Wanprestasi

1.1K 223 32
                                    

Lampu bioskop dipadamkan. Begitupun ponsel penonton yang satu per satu menggelap. Kecuali kepala seseorang di barisan depan. Menyilaukan. Aku dan semua orang di sini tahu, pria botak itu adalah penulis yang novel larisnya diangkat ke layar lebar. Ya, film yang hendak kusaksikan premiernya ini.

Film dimulai. Pandanganku tak menghadap layar. Melainkan, pria botak tersebut.

Pulpen di tangan. Buku di pangkuan. Aku siap menuturkan.

Novel itu mengisahkan Wuhan, seorang siswi SMA yang hobi menulis. Suatu sore, di rumah papannya, Wuhan menerima sepasang amplop. Amplop pertama bersegel, dari sekolahnya. Oh, hari ini pengumuman UN. Bermaksud mencopot segel, namun matanya menyipit ke amplop kedua. Gemetar, dikeluarkannya selipat kertas. Empat bulan lalu ia mengirim naskah novel, yang ditulisnya tanpa sepengetahuan siapapun, ke sebuah penerbit ternama. Tak disangka, diterima!

Berbarengan dengan itu ayahnya pulang. Wuhan ingin membagi kebahagiaannya, tetapi urung. Sepeninggal ibunya, ayahnya di-PHK dari posisi kuli tinta di satu surat kabar, banting setir menjadi kuli angkut di pasar, dan semenjak itu menganggap menulis sebagai profesi sampah. Wuhan pun fokus ke amplop satunya. Meski belum dibuka, ia yakin, tak sekadar lulus, nilainya pasti juga tinggi. Apalagi try-out terakhir ia peringkat 2 seangkatan. Maka, usai menghidangkan secangkir teh untuk ayahnya, Wuhan menyerahkan amplop tersebut. Jika ia peringkat 1, ayahnya berjanji mengizinkannya kuliah sastra. Namun, yang disaksikannya adalah, ayahnya mengguyur kertas itu dengan teh dan membanting cangkir hingga pecah. Buru-buru Wuhan membaca. Ia lulus. Tetapi, bukan peringkat 1. Melainkan 4. Rata-rata 9 ternyata masih kurang di mata ayahnya. Wuhan mengurung diri di kamar. Empat hari berselang, Wuhan ditemukan bunuh diri dengan pecahan cangkir di pergelangan tangannya.

Film berakhir. Ruangan benderang. Orang-orang di barisan depan, kru film, berdiri menghadap penonton. Termasuk pria botak itu. Sewaktu matanya tepat menatapku yang duduk di barisan belakang, seketika ia pingsan.

Pria botak itulah ayah Wuhan di kehidupan nyata. Dan aku, Wuhan sendiri.

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang