14 | Penilaian Dari Reza

834 85 13
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mita sama sekali tidak menyangka akan mendengar Zuna mengungkit kejadian masa lalu, yang berusaha dia tutupi dari semua orang selama ini. Bahkan Beni sekalipun ikut merasa kaget, saat tahu yang sebenarnya dari pengakuan Zuna sendiri.

"Tega kamu, Mit! Aku pikir kamu putus dengan Zuna hanya karena dia telah kehilangan semua kekayaan yang keluarganya miliki akibat kebakaran itu! Zuna tidak pernah bilang padaku selama ini, bahwa alasannya putus hubungan denganmu adalah karena kamu yang menjadi penyebab dia kehilangan kesempatan menyelamatkan satu-satunya yang bisa dia selamatkan! Ya Allah ... aku bahkan sering menyebut nama kamu ketika sedang jahil padanya, sebagai satu-satunya mantan kekasih yang pernah menjalin hubungan dengannya. Andai aku tahu kalau kamu adalah salah satu penyebab dia kehilangan kesempatannya atas diri Almarhumah Rania, demi Allah aku tidak akan sudi menyebut-nyebut namamu setiap kali bercanda dengannya!" ungkap Diana, dengan suara yang rendah karena tidak ingin menarik perhatian orang-orang di warung tongseng itu.

Reza segera meraih ponsel Diana dan mengunci layarnya. Ia kemudian mencoba menenangkan Diana, agar bisa kembali tenang. Mita sendiri kini jadi serba salah di hadapan Diana, Beni, ataupun Reza. Wanita itu memilih untuk segera bangkit dari kursinya dan pergi begitu saja, setelah membayar makanan yang bahkan belum sempat disentuhnya. Mita jelas tidak bisa memberi penjelasan ataupun pengelakan. Jadi, pergi dari hadapan Diana adalah jalan satu-satunya yang bisa dia tempuh.

Diana menyeka airmatanya dan meminta ponselnya yang dipegang oleh Reza. Reza memberikan ponsel itu ke tangan Diana, lalu membiarkan Diana mencoba menghubungi Zuna kembali. Wanita itu kini memilih menelepon Zuna, bukan lagi mengirimkan voice note.

"Dia pergi, Zu. Dia pergi setelah aku ..." Diana kembali menangis pelan, "maaf ... maafkan aku, Zu. Aku benar-benar enggak tahu kalau orang yang kamu bicarakan dengan penuh kebencian itu adalah Mita. Demi Allah aku enggak tahu Zu."

Entah apa yang dikatakan oleh Zuna di seberang sana, namun Reza dan Beni yakin kalau Zuna kini sedang berusaha menenangkan Diana setelah mendengar suara tangisnya.

"Ya. Akan aku coba makan, meski saat ini aku sudah tidak lagi memiliki nafsu makan. Nanti kita bicara lagi, oke? Please?" mohon Diana, begitu lembut.

Beni bangkit dari kursinya dan pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun. Laki-laki itu mungkin ingin mengejar Mita untuk meminta penjelasan. Kini yang tersisa di sisi Diana hanyalah Reza. Diana berusaha menenangkan diri, agar tidak menjadi canggung terhadap pria itu.

"Aku tahu rasanya ada di posisi sahabatmu itu. Aku juga pernah kehilangan Adik perempuan satu-satunya yang paling aku sayang, sama seperti dia," ujar Reza, berusaha tersenyum meski sedang menceritakan tentang lukanya.

Diana menatap ke arah Reza ketika pria itu mulai bicara. Reza sendiri kini tengah membantu Diana memotong-motong daging tongseng, agar menjadi bagian-bagian kecil sehingga mudah dicerna. Diana tahu bahwa saat itu Reza juga ingin dirinya makan, seperti yang Zuna harapkan sebelum menutup telepon darinya. Jadi mau tidak mau, Diana benar-benar menyuap nasi dan daging ke mulutnya, meski selera makannya sudah menguap sejak tadi.

"Aku sempat kehilangan arah ketika tidak pernah lagi bisa bertemu dengannya. Aku sekeluarga tidak menemukan Adikku yang mendadak hilang pada suatu hari dimusim hujan. Seharusnya dia pulang sekolah seperti biasanya dan tiba di rumah tepat waktu. Tapi entah kenapa hari itu dia terlambat pulang yang bertepatan dengan hujan deras tanpa henti. Kami pikir, dia sedang berteduh di suatu tempat dan akan pulang jika hujannya sudah mulai reda. Tapi sampai malam tiba, dia tidak pernah muncul. Dia tidak pernah pulang lagi. Dia hilang, dan bahkan jejaknya sampai hari ini tidak pernah kami temukan. Polisi sudah membantu, tapi hasilnya nihil. Kalau menurut kesaksian teman-temannya, hari itu mereka tidak pernah pulang bersama dengan Adikku. Dia tertinggal di sekolah karena ada tugas tambahan dari Ketua OSIS. Tapi saat Ketua OSIS ditanyai oleh Polisi, dia mengaku kalau Adikku memang pulang paling terakhir dari sekolah. Bahkan dirinya pun sudah pulang duluan dari pada Adikku, karena Adikku tidak mau menunda tugasnya dan merasa harus menyelesaikannya pada hari itu juga. Lalu setelah itu, benar-benar tidak ada lagi keterangan apa-apa yang bisa menunjukkan tentang keberadaan Adikku. Sekolah-sekolah pada masa itu tidak memiliki CCTV seperti yang dimiliki sekolah-sekolah dimasa sekarang. Dia hilang begitu saja tanpa jejak, dan hal itu membuat perasaanku terombang-ambing selama bertahun-tahun tanpa sebuah kejelasan," tutur Reza.

"Lalu, apakah kamu masih mencoba mendatangi Kantor Polisi yang mengusut masalah hilangnya Adikmu itu?" tanya Diana.

"Ya, sesekali," jawab Reza, yang kemudian kembali tersenyum penuh luka. "Tapi kenyataan yang aku dapat tetaplah sama. Tidak ada yang pernah berubah sejak terakhir kali Polisi memberikan hasil pencarian mereka. Adikku tidak pernah ditemukan, bahkan jika itu hanya tas sekolahnya saja. Semua yang ada padanya hari itu juga hilang dan tidak ditemukan seperti jejaknya."

Diana pun menepuk-nepuk pelan pundak Reza, untuk memberikan ketenangan pada pria itu. Reza menoleh dan menatap ke arah Diana yang juga tengah menatapnya.

"Dunia ini penuh dengan misteri. Ada kalanya kita harus bersabar demi mendapatkan sebuah jawaban, meski mungkin jawaban itu terlihat sangat mustahil untuk kita dapatkan. Kamu juga harus begitu. Bersabarlah lebih dari yang sebelumnya. Yakinkan diri kamu, bahwa suatu hari akan ada jawaban yang datang tentang keberadaan Adikmu. Dengan begitu, Allah akan membantumu dengan kuasa-Nya," ujar Diana, mencoba meyakinkan Reza untuk tidak patah semangat.

Reza pun tersenyum lagi seperti tadi, setelah mendengar yang Diana katakan untuk menguatkannya.

"Sekarang aku tahu, kenapa Zuna bisa sampai jadi sedekat itu denganmu. Tadi aku mendengar Mita bicara pada Beni, bahwa dulu Zuna tidak pernah merangkul dia seperti Zuna merangkulmu. Aku tahu jawabannya. Zuna merasa sangat nyaman ada di sampingmu, karena kamu memang bisa memberi kenyamanan untuknya tanpa membuat dia merasa canggung. Seperti yang sedang kuterima saat ini, seperti itulah yang Zuna rasakan ketika kamu ada di sampingnya saat dia sedang berusaha menyembuhkan luka," ujar Reza.

Diana menggelengkan kepalanya seraya mencoba kembali tersenyum.

"Enggak setiap saat aku memberi Zuna kenyamanan. Kadang aku lebih sering memberi dia bahan pemicu darah tinggi, sehingga dia akan berceramah dan mengomel sepanjang waktu."

Reza pun ikut tertawa pelan.

"Tapi di situlah uniknya kamu, Diana. Kamu bisa membuat dia nyaman, kamu bisa buat dia marah-marah, dan kamu juga bisa buat dia tertawa. Karena dengan semua caramu itu, dia akhirnya sembuh secara perlahan-lahan."

* * *

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now