Beruang (Part 4)

148 39 6
                                    

Presiden sendirilah yang memilih siapa saja anggota tim tersebut, 5 orang dari 5 profesi berbeda, yakni polisi, ilmuwan, akuntan, sastrawan, dan agamawan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Presiden sendirilah yang memilih siapa saja anggota tim tersebut, 5 orang dari 5 profesi berbeda, yakni polisi, ilmuwan, akuntan, sastrawan, dan agamawan.

Presiden menduga wabah tersebut didalangi virus mematikan, maka mereka dibekali hazmat yang lebih menyerupai pakaian astronot, lengkap dengan helm dan tabung oksigen. Masing-masing juga dipersenjatai bambu runcing, dilandasi sentimen kenangan kejayaan masa lampau. Dalam durasi singkat, mereka pun mengikuti serangkaian simulasi, mulai dari bagaimana menombak lawan, hingga menaklukkan meja perundingan.

Sebelum berangkat, kesehatan mereka diperiksa. Lulus, semuanya prima, siap tempur. Lalu digelarlah tes psikologis, memastikan tidak ada yang menyimpan motif terselubung selain dari yang diperintahkan Presiden. Mereka juga dilarang membawa barang-barang pribadi (dompet, perhiasan, dan semacamnya). Karena misi direncanakan tidak lebih dari satu hari, maka masing-masing hanya dijatah air dan makanan seadanya, sebab anggaran terbatas.

Di pagi sebelum keberangkatan, Presiden sekadar memberi pengarahan singkat, mengingat seluruh anggota tim merupakan perwakilan terbaik di bidangnya, yang kebetulan sudi pula tidak diupah. Mereka berprinsip, selaku warga negara yang baik, sudah sepatutnyalah mematuhi titah Presiden.

Demikianlah, usai menempuh jalur udara dari ibukota, dengan selamat sampailah mereka. Kelimanya terdiam, tepatnya menganga, begitu menginjakkan kaki di kota wabah tersebut.

Di pagi menjelang siang itu, angin bertiup kencang, menerbangkan debu jalanan, dedaunan kering, dan hawa tak sedap dari sampah-sampah yang berserakan. Miris, kota yang dulunya berpredikat kota terbersih seantero negara itu, kini jadi sedemikian telantar. Namun, ada yang lebih mengusik daripada kotoran, yaitu ketiadaan suara manusia.

Setelah berjalan kaki sekitar 2 KM dari titik kedatangan, melewati rumah-rumah dan pertokoan yang seharusnya ramai oleh dengung percakapan sebab saat itu sudah masuk jam makan siang, mereka hanya mendapati kesunyian. Bahkan, mencuatlah sesuatu yang diam-diam melunturkan keberanian mereka, kenyataan, bahwa tidak tampak seorang pun di sana.

Setiap bangunan pintunya tertutup, atau kalaupun terbuka, tidak ada tanda-tanda keberadaan manusia di dalamnya. Mereka hanya menemukan hewan-hewan ternak, serta peliharaan, tidak bersuara memang, tetapi beringas berkeliaran di sana-sini.

Sepanjang perjalanan, dengan bambu runcing teracung, mereka berjibaku menumpas serangan hewan-hewan yang normalnya jinak tersebut. Anehnya, hewan-hewan itu seolah memilih sendiri lawannya. Maka, beginilah: Polisi versus tikus. Ilmuwan versus keledai. Akuntan versus ayam. Sastrawan versus anjing. Agamawan versus babi. Dan, selepas menghadapi pertarungan yang hening, kelimanya pun menang telak. Entah kenapa, sewaktu terkena bambu runcing, hewan-hewan itu seperti padam sifat kebinatangannya.

Tim kemudian terus melangkah. Hingga, tibalah mereka di gedung Pemerintah Daerah. Di sana, mereka akhirnya mendengar suara manusia.

Dengan aksen yang janggal, dari arah dalam ruang rapat, suara itu berbunyi lantang, "Wekawekaweka!"

(bersambung...)

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang