3 | Kedatangan Zuna

1.3K 96 29
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

DIANA
Aku berbincang cukup lama dengan Rudi. Aku juga berbasa-basi sedikit dengan Beni dan Mita selama berada di Ruang Guru. Sekarang aku sedang berjalan menuju kelas yang akan aku ajar.

DIANA
Zu! Aku lihat penampakan di ruang kelas tempat meninggalnya Almarhum Helmi! Ada sosok remaja wanita yang menatapku dari sudut ruang kelas itu. Aku melihatnya dari balik jendela. Dia menatapku begitu lama dan tampak sangat sedih. Aku baru saja akan masuk ke ruang kelas itu, tapi Beni mendadak muncul di belakangku dan menegurku. Aku akhirnya harus mengabaikan penampakan yang kulihat, Zu.

Zuna baru saja selesai berbincang dengan Septian, sehingga dirinya tidak tahu kalau ada pesan yang masuk dari Diana sejak tadi. Usai membaca pesan itu, Zuna segera mengetik pesan balasan agar Diana tidak merasa diabaikan olehnya.

ZUNA
Soal penampakan di ruang kelas tempat meninggalnya Almarhum Helmi, aku juga lihat kemarin. Aku sengaja tidak cerita padamu karena ingin mencegah dirimu mencari-cari tahu soal penampakan gadis remaja itu. Tapi ternyata meski aku tidak bilang, kamu tetap saja akan melihatnya seperti aku melihatnya. Itu jelas tidak bisa dihindari, karena kita memiliki kemampuan mata yang sama. Tapi kamu tenang saja. Selama dia tidak mengganggumu, maka abaikan saja.

Zuna menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku, lalu kembali memeriksa berkas hasil autopsi pada jasad Helmi yang baru saja keluar. Penyebab kematian adalah asfiksia atau kehilangan jalan nafas sehingga membuat kadar oksigen di dalam tubuh menjadi terganggu. Semua itu merujuk pada perbuatan bunuh diri, karena Helmi ditemukan dalam keadaan tergantung. Sayangnya, Zuna tidak bisa percaya begitu saja kalau Helmi melakukan bunuh diri. Ia juga melihat laporan dari Dokter Forensik, bahwa ada bekas-bekas luka dan memar yang terjadi disekitar kening, lutut, serta tulang rusuk. Hal itu tercatat sebagai luka sebelum kematian terjadi, yang menandakan bahwa Helmi sebelumnya sempat menerima siksaan dari seseorang.

Namun keterangan itu saja tidak akan cukup untuk membuat dirinya bisa menggali lebih dalam pada kasus kematian Helmi. Rudi akan berusaha menghalang-halangi dirinya lagi, terutama karena belum ada bukti kuat soal kematian Helmi yang bukanlah terjadi karena bunuh diri. Dering ponsel kembali menyadarkan Zuna dari lamunannya. Ia segera meraih ponselnya dari atas meja dan membuka pesan yang baru saja masuk.

DIANA
Jam istirahat sekolah nanti, bisakah kamu datang ke sini? Berpura-puralah datang menyambut kepindahanku kembali ke kota ini. Soalnya tadi aku mendadak membicarakanmu sebagai sahabatku di depan Beni, gara-gara mencoba tetap tenang meski baru saja menatap sosok tak kasat mata.

Zuna terkekeh pelan saat tahu kalau Diana sedang berada di ujung tanduk. Wanita itu selalu saja membawa nama Zuna ketika sedang merasa kaget atau ketika sedang melihat hal-hal gaib di sekitarnya. Membicarakan Zuna jelas membuat Diana bisa tenang dengan cepat, tanpa harus terlihat seperti orang linglung.

ZUNA
Kalau aku datang, hadiah apa yang akan kamu kasih? Pelukan hangat sebagai sahabat, traktiran, atau aku akan dibelikan tiket nonton bioskop selama satu minggu ke depan?

DIANA
Traktir saja! Jangan berharap kamu akan mendapat pelukan hangat dariku seperti biasanya! Mantan pacarmu ada di sekolah ini, jadi aku tidak mau menjadi sasaran kecemburuannya jika dia ternyata masih punya rasa padamu!

ZUNA
Tapi kalau kita nanti jalan berdua untuk cari makan siang dan harus melewati bengkel milik Kalingga, bagaimana? Masa sih, kamu tetap enggak mau memeluk aku biar tidak didekati lagi oleh Kalingga? Dengar-dengar, Kalingga sekarang masih sendiri, Na. Mungkin, dia masih menunggu kamu agar bisa kembali ke pelukannya.

DIANA
Zu, jangan bikin aku benar-benar berada di ujung tanduk, ya! Gimana caranya aku mau peluk kamu, sementara Mita ada di sini? Meski kita adalah sahabat dekat dan pelukan sudah bukan hal yang baru bagi kita berdua setiap kali bertemu, tapi tetap saja pelukan denganmu di depan mantan pacarmu tidak pernah terlintas di dalam pikiranku satu kali pun, Zu! Sudah ... pokoknya aku enggak mau tahu! Kamu harus datang ke sini dan yakinkan Beni kalau kamu benar-benar kaget karena aku ikut pindah tempat kerja, setelah kamu pindah tugas ke kota ini!

ZUNA
Baik, Ibu Pimpinan. Akan segara aku laksanakan. Kalau kamu enggak mau peluk aku, aku yang akan peluk kamu. Hua-ha-ha-ha-ha-ha!!!

Zuna benar-benar datang ke SMP GENTAWIRA ketika jam istirahat di sekolah itu baru saja berlangsung. Rudi melihat kedatangan Zuna dari dalam Ruang Guru. Hal itu segera membuatnya keluar dari sana dan berhadapan langsung dengan Zuna. Mita dan Beni melihat hal itu dari balik jendela Ruang Guru, namun mereka sama sekali tidak berani keluar karena takut pada Rudi.

"Mau apa lagi datang ke sini, Pak Zuna? Apakah masih ada lagi yang perlu diurus?" tanya Rudi, terdengar begitu tajam.

"Oh, hari ini aku datang untuk menemui sahabatku, Rud. Bukan karena ada urusan soal kasus kemarin. Sahabatku mengatakan bahwa dia baru saja pindah dan bekerja di SMP GENTAWIRA sebagai Guru," jawab Zuna, berusaha terlihat sangat santai meski dadanya sedang dipenuhi gejolak emosi akibat ucapan tajam Rudi.

Mita kini menatap ke arah Beni, namun Beni tampak tenang-tenang saja. Beni jelas belum cerita pada Mita, soal yang sudah Diana ceritakan padanya mengenai hubungannya dengan Zuna. Diana tiba di Ruang Guru dan langsung tersenyum begitu cerah, saat melihat Zuna di halaman depan sekolah tersebut. Wanita itu segera melangkah keluar untuk menemui Zuna, tanpa menyapa Mita dan Beni lagi seperti tadi.

"Hai, Zu," sapa Diana.

Zuna langsung ikut tersenyum dan merentangkan kedua tangannya agar bisa memeluk Diana. Diana jelas tidak bisa menghindari hal itu, meski tahu kalau Mita akan melihat adegan pelukan mereka dari balik jendela Ruang Guru. Mencoba mengelak dari pelukan Zuna hanya akan membuat Beni meragukan ceritanya tadi, soal hubungan persahabatannya dengan Zuna. Rudi bahkan tidak menyangka kalau dirinya akan melihat langsung bagaimana interaksi antara Diana dan Zuna. Ia merasa kaget, karena sejak dulu ia tahu persis kalau Zuna tidak suka terlalu dekat terhadap lawan jenis yang tidak akrab. Tapi dengan Diana, Zuna tampak sudah tidak canggung sama sekali dan tidak berjarak.

"Kamu serius pindah ke sini juga?" tanya Zuna, setelah ia melepaskan pelukannya dari tubuh Diana. "Kok enggak bilang sama aku kalau mau pindah? Padahal aku 'kan bisa ...."

"Aduh, Zu, jangan ceramah dulu dong. Aku lapar sekarang, sebaiknya kita pergi makan sebelum asam lambungku kambuh," potong Diana dengan cepat.

"Hm. Iya ... iya ... ayo. Kamu mau makan apa? Eh ... Rud, aku pergi dulu sama Diana, ya," pamit Zuna, dengan santai.

"Oh ... iya, Zu. Silakan," balas Rudi, agak sedikit gelagapan.

Setelah Zuna dan Diana menjauh dari halaman SMP GENTAWIRA, Mita kini tampak begitu hancur karena merasa harapannya untuk bisa kembali pada Zuna sudah benar-benar tidak ada lagi. Beni juga tampak marah, ketika melihat bagaimana Zuna memeluk Diana dengan sangat erat dan bahkan dibalas oleh Diana tanpa ragu-ragu. Kedua insan itu memutuskan untuk segera keluar dari Ruang Guru, demi bisa menyusul langkah Zuna dan Diana.

* * *

Rahasia Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang