53 | Tak Ingin Menangisi Takdir

685 77 19
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Eh, Za! Kamu yakin, mau turun dan menemui Lia secara langsung?" Zuna berupaya mencegah Reza untuk turun dari mobilnya.

Reza menahan langkahnya sesaat, lalu menatap kembali ke arah Zuna.

"Urusan pertemuanku dengan Lia akan kubuat terlihat tidak ada sangkut pautnya dengan pertemuan Lia dan Diana, tadi. Kamu jangan khawatir. Aku hanya ingin bicara empat mata dengan Lia, lalu segera pulang," ujar Reza.

"Terus kamu mau pulang naik apa? Kalau Diana pulang dari rumah Lia, otomatis aku harus segera menyusulnya pulang, biar dia tidak curiga kalau aku membuntutinya sejak jam mengajarnya selesai."

"Aku bisa pesan Grab, Go-Jek, atau Maxim. Ini bukan zaman Batu, Zu. Jangan bertingkah seakan transportasi online belum merajalela."

Reza pun segera menutup pintu mobil milik Zuna, kemudian segera menyelinap masuk ke dalam pekarangan rumah Lia. Diana terlihat akan segera pergi dan Lia sendiri akan segera masuk ke dalam rumah. Reza tahu kalau Zuna akan langsung menyusul mobil milik Diana, sehingga dirinya memutuskan untuk diam selama beberapa saat sebelum menuju ke teras rumah Lia.

Ia sudah lama tahu kalau Lia hidup sendirian. Kedua orangtuanya sudah lama bercerai dan membangun keluarga masing-masing di kota lain, tanpa Lia. Mereka hanya memberikan rumah yang Lia tempati saat ini, agar Lia tidak perlu hidup terlantar. Selebihnya, Lia selalu berusaha menghidupi dirinya sendiri dan tidak berusaha meminta bantuan dari Ayah maupun Ibunya. Hal itulah yang membuat Reza tidak pernah menekan Lia agar mengingat semua kejadian pada hari hilangnya Sekar. Reza tidak mau membuat hidup Lia bertambah kacau, setelah apa yang dia jalani selama ini.

Reza mengetuk pintu beberapa kali. Lia mendengar suara ketukan itu dan bergegas menuju ke pintu depan. Ketika ia membuka pintu tersebut, ia cukup tidak menyangka kalau akan menatap wajah Reza lagi setelah sekian lama. Reza balas menatapnya, sehingga keadaan terasa cukup canggung.

"Assalamu'alaikum," ujar Reza.

"Ya, wa'alaikumsalam," balas Lia.

Kumandang adzan maghrib akhirnya terdengar dari masjid yang keberadaannya tidak jauh dari rumah itu. Hal itu membuat Reza segera menyodorkan tasnya kepada Lia, agar Lia mengambilnya dan menyimpannya sejenak di dalam rumah.

"Aku mau shalat dulu ke masjid. Titip tasku."

"Ya. Akan aku simpankan, Kak," sahut Lia, seraya menerima tas yang Reza sodorkan.

Reza segera beranjak dari teras rumah itu menuju ke masjid. Lia kembali menutup pintu rumahnya dan menyimpan tas milik Reza pada sofa yang ada di ruang tamu. Meski ia cukup bingung soal kedatangan Reza yang begitu mendadak, namun dirinya berupaya untuk tidak memikirkan hal itu terlalu jauh. Ia segera mengambil wudhu agar bisa melaksanakan shalat maghrib tepat waktu.

Usai shalat, Reza kembali ke rumah Lia dan langsung disuguhkan segelas es kopi susu serta beberapa toples cemilan. Reza ingin mengatakan bahwa seharusnya Lia tidak perlu repot-repot menjamunya. Namun saat ingat bahwa tadi Lia sudah melewati hari yang cukup berat setelah bertemu dengan Diana, akhirnya ia memilih untuk mengurungkan niatan tersebut.

"Kakak sudah makan? Mau makan malam sekalian?" tanya Lia.

Lia menawarkan hal itu karena merasa khawatir pada Reza. Ia tahu betul kalau Reza sering bolak-balik masuk rumah sakit hanya karena sakit maag-nya kambuh. Pria itu sering sekali lupa makan setelah kehilangan Sekar. Rasa sedih serta berduka membuatnya selalu lupa, bahwa dirinya juga tetap harus makan agar bisa bertahan hidup. Lia hafal semua itu. Lia tidak pernah melupakannya.

