16 | Dihantui

866 75 45
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

SMP GENTAWIRA sudah sepi setelah semua siswa, siswi, dan para Guru pulang. Yang tersisa hanyalah Rudi yang masih memeriksa beberapa berkas di ruangannya dan dua orang cleaning service di area koridor. Rudi baru saja akan pulang saat ruangannya mendadak terasa dingin luar biasa. Sosok Helmi muncul di ruangan itu dan menatap marah ke arah Rudi. Rudi merasa merinding, lalu mulai memperhatikan keadaan sekitarnya. Sosok Helmi kemudian membanting pintu lemari di ruangan itu, hingga membuat Rudi terlonjak dari kursinya.

"Apa itu? Kenapa pintu lemari itu mendadak terbanting sendiri?" gumam Rudi, bertanya-tanya.

Tak sampai di situ. Tumpukan berkas yang baru saja selesai dibereskan oleh Rudi sengaja dijatuhkan oleh sosok Helmi, hingga semuanya berhamburan di lantai. Rudi mulai gemetaran saat kejadian-kejadian aneh itu terjadi di depan matanya. Dengan terburu-buru laki-laki itu segera meraih kunci mobil, ponsel, dan tas kerjanya, lalu segera meninggalkan ruangan itu untuk pulang. Sosok Helmi mengikutinya. Dia jelas tidak akan melepaskan Rudi begitu saja, setelah laki-laki itu menghalangi penyelidikan atas kematiannya. Ia ingin membalas dendam dan Rudi adalah sasaran utamanya.

Diana menghadapi Zuna setelah pulang mengajar. Zuna terlihat sedikit canggung terhadap wanita itu, karena merasa sedikit bersalah akibat nada bicaranya begitu tinggi melalui voice note. Ia tidak bisa mengontrol kemarahannya, sehingga tidak sadar jika sudah berbicara sekeras itu pada Diana.

"Zu ... aku ... aku mau minta maaf soal yang ...."

"Aku yang harusnya minta maaf, Na," potong Zuna dengan cepat. "Marahku pada siapa, tapi kemarahan itu malah aku luapkan padamu. Aku yang seharusnya memohon maaf, bukan kamu."

"Tapi aku juga salah, Zu. Seharusnya aku enggak memiliki niatan untuk mencoba mendekatkan kamu lagi dengan Mita. Aku ... seharusnya sadar bahwa punya niatan seperti itu hanya akan membuka luka lama yang sudah susah payah kamu coba sembuhkan. Aku ...."

"Belanja, yuk," ajak Zuna, tiba-tiba. "Persediaan kulkasku sudah menipis, jadinya harus belanja. Kamu mau menemani aku belanja, 'kan?"

Diana langsung mengangguk dan segera merangkul lengan Zuna seperti biasanya.

"Tapi belanjanya sambil dengar aku cerita, ya. Soalnya banyak yang aku mau ceritakan sama kamu hari ini," pinta Diana.

"Iya, boleh. Cerita saja. Insya Allah aku akan dengarkan dan tanggapi jika ada yang perlu ditanggapi," janji Zuna.

Mereka berdua pun segera pergi menuju supermarket dan membatalkan niatan untuk pulang ke rumah masing-masing. Setibanya di supermarket, Zuna langsung mengambil troli dan tetap membiarkan Diana merangkul lengannya. Kebiasaan itu tidak pernah berubah sejak Zuna bertemu lagi dengan Diana pada tahun dua ribu sepuluh. Setiap kali mereka berdua pergi berbelanja, Zuna akan selalu membiarkan Diana merangkul lengannya sepanjang waktu, karena takut kalau wanita itu akan hilang dari sisinya.

"Hari ini aku sama sekali tidak melihat sosoknya Helmi, Zu. Beberapa kali aku bolak-balik di koridor ketika akan menuju ke kelas yang kuajar, tetap saja aku tidak menemukan sosoknya. Bahkan saat aku mengajar di kelas 2-B, sosoknya juga tidak berada di sana," ujar Diana.

"Mungkin sosoknya Helmi saat ini sedang gencar-gencarnya muncul di rumah, karena Bu Marti masih berduka dan meratapi kepergiannya. Biasanya juga selalu begitu, 'kan?" tanggap Zuna.

"Hm, kamu benar juga soal itu. Dia pasti sedang gencar-gencarnya muncul di rumah daripada di tempat dia meninggal. Nanti setelah orang di rumahnya tidak lagi meratapi kepergiannya, barulah dia akan sering muncul di tempat dirinya meninggal secara tidak wajar," Diana menyetujui pendapat yang Zuna utarakan.

"Tapi bisa jadi juga, dia sedang menghantui orang yang membunuhnya dan orang yang menghalangi penyelidikan atas kematiannya. Aku sih berharap kalau sosoknya Helmi saat ini sedang menghantui orang yang menghalangi penyelidikan atas kematiannya. Biar orang itu tahu rasanya dihantui," ungkap Zuna.

"Maksudmu ... kamu ingin Rudi dihantui oleh sosoknya Helmi?"

"Mm, iya. Bagaimana? Keinginanku yang satu itu cukup bagus, 'kan?"

Diana langsung mencubit lengan Zuna yang sedang dirangkulnya dengan penuh keikhlasan. Zuna meringis saat merasakan cubitan Diana.

"Enggak bagus, dong! Jangan suka berharap sesuatu yang buruk akan terjadi pada seseorang. Kata-kata itu adalah doa, Zu. Takutnya kamu malah jadi berdosa karena mendoakan yang jelek-jelek terhadap orang lain," jawab Diana.

"Iya, Na. Iya. Ampun. Aku cuma bercanda kok, barusan," jelas Zuna.

"Eh ... tapi ada yang aneh hari ini, Zu," lanjut Diana.

"Aneh? Apanya yang aneh?" tanya Zuna, seraya mengambil beberapa bungkus butter dan menyimpannya pada troli.

"Sejak tiba di sekolah, sosoknya Sekar terus mengikuti aku. Dia sepertinya senang berada di dekatku. Tapi, terkadang ada waktunya dia mendadak tersenyum sangat cantik seperti yang kemarin kita lihat sebelum dia menghilang. Terkadang juga dia terlihat datar-datar saja. Lalu pada kesempatan lain, dia akan terlihat sangat marah dan kemarahannya itu akan muncul saat di sekitarnya ada Beni dan Rudi yang sedang mengobrol. Aku jadi bertanya-tanya, siapa di antara kedua laki-laki itu yang bisa memancing kemarahan Sekar. Karena aku melihat wajah marahnya itu sudah dua kali, Zu. Pertama kalinya adalah kemarin. Saat aku mengajar di salah satu kelas, Beni dan Rudi mendadak lewat di depan kelas itu. Wajah Sekar langsung terlihat sangat marah dan berakhir setelah kedua laki-laki itu tidak lagi terlihat di balik jendela. Nah, wajah marah Sekar yang selanjutnya terjadi lagi tadi di Ruang Guru setelah makan siang. Aku curiga, adanya sosok Sekar di sekolah itu adalah karena perbuatan salah satu dari kedua laki-laki itu," jelas Diana.

Zuna menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Diana.

"Maksudmu ... ada kemungkinan sosok Sekar yang terus berada di sekolah, asal mulanya adalah karena akibat perbuatan Beni atau Rudi?" tanya Zuna.

"Mm ... aku curiga begitu. Tapi itu baru kecurigaanku saja, Zu. Aku enggak bisa tanya langsung pada Sekar. Kamu tahu 'kan, arwah yang bergentayangan tidak bisa ditanyai soal pusat kemarahannya. Arwah itu akan langsung menghindari kita selamanya, sampai kita akhirnya tidak akan bisa menemukan kebenaran tentang penyebab keberadaannya."

"Iya, aku tahu itu. Makanya aku juga tidak menyarankan padamu untuk bertanya-tanya pada sosok Sekar soal pusat kemarahannya."

Mereka berdua berhenti tepat di depan rak besar berisi sayur dan buah-buahan. Zuna mengambil buah kiwi dan anggur, sementara Diana mengambil buah pir.

"Oh ya, aku juga mau cerita soal Reza," ujar Diana.

"Soal dia yang ganteng dan gantengnya melebihi Angga Yunanda?" sinis Zuna.

"Bukan, Zu. Aku mau cerita soal cara dia menenangkan aku, setelah aku selesai meneleponmu untuk minta maaf masalah Mita. Dia bilang padaku, bahwa dia tahu bagaimana perasaan kamu saat kehilangan Adikmu, karena dia juga ada di posisi yang sama dengan kamu sampai detik ini. Dia kemudian cerita padaku soal Adik perempuannya yang hilang tanpa jejak dan sampai saat ini jejak keberadaannya tidak pernah ditemukan sama sekali, termasuk oleh pihak kepolisian yang mengusut kasusnya," jawab Diana.

* * *

Rahasia Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang