44.

6K 817 68
                                    

Maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan harap memberi tanda jika terdapat!

Maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan harap memberi tanda jika terdapat!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ren." Dea mencoba membangunkan sahabatnya yang terlihat gelisah dalam tidurnya.

"Ren, bangunlah." Dea terus menggoyangkan tubuh Ren.

"AYAH." teriak Ren terbangun dari tidurnya. Terlihat wajahnya yang pucat serta keringat yag bercucuran.

"Ren kau bermimpi buruk lagi?" tanya seorang wanita tua khawatir, segera mendekat saat mendengar teriakan dari sang cucu.

"Nenek." lirih Ren memeluk tubuh sang nenek yang duduk di sampingnya.

Nenek Wilo memeluk tubuh Ren yang terasa bergetar.

"Sudah. Bukankah nenek sudah berkata untuk tidak tidur siang, setiap kau tidur siang maka kau pasti akan bermimpi buruk." ucap nenek Wilo mengusap punggung cucunya

"A-ayah nek. A-aku melihatnya menembakan kepalanya sendiri." ujar Ren dengan air mata mengalir mengingat mimpinya.

"Dia terlihat putus asa. Di sana aku juga melihat begitu banyak darah." lanjut gadis itu dengan tubuh bergetar.

Dea memandang sendu sahabatnya. Selalu seperti ini, sahabatnya selalu di teror dengan mimpi buruk yang membuat gadis itu kesulitan untuk tidur karena takut akan mimpi yang datang.

"Aku berteriak tetapi ayah tak bisa mendengarku." Dea dan nenek Wilo terus mendengarkan cerita Ren dengan sendu. Tak henti-hentinya nenek Wilo mengusap punggung Ren yang berada di dalam pelukannya.

Ren melepaskan pelukannya. "Aku harus kembali nek. Aku harus pulang, bagaimana jika ayah melakukan seperti yang berada di mimpiku."

"Kamu yakin? Nenek tidak akan melarang mu untuk kembali. Hanya saja apakah uang mu akan cukup?" tanya nenek Wilo ragu.

Ren terdiam. Benar, uang yang ia kumpulkan dari hasil ngamennya tak tahu apakah akan cukup. Biaya untuk membuat paspor serta visa cukup mahal untuk orang sepertinya.

Nenek Wilo menghela nafas saat melihat keterdiaman Ren. "Lebih baik kamu makan siang dahulu, setelah itu kita hitung uang yang kau kumpulkan."

"Ren aku harus pulang." Ren menatap Dea.

"Tidak makan siang bersama kami dulu?" tanya Ren pada Dea yang berdiri di hadapannya.

"Ya Dea. Mengapa tak makan siang bersama kami?" timpal nenek Wilo.

"Maaf nek, maaf Ren tetapi aku sepertinya tidak bisa. Ibu ku berkata jika ia hari ini tengah memasak lauk kesukaan ku, jadi aku harus makan siang bersamanya." jawab Dea menolak dengan halus.

"Ya sudah. Terimakasih Dea karena sudah menjaga Ren." ucap nenek Wilo.

"Ya nek. Kalau begitu aku pamit."

Ren mengangguk. Bangun dan melangkah menuju ruang makan bersama neneknya setelah perginya Dea.

Nenek Wilo menatap cucu angkatnya yang terlihat tak nafsu makan dengan pandangan sendu.

The Back First LifeWhere stories live. Discover now