BAB 40| Mereka yang Ternyata Luka

15.7K 1.6K 176
                                    

Langkahnya berjalan di atas marmer putih rumah bergaya kontemporer ini. Gadis itu membelokan tubuhnya menuju sebuah ruangan penting dan membuka pintu besar dimana pintu tersebut adalah pintu ruang kerja saudara ayahnya.

Tatkala masuk Alda bisa langsung melihat ukiran yang tertera pada papan nama meja itu. Haidar Hatama.

"Malam, Om."

Haidar menarik senyum lebarnya. "Malam, Al. Gimana kabar kamu?"

Alda tersenyum dan segera duduk di sofa, ia menggeleng pelan. "Kurang baik."

"Banyak masalah? Perlu Om bantu?" Tanya Haidar.

Haidar adalah kakak kandung dari ayahnya yang sempat mengasuh Gibran selama 17 tahun. Setelah kepergian Gibran, Haidar lebih sering mengajak Alda untuk mengobrol, membicarakan kenangan-kenangan Gibran semasa ada di rumah ini meskipun kala itu Haidar terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Penyesalan tentu masih menyelubungi hatinya tatkala mengingat masa-masa itu. Menyesal karena tidak menghabiskan waktu dengan anak asuhnya yang butuh banyak kasih sayang.

"Alda ke sini mau nanya sesuatu, Om."

"Nanya sesuatu? Boleh, tentang apa?

Alda melipat bibirnya sejenak. Matanya terarah pada kepulan asap dari segelas kopi yang Haidar letakkan di atas meja. Pria itu sibuk membaca berkas kerjanya seraya menunggu Alda untuk bicara.

"CEO Rumah Sakit Bakti Hatama masih Om, kan?" Tanya Alda membuat Haidar menatapnya dengan alis terangkat.

"Tumben nanya soal bisnis, udah tertarik jadi CEO muda ya?" Tanya Haidar sedikit bercanda.

"Ih enggak, Om. Alda cuma mau tau, soalnya waktu Alda kecelakaan dulu, Alda masuk ke sana tapi gak bayar."

Haidar mengangguk beberapa kali. "Sebenarnya kalo sekarang CEO nya udah ganti, Al. Keluarga kita cuma punya 60% saham aja, sisanya milik orang lain."

Pria berusia 45 tahun itu meneguk kopinya sebentar. "Baru aja bulan lalu kepemilikkan sahamnya pindah tangan."

"Ke siapa, Om?"

"Kalo gak salah ke direktur baru, dia dokter juga di sana."

Alda mengernyitkan keningnya. "Berati dia bukan orang sembarangkan pastinya, kan?"

Haidar mengangguk setuju. "Mereka dari keluarga Siagar. Emang bisnisnya mulai aktif di negara kita, Al. Banyak saham-saham dari berbagai perusahaan yang mulai mereka akusisi termasuk saham Zeral group."

Alda mengangguk pelan, sudut bibirnya melengkung naik karena perasaan bahagia. Ia menyandarkan punggungnya dengan perasaan lega setelah mendengar hal ini.

"Kamu kenal keluarga Siagar?"

Gadis itu menggeleng. "Enggak." Jawabnya membuat Haidar menatapnya sangsi.

Kemudian Haidar kembali meneguk kopinya lagi.

"Kalo keluarga kita beli sahamnya secara keseluruhan bisa gak?"

Pertanyaan Alda kali ini tentu membuat Haidar terkejut bukan main. Pria itu terbatuk sejenak dan memasang wajah tidak yakin dengan apa yang ia dengar. "Om gak salah dengar, kan?"

Alda tersenyum. "Kaget ya? Hehe."

"Ulang tahun kamu masih lama kok malah minta rumah sakit sekarang." Kata Haidar membuat gadis itu cemberut.

"Pasti ada sesuatu. Ceritain dulu ke Om."

Alda menarik napasnya. "Jadi.."

***

Tidak ingin membangunkan Reana yang sudah tertidur pulas, Galuh menutup pintu kamar rawat dengan sangat hati-hati. Dia kemudian melangkah pergi menuju halaman rumah sakit, mencari udara segar dan tempat paling aman untuk merokok. Seharian berada di kamar rawat ternyata cukup menjenuhkan baginya, karena biasanya jika malam hari seperti ini Galuh akan menghabiskan waktu di markas atau Wabyo bersama teman-temannya.

ARUNIKA [END]Where stories live. Discover now