang, kulihat Paman Donald mencabut kasar plang bertuliskan "Dijual: Kambing Hitam" di muka kandangku. 

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang