22 | Membicarakan Rudi

834 70 21
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Zuna sudah menunggu di halaman SMP GENTAWIRA saat waktu makan siang tiba. Beni dan Mita melihatnya, lalu Beni memberi tanda pada Mita untuk menjalankan apa pun rencana yang sudah dipikirkan oleh Mita sejak tadi. Mita jelas langsung bersiap-siap, lalu mengarahkan tatapnya hanya ke arah Beni.

"Aku heran loh, Ben, kenapa bisa ya ada perempuan yang seenaknya dekat dengan dua laki-laki sekaligus seperti dia? Dulu waktu kita masih sekolah dan pacaran sama Kalingga, aku pikir dia itu perempuan polos. Eh ... ternyata dia sama saja dengan perempuan lain di luar sana yang hobi mempermainkan laki-laki. Alasannya klasik banget, loh. Kami cuma bersahabat, enggak lebih. Di sekolah sahabatannya dengan siapa, di luar sahabatannya dengan siapa. Benar-benar munafik perempuan seperti dia itu," ujar Mita, sengaja ingin membuat Zuna mendengar semuanya.

Beni dan Mita kini sudah melewati tempat keberadaan Zuna yang masih menunggu. Reza muncul tak lama kemudian, membuat Zuna segera bangkit dari tempatnya duduk untuk menyapa pria itu.

"Reza."

"Zuna."

Kedua pria itu berjabat tangan. Beni dan Mita sama-sama berbalik ketika mendengar kedua orang itu saling menyapa. Mereka cukup kaget karena tampaknya kedua orang tersebut sangat akrab, hingga saling menyapa seperti sudah lama berteman.

"Mana Diana, Za? Kok belum kelihatan dia?" tanya Zuna.

"Masih di Ruang Guru, Zu. Dia habis konser bersama para siswi di kelas 2-B, setelah shalat Jum'at selesai. Jadi ... mungkin dia sedang meregangkan tenggorokannya sebelum makan siang," jawab Reza.

"Konser? Konser apa?" kaget Zuna.

"Lihat saja WhatsApp story punya Diana. Kamu akan paham kalau lihat sendiri, karena dia merekam konser dadakannya tadi," saran Reza.

Zuna segera mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk tidak terlihat sangat antusias.

"Tapi Diana baik-baik saja selama berada di sekolah, 'kan, Za? Tidak ada yang membuat mood-nya buruk, 'kan?" tanya Zuna lagi.

"Alhamdulillah Diana baik-baik saja selama berada di sekolah, Zu. Aku akan selalu bantu kamu jaga dia seperti yang sudah aku katakan kemarin. Kamu tenang saja."

"Alhamdulillah kalau begitu. Aku khawatir sama Diana, Za. Aku selalu kepikiran sama dia kalau sedang bertugas. Soalnya aku tahu, bahwa di sekitarnya ada perempuan bermulut Dajal yang hobi fitnah kanan-kiri tentang dia. Jadi aku cukup lega, karena sekarang ada kamu di sampingnya saat aku enggak bisa jaga dia. Terima kasih banyak, Za," ucap Zuna, dengan sangat tulus.

Mita jelas mendengar, bahwa dirinya baru saja disebut perempuan bermulut Dajal oleh Zuna di depan Reza. Meski Zuna tidak menyebut namanya, namun ia tahu bahwa perempuan yang sedang dibicarakan oleh Zuna saat itu adalah dirinya, bukan perempuan lain. Mita hendak kembali dan membuat perhitungan pada Zuna, namun Beni segera menarik lengan Mita dan mengajaknya pergi dari sana. Mereka jelas tidak boleh terlibat masalah apa pun dengan Polisi, karena Zuna akan memiliki banyak cara untuk membuat Mita terkena tuntutan hukum jika sampai berani menyerangnya.

Diana keluar tak lama kemudian, lalu segera disambut oleh Zuna dan Reza yang sama-sama mengulurkan lengan mereka agar bisa dirangkul olehnya. Wanita itu langsung berdiri di tengah-tengah dan merangkul kedua lengan yang terulur tersebut. Saat mereka bertiga mulai beranjak meninggalkan halaman SMP GENTAWIRA, Rudi keluar dari Ruang Guru dan mencoba mengawasi Diana serta gerak-geriknya. Ia jelas masih merasa khawatir kalau Diana sudah melihat isi buku agenda milik Almarhum Helmi, meski pengakuannya sama sekali tidak mengungkit soal isi dari buku agenda tersebut.

"Sebaiknya kita jalan lebih cepat," bisik Diana. "Rudi sedang mengawasi aku."

Zuna dan Reza mendengar yang Diana ucapkan. Hal itu membuat mereka berdua segera bertindak sewajar mungkin seperti biasanya.

"Hm ... ada yang benar-benar habis konser rupanya," goda Zuna.

Reza pun tertawa geli, karena tahu bahwa Diana akan menjadi bulan-bulanan Zuna siang itu. Wajah Diana mendadak kembali memerah seperti yang terjadi tadi, saat dirinya tersadar bahwa Reza serta para siswa kelas 2-B sudah berada di ambang pintu kelas dan menonton permainan pianonya sampai selesai. Para siswa di kelas itu sempat merasa tidak adil karena Diana hanya mau bernyanyi bersama para siswi, hingga akhirnya Reza harus turun tangan untuk menenangkan para siswa.

"Sudahlah, Zu. Cukup tadi saja aku merasa sangat malu, jangan ditambah lagi," mohon Diana.

"Dia hampir menyanyikan lagu kedua, andai aku tidak berhasil menenangkan para siswa yang merasa Diana tidak adil," lapor Reza.

"Astaghfirullah, Za ... jangan lapor masalah itu ke Zuna, dong. Sudah susah payah aku mencoba menghindar agar tidak perlu dibahas panjang. Malah kamu yang melapor ke dia," protes Diana.

Reza dan Zuna tertawa kompak saat melihat wajah nelangsa Diana saat itu. Kalingga dan Sumardi melihat mereka bertiga melintas. Keduanya terus memperhatikan serta mulai bertanya-tanya, mengapa Diana bisa seakrab itu terhadap Zuna dan Reza pada satu waktu bersamaan.

"Apa benar kalau Diana hanya bersahabat dengan Zuna, sehingga kini dia juga bisa seakrab itu dengan Guru bernama Reza itu?" tanya Kalingga.

"Kalau jawabannya adalah 'iya', kamu mau apa? Mau berusaha lagi mendekati Diana? Kamu masih belum mau menyerah setelah mendengar sendiri pengakuan penuh lukanya kemarin?" Sumardi balas bertanya.

Kalingga kembali disadarkan oleh kenyataan soal luka yang Diana rasakan, akibat kesalahan yang ia perbuat dimasa lalu. Laki-laki itu pun segera beranjak dari tempatnya, lalu berusaha kembali melupakan harapannya tentang Diana.

"Menurut kalian Rudi tidak akan mengikuti kita, 'kan?" tanya Diana, kembali berbisik-bisik.

"Rudi tidak akan mengikuti kita untuk makan di tempat murah seperti ini. Dia sejak dulu paling anti makan di tempat seperti ini, Na," jawab Reza, yang tahu betul soal kebiasaan Rudi.

"Memangnya kenapa? Apakah Rudi dan kamu sempat membicarakan sesuatu, yang mungkin membuat Rudi merasa harus mengawasi kamu?" tanya Zuna.

"Iya. Aku membicarakan soal isi laci milik Almarhum Helmi ketika dia mengamati meja yang aku tempati saat ini. Aku bilang padanya, kalau meja itu sudah aku bersihkan. Isinya hanya ada alat tulis dan satu buah buku agenda. Lalu kubilang, semua itu sudah aku buang ke tempat sampah samping sekolah pada hari pertama aku mengajar. Eh, setelah itu kedua tangannya malah langsung gemetaran. Dia mencoba menyembunyikan hal itu dariku dengan cara memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Tapi ekspresi gelisahnya tidak bisa dia sembunyikan. Sejak itulah dia sepertinya mengawasi aku, bahkan sampai saat aku akan keluar bersama kalian berdua," jelas Diana.

Zuna dan Reza pun langsung saling menatap satu sama lain, setelah mendengar penjelasan Diana.

"Mencurigakan. Kenapa dia peduli dengan buku agenda milik Almarhum Helmi? Berarti kemungkinan ada hal yang dia tutupi ketika kematian Helmi terjadi itu benar adanya," tanggap Reza.

* * *

Rahasia Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang