BAB 50| Salam Aliansi

14.9K 1.5K 104
                                    

"Kumpulin 50 anggota yang tersisa di gimnasium. Umumin ketua Dargez akan nyerang ketua Cargion di ring besok. Hari ini kita rapat buat bahas strategi."

Tiga kalimat perintah keluar membuat anggota inti saling melempar pandang kebingungan setelah mendengar intrupsi sang ketua.

"Rak, resikonya gede kalo kita secara terang-terangan ngajak perang." Ujar Arza. Arza rasa rencana mereka kali ini bisa berakibat fatal.

"Iya Rak, kalo terang-terangan kaya gini polisi bisa aja ngusut kita lagi, masalah pelaku pembunuhan tawuran 2020 aja belum kelar. Lo ngajak Gevariel buat fight sama aja lo nambahin minyak ke dalam api." Tambah Galuh.

Raksa menggeleng. Menurutnya Gevariel benar-benar sudah melampaui batas, dia berani mengusik Dargez bahkan membuat anggotanya berkurang, dan bagi Raksa harga diri itu harus di atas harga mati, Raksa tidak segan jika harus menghabisi musuhnya malam ini juga jika dia mau.

"Kita gak bisa diem aja. Lo semua mau harga diri Dargez semakin diinjak-injak?"

"Dargez masih bisa bangkit, Rak. Tapi caranya gak cuma ini." Kata Divel.

"Lo pada gak liat sekarang gimana pandangan orang-orang ke Dargez?!Kita itu diinjak! Harusnya lawan!"

Semuanya diam.

"Mana yang katanya Dargez senyap bikin lenyap?!" Kanagara bermata elang itu menatap mereka tajam. "Minus nyali lo semua!"

"Bos—"

"Diem lo! Gue belum selesai ngomong!"

Kenzo tak jadi berucap dan memilih melipat bibirnya. Lebih baik ia menurut daripada berakhir dijadikan samsak oleh ketuanya sendiri nanti.

"Gue udah gak peduli resiko apa yang akan gue terima nanti. Gerak atau enggak tetep aja Dargez akan jadi sasaran utama Gevariel karena dia punya dendam. Kalo kita diem dia makin ngelunjak. Pikir mateng-mateng, jangan cuma main aman kalo bener-bener punya nyali." Tukas Raksa.

Galuh menghela napasnya, jika Raksa sudah marah seperti ini jelas keputusannya mutlak dan tidak bisa digugat lagi. "Oke, istirahat ke dua kita ke gimnasium." Finalnya.

"Anter gue ngumpulin orang-orangnya, Nu." Ajak Galuh yang segera menarik Banu pergi dari rooftop.

Raksa kemudian duduk di atas bangku usang. Sedangkan Arza, Divel, Kenzo memilih diam dan tidak bicara lagi. Bahkan Kenzo sengaja diam di sudut rooftop paling jauh karena tahu Raksa masih diselimuti emosi.

Satu batang rokok Raksa ambil dari balik sakunya, ia mengapit rokok tersebut seraya mengarahkan korek api ke ujung gulungan putih itu. Selama dua detik netranya tertuju pada warna api yang keluar. Biru. Ia menatapnya dengan seksama hingga segelumit memori tiga tahun lalu di masa putih birunya kembali menghantui.

.

"Lo gak inget besok hari apa?"

Pertanyaan Gibran membuat Raksa menoleh. Malam hari mereka tidak pulang, keduanya duduk di anak tangga gedung perusahaan Alba setelah sepakat untuk membolos bersama-sama sejak pagi. Bahkan baju seragam SMP yang mereka kenakan masih melekat dan tidak diganti.

Alis Raksa mengekerut. "Besok kita tawuran."

"Goblok, tawuran aja otak lo, hari lahir sendiri gak inget." Dumel Gibran.

Seketika Raksa tertegun, hingga tiba-tiba Gibran menyalakan pematik rokok di hadapannya dan mengarahkannya di depan wajah Raksa.

"Tiup bro, besok-besok palingan lo gak bisa ngerayain ulang tahun. Kita gak tau siapa yang menang dan yang tumbang." Kata Gibran.

ARUNIKA [END]Where stories live. Discover now