"Aku sudah makan. Kali ini aku enggak lupa untuk makan tepat waktu," jawab Reza. "Tepatnya ... aku enggak pernah lagi lupa makan sejak mengenal Diana."

Lia juga sudah tahu, bahwa Diana telah memberitahu Reza mengenai Sekar. Ia yakin sekali, kalau sekarang duka yang Reza rasakan menjadi berkali-kali lipat setelah mengetahui bahwa Sekar telah lama tiada. Hal itu membuatnya sulit mengendalikan airmatanya. Ia sudah berusaha keras, namun nyatanya fakta menyakitkan itu terus menghantam perasaannya hingga tidak lagi memiliki dinding untuk bertahan.

Reza bangkit dari sofa yang ia duduki. Ia mendekat pada Lia yang sejak tadi sama sekali belum duduk. Ia memilih tidak mengatakan apa-apa, karena mengatakan sesuatu hanya akan membuat suasana semakin terasa kelam. Maka dari itulah Reza memilih untuk langsung membawa Lia ke dalam dekapannya. Ia memeluk tubuh mungil itu dengan hangat, menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut, dan memberinya waktu untuk menumpahkan semua sesak yang terus-menerus dipendam selama ini.

Tangis Lia pun pecah. Pertahanannya runtuh dalam sekejap, ketika merasakan sebuah bentuk perlindungan dari seseorang. Pelukan hangat yang ia terima dari Reza justru membuatnya merasa sakit. Yang ada dalam benaknya saat itu adalah, seharusnya Sekar yang menerima pelukan hangat dari pria itu, bukan dirinya. Ia tahu betul sejak dulu betapa sayangnya Reza terhadap Sekar. Pun sebaliknya, Sekar juga sangat menyayangi Reza dan tidak pernah berhenti bercerita soal Reza semasa hidupnya. Selama mengenal Sekar, ia tidak pernah merasa pura-pura menikmati cerita dari lawan bicaranya. Apa yang selalu Sekar ceritakan padanya soal Ayah, Ibu, dan Kakaknya bagaikan sebuah penghiburan bagi Lia yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang. Dan ketika akhrinya Sekar menghilang, hidupnya mulai terasa sangat kosong. Bukan hanya karena ia ditinggalkan oleh teman-temannya, tapi juga karena tidak ada lagi yang memberinya penghiburan seperti yang Sekar lakukan.

"Aku seharusnya enggak pergi duluan, Kak. Meski Diana bilang bahwa orang itu memang sudah berencana untuk melakukan hal jahat pada Sekar dan aku tidak akan bisa menghentikannya ... tetap saja seharusnya aku enggak meninggalkan Sekar sendirian. Aku seharusnya ada di sana untuk melindungi dia. Aku adalah satu-satunya yang bisa melindungi dia dan aku malah meninggalkan dia," ungkap Lia, pedih.

Reza masih terus mendekap Lia begitu erat. Perasaannya jelas tidak bisa digambarkan. Ia juga ingin menangisi takdir, tapi ia sadar bahwa hal itu tidak akan mengubah fakta yang sudah terjadi.

"Hm ... aku juga berpikir begitu. Malah, aku selalu berpikir begitu ketika ingat tentang kamu. Seharusnya kamu tidak pergi lebih dulu tanpa Sekar. Seharusnya kamu ada di sana sampai Sekar bisa pulang dengan selamat. Tapi setelah mendengar Diana mengatakan bahwa ada ataupun tidak adanya kamu di sana Sekar tetap akan mengalami hal yang tragis, pikiranku langsung berubah."

Reza melepaskan dekapannya dari tubuh Lia, lalu menatap wajah itu begitu lama.

"Kalau kamu tidak pergi dari sana lebih dulu, maka orang itu juga akan membunuh kamu karena dia menganggapmu sebagai penghalang untuk bisa mendapatkan Sekar. Jadi kalau kamu tetap ada di sana waktu itu, maka hari ini aku juga sudah kehilangan kamu, sama seperti aku kehilangan Sekar," jelas Reza, yang kemudian mendaratkan kecupan hangatnya di kening Lia.

* * *

Rahasia Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang