26 | Bertetangga

813 70 16
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Tubuh Reza mendadak menegang, saat mendengar Diana mengatakan soal pusat kemarahan Sekar yang tertuju pada Rudi. Reza melirik sekilas ke arah Rudi yang kini sedang melihat kondisi Beni setelah terpeleset. Namun secepat mungkin Diana segera mengarahkan wajah Reza ke arahnya, agar tidak ada yang tahu kalau Reza sedang memperhatikan Rudi.

"Jangan membuka identitasmu, bahwa kamu terkait dengan Sekar. Rudi bisa saja menyingkirkanmu dari sini. Karena sekarang aku merasa yakin kalau ada kemungkinan bahwa Almarhum Helmi juga disingkirkan oleh Rudi, akibat dia tahu satu rahasia laki-laki itu," bisik Diana.

Reza mengepalkan tangannya yang tidak sedang digenggam oleh Diana dengan sangat kuat. Ia mencoba meredam emosinya sebisa yang ia mampu. Diana ikut membantunya, agar pria itu tidak lepas kendali dan mulai melakukan tindakan-tindakan yang akan membuat Rudi curiga pada mereka.

"Insya Allah aku dan Zuna akan membantu kamu, Za. Kami saat ini sangat membutuhkan kesabaranmu. Mari kita sama-sama bersabar, demi Sekar," bujuk Diana.

Reza pun menganggukkan kepalanya. Ia paham bahwa Diana atau Zuna tidak akan berpaling darinya, meski tahu siapa yang akan mereka hadapi. Diana mengajak Reza untuk melihat kondisi Beni, agar mereka berdua tidak menjadi sorotan karena dianggap tidak peduli dengan keadaan terhadap sesama Guru di sekolah tersebut.

"Aku tahu banyak informasi soal Rudi. Kapan sebaiknya aku memberi tahu kalian soal yang aku tahu? Siapa tahu informasi dariku bisa membuat kalian berdua jauh lebih mudah dalam mengusut kasus. Entah itu kasus kematian Almarhum Helmi, ataupun kasus hilangnya Sekar."

"Ikut denganku saat pulang nanti, Za. Telepon dulu Bapakmu dan katakan bahwa kamu akan pulang terlambat karena ada urusan denganku sebagai sesama Guru. Aku akan membawamu ke rumah Zuna, agar kamu bisa bicara dengan kami secara leluasa," saran Diana.

Keadaan Beni jelas tidak baik-baik saja setelah jatuh terduduk dan terpeleset. Laki-laki itu akhirnya dipulangkan lebih awal agar bisa memeriksakan diri ke rumah sakit. Beberapa kelas yang harusnya diajar oleh Beni akhirnya hanya diberi tugas mencatat materi, agar tidak membuat keributan selama Beni tidak ada.

Setelah pulang mengajar, Diana langsung memberi tanda pada Reza untuk mengikuti laju mobilnya. Mita terus memperhatikan mereka berdua, namun tidak bisa melakukan apa-apa karena Zuna tampaknya tahu soal kedekatan kedua orang tersebut. Mita akhirnya hanya bisa menahan kekesalan ketika dirinya tidak bisa melakukan apa-apa terhadap Diana.

"Sialan! Beruntung betul hidupnya Diana! Kenapa bisa ada dua orang pria tampan yang betah sekali berada di sisinya seperti Zuna dan Reza? Bahkan Reza yang baru kenal Diana selama dua hari pun tampak tidak mau jauh-jauh dari Diana, di mana pun perempuan itu berada!" umpat Mita, dalam hati.

Reza benar-benar mengikuti mobil milik Diana hingga memasuki sebuah kompleks. Diana menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah pagar rumah berwarna maroon, sementara motor milik Reza diarahkan oleh Zuna yang sudah menunggu sejak tadi, agar motor itu bisa parkir di halaman rumahnya.

"Oh ... kalian tetangga rupanya," ujar Reza.

"Iya. Sudah enam tahun kami bertetangga selama tinggal di kota ini, Za," sahut Zuna.

"Eh? Bukannya Diana baru pindah ke sini karena kamu juga baru pindah tugas? Itu yang aku dengar dari beberapa Guru kemarin," heran Reza,

Zuna tertawa pelan. Diana datang tak lama kemudian, setelah ia menyimpan tas kerjanya di rumah dan mengambil buku agenda milik Almarhum Helmi.

"Ada apa?" tanya Diana.

"Reza percaya soal peranan yang kamu utarakan, bahwa kamu baru pindah ke sini karena mengikuti aku yang baru pindah tugas," jawab Zuna.

Diana pun ikut tertawa pelan sambil menatap Reza dengan ekspresi sedikit tidak enak. Reza langsung berkacak pinggang sambil menatap sebal ke arah dua sejoli di hadapannya tersebut.

"Ck-ck-ck! Wah ... kalian berdua benar-benar merancang drama sampai sedetail itu, ya? Aku saja yang Guru Kesenian tidak terpikir untuk membuat sebuah keadaan menjadi sedetail itu, loh, jika akan memainkan peran," heran Reza.

"Kalau kami tidak merancangnya sedetail mungkin, maka keberadaan Diana di SMP GENTAWIRA akan langsung terbongkar dalam waktu singkat, Za. Lagi pula, yang merancang cerita itu bukan aku, kok, tapi Diana sendiri. Dia adalah ahlinya dalam pengaturan siasat ketika sedang bertugas," ujar Zuna.

"Sudah ... sudah ... sebaiknya kita segera masuk saja ke dalam. Banyak hal yang harus kita bahas. Entah itu soal Almarhum Helmi ataupun soal Sekar yang sepertinya memang terkait dengan Rudi," ajak Diana.

"Iya, ayo. Silakan masuk, Za. Jangan sungkan-sungkan. Anggap saja rumah sendiri," sambut Zuna.

"Assalamu'alaikum," ucap Diana dan Reza, ketika memasuki pintu rumah Zuna.

"Wa'alaikumsalam. Duduk saja di mana pun kalian mau. Aku ganti baju dulu ke atas," pamit Zuna.

"Jangan lupa mandi, Zu!" titah Diana.

"Kamu juga belum mandi!" balas Zuna.

Setelah Zuna pergi, Diana langsung membuka satu buah kardus berisi buku agenda milik Almarhum Helmi. Reza hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat melihat tingkah Diana dan Zuna. Baginya, kedua insan tersebut sama sekali tidak terlihat wajar jika hanya memiliki hubungan persahabatan. Mereka benar-benar saling memberi perhatian satu sama lain. Benar-benar saling melindungi dengan cara masing-masing. Bahkan saling memahami perasaan, padahal salah satu dari mereka belum mengatakan apa-apa soal yang terjadi dengan perasaannya. Seperti yang Zuna rasakan tadi terhadap Diana, ketika wanita itu butuh menjernihkan pikiran. Zuna tahu ada yang tidak beres pada Diana, sehingga dengan cepat berusaha menghubunginya.

Zuna turun kembali ke lantai bawah, lalu pergi ke dapur untuk membuat minuman. Pria itu menyajikan minuman dan cemilan di meja ruang tamu, padahal Diana sudah menekuri buku-buku agenda milik Almarhum Helmi sejak tadi.

"Mau makan, Za? Nanti aku masakin sekalian kalau kamu mau makan," tawar Zuna.

"Bawa saja kompor induksimu ke sini, Zu. Bikin saja hotpot, biar aku juga bisa ikut makan," saran Diana, tanpa mengalihkan tatapannya dari buku agenda.

"Ah ... benar juga. Kebetulan aku punya banyak daging kali ini," Zuna setuju.

"Eh ... jangan repot-repotlah, Zu. Aku jadi enggak enak kalau kamu sampai harus repot," Reza berusaha menolak dengan halus.

"Makanya aku menyarankan pada Zuna untuk membuat hotpot, Za. Biar dia tidak repot dan kita tetap bisa makan bersama di sini," jelas Diana, seraya melayangkan tatapan sengitnya ke arah Reza.

Reza jelas beringsut ke arah sudut sofa dan langsung menyembunyikan wajahnya dengan bantal sofa, saat menerima tatapan sengit dari Diana. Zuna pun terkekeh saat melihat Reza yang baru pertama kali mendapat omelan dari Diana.

"Dia mirip sekali dengan Adikku kalau sedang jengkel padaku, Zu," bisik Reza.

"Maka sebab itulah dia cocok sekali saat bertemu dengan sosoknya Sekar," balas Zuna, ikut berbisik.

* * *

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now