BAB 19| Jembatan Penyebrangan

15.3K 1.5K 352
                                    

"Kenapa ngajak gua ke sini?"

Satu pertanyaan itu baru muncul sekarang setelah diamnya Alda sejak 15 menit yang lalu.

Di sini hanya ada mereka berdua. Berdiri menumpu tangan pada palang jembatan penyebrangan di tengah-tengah kota. Langit mulai berubah menjadi merah semu keunguan, hembusan angin menerpa wajah keduanya, suara kendaraan yang beradu dengan klakson ikut serta menjadi teman mereka sore ini. Dingin, tapi tidak dengan hati gadis itu, perasaanya masih bergejolak panas dengan amarah.

"Ngadem." Singkat Gevariel.

Alda memalingkan wajahnya menatap kendaraan yang melaju vertikal dari tempatnya berdiri.

"Jangan ngeletakin kebahagiaan lo di seseorang." Saut Gevariel lagi.

Gadis itu menolehkan kepalanya ke arah kanan, menatap sosok cowok yang juga berdiri di sampingnya. Persis berandal sekolahan, kancing baju seragam yang terbuka di sertai baju warna hitam sebagai dalaman. Oke, dia bukan Raksa, dia Gevariel.

"Kenapa?"

"Saat dia hilang, lo yang akan berantakan."

Alda tersenyum getir, menatap orang asing yang baru saja sampai di depan pintu, tidak sempat mengetuk karena ia lebih dulu mengusirnya.

"Lo tau apa soal gua?"

Gevariel yang di tanyai seperti itu hanya membisu. Orang baru seperti dirinya memang tidak tahu apapun tentang Alda. Tapi satu hal yang bisa dia pahami. "Lo lagi merasakan kehilangan." Jawabnya.

"Gua udah terbiasa sama yang namanya kehilangan." Gadis itu menarik napasnya. "Abang gua juga pergi ninggalin gua, detik dimana gua baru tau kalo dia itu adalah saudara gua sendiri."

Baiklah, langkah pertama adalah memahami. Setidaknya ia tahu lima persen tetang gadis di sampingnya ini.

"How the universe works." Ungkap Gevariel. "Waktu dan napas setiap manusia gak akan behenti kalo semesta masih punya tempat, tapi kalo habis berarti perannya juga udah habis."

Gevariel menatap awan merah semu yang sejajar dengan gedung pencakar langit di depan sana. "Satu hal yang gak semua orang sadari. Mati itu bukan perpisahan, tapi pertemuan dengan penciptanya. Dan semua orang bahkan lo, pasti bakalan pulang sesuai waktunya, Al."

Helaan napas pendek terdengar.

"Waktu bisa di ulang gak, Gev?" Tanya Alda, tatapan sendu itu terlihat sangat jelas di mata Gevariel. Tatapan yang menyiratkan banyak luka, luka yang belum sembuh namun tergores kembali.

"Meskipun bisa, takdir gak akan berubah. Yang ada lo akan sakit berulang kali." Jawabnya.

Manusia terkadang bisa se egois itu memang. Belum ada jejak yang terhapus tetang Gibran dalam diri Alda. Kali ini Alda diam, merenungi apa yang baru saja ia dengar.

Sedangkan Gevariel menunduk seraya menarik sudut bibirnya saat tersadar bahwa ada yang tidak gadis itu pahami. "Ada yang mencintai dan ada yang menghargai. Bedain itu, Al."

"Menghargai?" Tanya Alda.

"Menghargai karena dia tau lo cinta sama dia." Cowok itu menatapnya, seakan bisa membaca apa yang sedang Alda pikirkan. "Lo pernah mastiin kalo dia cinta sama lo?"

Dan untuk kali ini, dari sekian banyak nya hal yang Alda tahu soal Raksa. Pertanyaan ini yang tidak bisa ia jawab. Perasaanya terlalu sibuk menerima segala kebahagiaan yang Raksa beri. Apakah Raksa selama ini mencintainya? Atau hanya menghargai perasaanya saja?

Alda menarik napas dan menegakan tubuhnya. "Gua udah mohon sama lo buat gak ikut campur sama hidup gua. Jangan pernah sok tau soal Raksa ataupun gua, kita baru kenal." Tekan gadis itu di akhir kalimat sebagai peringatan, kemudian ia melangkah pergi.

ARUNIKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang