2 | Niat Buruk

1.2K 106 32
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Pagi itu, Diana memarkirkan mobilnya tepat di pelataran parkir SMP GENTAWIRA. Ia benar-benar sudah siap untuk menjalani tugasnya sebagai Guru Biologi sementara, seperti yang diharapkan oleh Septian kemarin. Sejak kemarin, Zuna terus saja mencoba meminta Diana memikirkan ulang perintah tersebut. Pria itu merasa khawatir akan terjadi apa-apa terhadap Diana, karena Diana akan berada di sekolah itu sendirian tanpa didampingi olehnya seperti biasa. Diana sampai mencoba menenangkan Zuna dengan berbagai macam cara, hingga akhirnya Zuna pun luluh dan membiarkan Diana melamar menjadi Guru sementara di SMP GENTAWIRA.

Kini, di sinilah Diana berada. Tepat di dalam Ruang Guru yang baru saja ia pijak setelah dipersilakan masuk oleh salah satu Guru di sana. Rudi langsung menyambutnya dengan penuh kehangatan. Diana juga membalas sambutan itu dengan hangat, selayaknya pribadi seorang Guru pada umumnya. Mita dan Beni yang juga mengenal siapa Diana, terus menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Mereka benar-benar tidak menyangka akan melihat Diana lagi setelah enam belas tahun tidak bertemu, sejak Diana pindah sekolah dan rumah dari daerah tersebut.

"Jadwal mengajar untuk mata pelajaran yang akan anda ajar ada semua di dalam daftar itu, Bu Diana. Semoga saja anda tidak mendapat kesulitan ketika harus membagi waktu seperti yang sudah ada di dalam daftar tersebut," ujar Rudi.

"Insya Allah saya akan berusaha menangani jadwal ini dengan baik, Pak Rudi. Terima kasih atas kepercayaan anda, sehingga saya bisa mendapat kesempatan mengajar di SMP GENTAWIRA ini," balas Diana, lugas seperti biasanya.

Rudi tertawa santai sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Sama-sama, Bu Diana. Sebagai teman lama, tentunya saya tidak akan keberatan untuk memberikan kesempatan kepada anda untuk mengajar di sini. Oh ya, jika anda butuh bantuan, anda bisa meminta bantuan kepada Bu Mita dan Pak Beni. Mereka berdua jelas sudah mengenal anda dengan baik, jadi anda tidak perlu merasa asing di sekolah ini," saran Rudi.

Setelah pertemuannya dengan Rudi berakhir. Diana pun menyapa Mita dan Beni seperti dulu. Mita dan Beni tampak berusaha beradaptasi kembali dengan Diana, sehingga Diana bisa melihat adanya kecanggungan di antara mereka. Namun bukan itu yang menjadi fokus bagi Diana saat ini. Diana sedang menilai keadaan di Ruang Guru tersebut, dan akan segera melaporkannya pada Zuna setelah ia berhasil keluar dari sana untuk mengajar di kelas pertamanya.

"Baiklah kalau begitu Pak Beni ... Bu Mita ... tampaknya saya harus segera mengajar pada jam pelajaran pertama di kelas 3-A. Semoga nanti kita bisa mengobrol lagi seperti saat ini," pamit Diana, seraya tersenyum ramah.

"Iya, Bu Diana. Silakan. Kita jelas bisa mengobrol lagi ketika jam istirahat tiba," sahut Mita, tampak begitu antusias.

"Dan kami harap perbincangan selanjutnya tidak perlu terlalu formal seperti saat ini. Pakai 'aku-kamu' saja, seperti dulu," tambah Beni.

Diana segera pergi dari Ruang Guru dan berjalan di koridor sekolah untuk bisa sampai menuju kelas yang ia tuju. Ia mengetik pesan secepat mungkin yang akan dikirim pada Zuna, lalu setelah itu ia segera mengalihkan tatapannya ke arah koridor. Langkahnya terhenti mendadak saat melintasi ruangan yang menjadi TKP ditemukannya jasad Helmi kemarin. Ruangan itu masih dikosongkan karena perlu dibersihkan secara menyeluruh. Namun yang menjadi perhatiannya bukanlah soal kosongnya ruangan itu, melainkan sosok gadis remaja yang tengah berdiri di sudut belakang ruangan tersebut. Sosok itu tampak pucat dan menatap ke arahnya dengan tatapan sendu. Seakan ada hal yang ingin dikatakan oleh sosok itu kepadanya.

"Bu Diana," tegur Beni, yang melihatnya berhenti tepat di depan kelas kosong.

Diana pun langsung berbalik dan menatap Beni seraya tersenyum.

"Pak Beni," balas Diana.

"Kenapa Bu Diana berhenti di sini? Kelas 3-A ada lantai dua. Seharusnya Ibu berjalan lurus saja sampai menemukan tangga menuju lantai dua," ujar Beni, tampak heran dengan tingkah Diana yang menatap kelas bekas kematian Helmi.

"Aku hanya sedang melihat kelas kita dulu, Pak Beni. Terakhir kali aku berada di sekolah ini, kita masih menempati kelas ini dan belum pindah ke lantai atas. Aku pindah saat kelas dua dan kenangannya masih melekat di dalam ingatanku," jelas Diana, berusaha bicara selembut mungkin agar dipercaya sedang mengenang masa lalu oleh Beni.

Beni pun ikut tersenyum saat mendengar hal itu. Ia sendiri pun masih ingat tentang hari terakhir Diana berada di kelas mereka dulu. Pada hari itu, Beni menganggap bahwa itu adalah hari paling buruk di dalam hidupnya, karena Diana harus pergi tanpa pernah tahu bahwa dirinya sudah menyukai wanita itu sejak pertama kali mengenalnya di kelas satu. Ia jelas kalah langkah dari Kalingga, sehingga Diana menjalin hubungan dengan Kalingga sebelum dirinya sempat mengutarakan perasaan.

"Ya, masa lalu kita memang indah. Apa saja yang Bu Diana ingat dari masa lalu kita di kelas ini?" tanya Beni.

"Banyak, Pak Beni. Kekonyolan anggota kelas, teman lama, mantan pacar, Bu Mita, anda, dan juga sahabat dekatku yang selalu saja menempel sampai sekarang sejak kami bertemu lagi pada akhir tahun dua ribu sepuluh ... Zuna," jawab Diana.

Beni sedikit kaget saat Diana menyatakan bahwa Zuna adalah sahabat dekatnya. Padahal setahu Beni, Zuna dan Diana dulunya tidak pernah akrab sama sekali.

"Zuna? Mantan pacarnya, Bu Mita?" Beni ingin menggali lebih dalam.

"Iya, Benar. Zuna Adiwilaga adalah yang aku maksud. Dia sahabat dekatku. Kami bertemu lagi pada tahun dua ribu sepuluh di Jakarta, saat dia pindah dari kota ini. Kami tinggal bertetangga dan akhirnya menjadi lebih dekat sampai sekarang. Aku akhirnya pindah ke kota ini lagi karena ingin menyusul Zuna yang sedang ditugaskan di sini. Ya ... hitung-hitung ingin memberinya balasan karena sudah mengganggu hidupku selama sepuluh tahun ke belakang. Sekarang saatnya aku yang mengganggu hidupnya seperti yang pernah dia lakukan," jelas Diana, seraya tertawa begitu hangat.

Beni merasa sedikit cemburu dengan kedekatan Diana dan Zuna. Ia merasa Zuna begitu beruntung karena bisa bertemu dengan Diana lagi setelah pindah dari kota ini. Ia ingin berada di posisi itu dan menjadi dekat dengan Diana. Namun ia tahu kalau itu akan sulit terjadi, karena Diana adalah wanita yang begitu selektif untuk membiarkan seseorang mendekat padanya.

"Mari, Pak Beni. Aku duluan," pamit Diana.

"Ya, Bu Diana. Silakan," tanggap Beni.

Beni tidak segera pergi dari tempatnya berdiri saat itu. Ia masih menatap Diana yang kini mulai menjauh dari hadapannya.

"Kamu ada di hadapanku lagi sekarang. Jadi aku akan berusaha sekuat mungkin untuk bisa mendapatkan kamu, Diana. Akan kugunakan berbagai macam cara, tidak peduli jika cara itu adalah cara yang paling kotor sekalipun," gumam Beni.

Sesaat setelah Beni bergumam soal niatannya terhadap Diana, laki-laki itu mendadak merasa merinding secara tiba-tiba. Sosok yang tadi ditatap oleh Diana saat ini sedang menatap marah kepada Beni dari balik jendela ruang kelas tersebut. Beni jelas tidak tahu akan hal itu, dan hanya berpikir bahwa kematian Almarhum Helmi mulai membawa kesialan terhadap ruang kelas yang sedang ditatapnya.

* * *

Rahasia Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang