BAB 27| Perasaan Konstan

15.8K 1.7K 270
                                    

Cengkraman pada stang motor sport hitam itu melonggar. Ia mematikan kontak dan segera turun dari motornya. Mata tajamnya menatap bangunan megah yang tak lain adalah rumahnya sendiri, rumah keluarga besar Alba.

Tanpa melepas jaket hitam Dargez, Raksa masuk ke dalam. Biasanya Raksa pulang ke mansion setelah acara sekolah atau acara nongkrong dengan anggota Dargez, tapi kali ini ia di sapa oleh ruangan megah yang tidak pernah berubah di dalam sana. Masih sama tapi sedikit berbeda, jika biasanya sepi, hari ini ruangan itu penuh dengan sautan-sautan keluarga besar yang sudah duduk di sofa mewah.

"Eh, Sa!" Riu yang menyadari kedatangannya segera bangkit.

Semua atensi anggota keluarga mulai dari ibunya, pamannya bahkan kakek dan nenek yang sejak kemarin menginap di sini tertuju ke arah Raksa. Mereka adalah keluarga dari pihak Stevan, datang dari Chicago sejak satu minggu yang lalu.

Raksa tersenyum tipis seraya membalas pelukan Riu. "Miss you, Ma."

Raksa pun mengikuti arahan Riu yang mengajaknya untuk duduk.

"Tadi Rea nelfon nenek, nanyain kamu." Saut Lily, nenek Raksa.

"Nanya Raksa?"

Lily mengangguk. "Dia tanya soal rencana bulan depan, kamu jadi ikut ke Aussie, kan?"

Rachel dan Raffa yang hendak memakan camilan pun tak jadi, mereka spontan menatap ke arah Raksa menunggu jawaban dari cowok itu.

Raksa tersenyum tipis. "Raksa liat kondisinya dulu, Nek."

"Udah lama gak ke Aussie. Nanti abis dari sana kakek mau ngajak kamu ke Canada." Timpal Gumara.

Pria berumur 54 tahun itu merupakan kakek Raksa yang menurunkan warisan paling dominan dari seluruh silsilah keluarganya. Pemilik resort dan hotel yang tersebar di negeri Illinois, memiliki saham di berbagai pusat negara industri, serta orang paling selektif di antara anggota keluarganya, orang itu adalah Gumara Alba.

"Kamu harus liat beberapa resort yang baru jadi." Ujar Gumara lagi.

Riu terkekeh pelan. "Ayah, Raksa gak bisa di ajak lama-lama ke luar negeri, bentar lagi dia lulus, harus persiapan."

"Justru itu, nanti setelah mereka lulus, ada baiknya kuliah di Aussie, atau di Chicago aja sama Rea. Udah lama mereka gak bareng-bareng terakhir ketemu pas umur 8 tahun, kan?" Tanya kakeknya.

Rachel, Raffa dan Raksa yang mendengar hal itu hanya mengangguk pelan.

Darelino, sepupunya ikut menyaut. "Tapi dulu mainnya bareng sama temen-temen dia, Pap. Galuh, Gibran, Raffa sama Raksa kan SD bareng. Rea cuma ikut sampe kelas 3 aja."

Rachel hanya bisa mengunyah makannnya dengan pelan. Ia tidak menatap ke arah keluarganya dan hanya bisa duduk dengan tatapan menunduk. Ia tidak terlalu tahu bagaimana cerita pasti tentang Reana dan Raksa dulu. Sepengetahuannya mereka adalah sahabat masa kecil.

Sedangkan Raksa menghela napas pelan. "Ayah mana, Ma?"

Riu mendekat. "Sibuk, tadi Gara nelfon ke ayah kamu. Udah dua jam mereka ngobrol, sampai sekarang ayah kamu gak keluar dari ruang kerja, kayaknya masalahnya serius." Bisik Riu membuat kening Raksa mengernyit.

"Nah loh, entar kalo Kak Aksa ikut ke Aussie pasti di nikahin sama Kak Rea." Kata Audrey.

Raksa menatap bocah berusia 6 tahun itu. Ia tersenyum dan mengajak sepupunya itu agar duduk di dekatnya. "Masa sih? Nanti Audi yang di nikahin bukan Kakak."

"Serius tauuu... Audi denger dari Oma kemarin. Kak Aksa katanya mau nikah!"

Satu ruangan tertawa mendengar apa yang Audrey katakan. Hanya saja ada sebagian tawa yang Raksa keluarkan adalah palsu.

ARUNIKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang