32 | Menjalani Bagian Masing-masing

776 67 17
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Sesampainya Diana di mobil, ia langsung menghubungi Zuna sambil melajukan mobilnya meninggalkan halaman parkir SMP GENTAWIRA. Nada sambung terdengar beberapa kali, sampai akhirnya Zuna mengangkat telepon dari Diana.

"Halo, assalamu'alaikum, Na," sapa Zuna.

"Wa'alaikumsalam, Zu. Jangan katakan apa-apa dan dengarkan aku saja. Aku mau cerita," tegas Diana.

"Oh, oke Tuan Putri. Silakan ... mau cerita apa? Ada yang bikin kamu kesal hari ini?" tanya Zuna, menebak-nebak.

"Dengarkan aku, Zuna Adiwilaga," rengek Diana.

"Iya ... iya ... oke. Aku akan dengarkan kamu."

"Misiku sudah selesai. Yang harus aku lakukan di ruangannya Rudi sudah aku lakukan. Setelah itu aku keluar dan kembali ke mejaku untuk berpura-pura mengerjakan sesuatu. Guru-guru kembali ke Ruang Guru tidak lama setelah aku menyelesaikan misi. Reza langsung mendekat padaku karena mungkin dia menerima pesan dari kamu. Dia membantuku dengan cara menanyakan bagaimana keadaanku saat itu dan apakah aku baik-baik saja. Aku menanggapi bantuannya sebagaimana mestinya, agar akting kami berjalan lancar dan aku bisa segera pergi dari sekolah. Tapi yang aku tidak tahu, ternyata mantan pacar gilamu mendengarkan pembicaraan kami. Saat aku akan pergi, dia langsung menyindir dengan mulut busuknya. Dia bilang, 'Enak sekali menjadi 'pick me girl'. Sakit sedikit langsung dapat perhatian'. Uh ... seandainya Reza tidak menahan aku dan mendorongku agar cepat pergi dari Ruang Guru, emosiku pasti akan meledak di tempat," ungkap Diana, meledak-ledak.

"Kenapa kamu menahan diri, Na? Kenapa kamu tidak meledak saja di depannya? Aku akan mendukungmu jika memang ingin meledakkan emosi padanya," tanggap Zuna, sangat antusias.

"Waktunya tidak tepat, Zu. Aku harus menjalankan misi selanjutnya, sementara dia membuatku kesal tepat pada saat aku akan pergi. Oh ... menghadapi perempuan itu benar-benar membuatku menguras tenaga meski tidak melakukan apa pun."

"Ya, seperti itulah yang aku rasakan saat ...." Zuna terdiam sebentar. "Mari kita membahas yang lain, Na. Aku sekarang masih mengikuti Rudi. Dia saat ini berada di sebuah Rumah Sakit. Tapi aku tidak tahu dia melakukan apa di Rumah Sakit ini. Aku berusaha mengikutinya, tapi pada akhirnya dia masuk ke sebuah ruangan yang hanya bisa diakses oleh dirinya sendiri."

"Dia masuk ke sebuah ruangan yang hanya bisa diakses oleh dirinya sendiri?Apakah mungkin hal itu ada kaitannya dengan kuasa Ibunya yang berprofesi sebagai Dokter? Apakah kamu akan menyelidiki Rumah Sakit yang Rudi kunjungi saat ini?" tanya Diana.

"Ya. Aku akan menyelidiki Rumah Sakit ini, lalu mulai mencari tahu soal apa yang ada di ruangan khusus itu. Rudi mendatangi Rumah Sakit ini dengan sebuah alasan. Jadi alasan itulah yang harus kucari tahu untuk mendapat jawaban soal gerak-gerik Rudi," jawab Zuna.

"Oke. Aku baru sampai di tempat penyewaan. Nanti akan aku hubungi kamu lagi setelah mendapatkan semua yang ada di dalam loker sewaan Almarhum Helmi. Assalamu'alaikum."

"Iya. Hati-hati, Na. Wa'alaikumsalam."

Setelah menutup telepon, Diana langsung membuka kemeja yang dipakainya dan memakai kaos lengan panjang bertudung yang tersimpan di dalam laci dashboard. Tak lupa ia mengikat rambutnya sebelum memakai tudung dari kaosnya, lalu memakai masker untuk menutupi wajahnya. Diana meraih kotak berbahan plastik yang selalu stand by di bagian belakang mobilnya. Ia kemudian membawa kotak tersebut menuju ke tempat penyewaan. Langkahnya langsung tertuju pada loker nomor empat ratus empat puluh satu. Diana segera membuka kunci pada loker tersebut dengan kata sandi dari buku agenda milik Helmi tanpa berbasa-basi. Ketika pintu loker itu terbuka, Diana pun segera memindahkan semua barang yang ada di dalam loker tersebut pada kotak plastik yang dibawanya. Tak lupa, ia mengambil beberapa foto dari ponselnya agar bisa melakukan sesuatu.

DIANA
Aku baru keluar dari tempat penyewaan. Semua barang dalam loker yang disewa Almarhum Helmi sudah aku bawa dan akan langsung kubawa ke rumah.

ZUNA
Aku masih di Rumah Sakit, Na. Rudi baru akan pergi dari sini. Aku sempat tanya-tanya sama cleaning service di Rumah Sakit ini soal ruangan yang Rudi datangi. Katanya, ruangan yang Rudi datangi adalah ruang khusus jenazah yang tidak diketahui asal-usul ataupun keluarganya. Di ruangan itu ada banyak jenazah tak dikenal, yang bahkan namanya pun tidak diketahui.

Diana yang tengah mengemudi mendadak heran saat membaca pesan dari Zuna saat itu. Ia memutuskan kembali menelepon Zuna seperti tadi, agar tidak perlu repot memegang ponsel saat menyetir.

"Hai, Na. Aku sudah di mobil dan akan kembali mengikuti mobilnya Rudi," ujar Zuna.

"Ya, aku juga sudah menuju ke rumah saat ini. Aku akan mengabari Reza juga setelah ini, agar dia tidak merasa khawatir. Aku mau membicarakan soal pesan kamu yang terakhir, Zu. Ruang khusus jenazah yang tidak diketahui asal-usulnya? Menurutmu untuk apa Rudi datang ke situ?" tanya Diana.

"Untuk memeriksa sesuatu, mungkin. Aku belum tahu pasti dan tidak berani juga menebak-nebak soal apa yang dilakukan oleh Rudi di ruangan itu. Tapi yang jelas tidak mungkin Rudi mau mengunjungi jenazahnya Sekar, 'kan? Almarhum Helmi menulis di buku agendanya dengan sangat jelas, bahwa pada hari pembunuhan itu terjadi mereka langsung menguburkan tubuh Sekar yang sudah tidak bernyawa. Mungkin ada urusan lain yang membuat Rudi berkunjung ke ruangan itu," jawab Zuna.

"Aku harap begitu. Tapi tidak ada salahnya bagi kita berdua untuk memeriksa ruangan itu, 'kan? Jadi bagaimana pun caranya, sebaiknya kita harus menemukan jalan untuk bisa masuk ke sana."

"Ya, aku setuju. Nanti akan aku rundingkan sama Pak Septian. Siapa tahu Pak Septian punya cara agar kita bisa memiliki akses ke sana."

"Oke. Nanti aku kabari lagi. Sekarang aku mau telepon Reza lebih dulu, biar dia enggak merasa was-was di sekolah. Assalamu'alaikum," pamit Diana.

"Iya, kabari Reza secepatnya. Nanti kita bertemu lagi setelah aku tiba di rumah. Wa'alaikumsalam."

Diana benar-benar segera menghubungi Reza tak lama kemudian. Reza yang sedang mengajar di sekolah, meminta jeda sejenak pada para siswa dan siswi karena akan mengangkat telepon di luar kelas. Ia terus mengawasi keadaan di sekitarnya, karena tidak ingin ada yang mendengar pembicaraannya dengan Diana di telepon.

"Assalamu'alaikum. Kamu di mana?" tanya Reza, tanpa menyebut nama Diana sama sekali.

"Wa'alaikumsalam, Za. Sekarang aku sudah di jalan menuju ke rumah. Aku dan Zuna menemukan tempat penyimpanan milik Almarhum Helmi, Za. Zuna menemukannya karena mengikuti Rudi, dan aku yang akhirnya mengeksekusi isi tempat penyimpanan itu. Semua yang Almarhum Helmi simpan di sana sudah ada di tanganku. Insya Allah nanti akan aku beri tahu kamu, tentang apa saja isi dari tempat penyimpanan itu," janji Diana.

"Ya, oke. Akan aku tunggu kabar selanjutnya dari kamu."

"Oke. Kalau begitu tetaplah bertindak normal seperti biasanya. Jangan sampai kamu menarik perhatian siapa pun, terutama Rudi. Assalamu'alaikum, Za."

"Wa'alaikumsalam."

Saat Reza menyimpan ponselnya ke dalam saku, seseorang ternyata sudah berdiri tidak jauh darinya dan menatap tepat ke arahnya.

"Telepon dari Diana, Pak Reza?" tebak Beni, sedikit sinis.

"Bukan, Pak Beni. Barusan adalah telepon dari pacar saya," jawab Reza, mengelak dengan mulus.

* * *

Rahasia Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang