43 | Saling Mengungkapkan

1K 71 17
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Zuna terus mondar-mandir dengan gelisah di ruang tengah rumah Diana malam itu. Sejak ia menjemputnya dari restoran setelah Rudi tidak bersamanya, Diana tidak mengatakan apa-apa dan berwajah sangat murung. Setibanya di rumah, Diana langsung masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya rapat-rapat. Zuna bisa mendengar suara shower yang terus dinyalakan oleh Diana, serta mendengarnya muntah berulang-ulang kali. Ia benar-benar tidak tahu ada apa dengan Diana saat bertemu Rudi. Firasat Zuna mengatakan bahwa Diana telah mendengar sesuatu yang cukup membuatnya merasa marah, namun tidak bisa melampiaskan marahnya secara langsung kepada Rudi. Ia kenal betul bagaimana Diana jika sudah mulai menahan-nahan amarah. Wanita itu akan mengalami mual yang hebat, hingga akhirnya muntah padahal tidak mengalami sakit.

Setelah hampir satu jam menunggu, Zuna akhirnya memutuskan untuk mendekat ke pintu kamar mandi. Ia mulai mengetuk pelan pintu tersebut, karena tidak ingin membuat Diana merasa dipaksa agar keluar.

"Na. Ayolah, Na, cepat keluar dari kamar mandi dan cerita padaku. Aku akan dengarkan semuanya meskipun ceritamu adalah hal yang paling buruk sekalipun," mohon Zuna.

Samar-samar, Zuna akhirnya mendengar isak tangis yang begitu pelan dari dalam kamar mandi. Diana tengah menangis, membuat Zuna semakin merasa penasaran dengan apa yang sudah wanita itu lewati bersama Rudi.

"Rudi enggak berbuat macam-macam sama kamu, 'kan, Na? Dia enggak melecehkan kamu, 'kan?" tanya Zuna, dengan suara agak sedikit meninggi.

Diana masih belum juga menjawab, namun suara isak tangis yang tadi Zuna dengar perlahan mulai menghilang.

"Na, please, kalau ada apa-apa langsung cerita sama aku. Jangan dipendam sendiri, Na. Bilang padaku kalau Rudi berbuat kurang ajar sama kamu. Aku akan menghajar dia dan membuat dia babak belur tanpa belas kasih. Kalau perlu aku akan ...."

Pintu kamar mandi mendadak terbuka dan membuat Zuna terdiam. Diana tampaknya baru selesai mandi. Namun titik-titik air yang tersisa di wajahnya tidak bisa menyamarkan kedua matanya yang sembab akibat menangis. Zuna tidak lagi mengatakan apa pun, ia lebih memilih menarik Diana ke dalam pelukannya agar wanita itu kembali mendapatkan rasa nyaman.

"Kenapa pulang-pulang langsung mandi? Tumben," Zuna ingin tahu.

"Rudi tadi sempat membelai-belai rambutku saat kami sedang mengobrol. Aku merasa jijik dengan sentuhan tangannya, jadinya aku memutuskan langsung mandi saat pulang," jawab Diana, dengan suara yang agak sedikit serak.

"Terus, kenapa kamu juga muntah-muntah dan menangis? Kamu menahan amarah sejak tadi dan baru bisa terluapkan saat tiba di rumah?" tebak Zuna.

Diana pun mengangguk. Wanita itu melingkarkan tangannya pada pinggang Zuna dengan erat. Entah kenapa Diana berharap dirinya tidak kehilangan sandaran malam itu, setelah mendengar semua pengakuan yang Rudi katakan saat sedang bersamanya.

"Pokoknya kita harus segera menuntaskan semuanya, Zu. Aku enggak mau ada yang ditunda-tunda. Aku mau jasad Sekar segera ditemukan, agar Rudi bisa menerima hukuman yang sangat berat," mohon Diana.

Zuna pun teringat dengan rencana penyamaran menjadi perawat yang Diana tawarkan. Zuna tidak mau bertanya terlalu jauh tentang apa yang terjadi di restoran tadi. Ia merasa kalau Diana tidak perlu diberi pertanyaan, karena Diana akan bicara dengan sendirinya tanpa ditanya. Zuna segera mengajak Diana ke ruang depan, agar Diana bisa bersandar santai di sofa setelah melewati hari yang cukup berat. Diana sendiri justru meraih tas yang dipakainya, lalu menyodorkan ponsel rahasianya kepada Zuna.

"Apa ini, Na? Kenapa ponsel kerjamu kamu serahkan kepadaku?" Zuna tampak kebingungan.

"Aku merekam semua pembicaraanku dengan Rudi. Dengarkan saja bagian di mana Rudi berbicara. Jangan hiraukan bagaimana caraku memancingnya, karena caraku terdengar seperti sedang berusaha menggodanya," jelas Diana.

Wanita itu kemudian memutuskan bersandar pada sofa sambil meluruskan kedua kakinya yang terasa pegal. Zuna tidak langsung mendengarkan rekaman pembicaraan antara Rudi dan Diana. Ia memilih menyimpan ponsel yang ada di tangannya ke atas meja, lalu mendekat ke sisi Diana. Ia merangkul Diana seperti biasa, agar Diana bisa bersandar pada pundaknya untuk melepaskan beban pikiran.

"Aku enggak akan menilai bagaimana caramu memancing Rudi melalui obrolan kalian tadi. Aku enggak perlu melakukan hal itu, karena aku tahu betul bahwa kamu ...."

"Aku sayang kamu, Zu," potong Diana secara tiba-tiba.

Zuna pun terdiam dengan jantung berdebar hebat. Diana bahkan bisa mendengar bagaimana kuatnya debaran jantung pria itu, karena dirinya sedang bersandar pada pundaknya.

"Aku sayang kamu. Maka dari itu aku enggak mau kamu merasa cemburu dengan nada obrolanku bersama Rudi. Meski kamu tahu bahwa aku tidak akan pernah memiliki perasaan apa pun terhadap laki-laki macam Rudi, aku tetap tidak mau kamu merasa cemburu saat mendengar rekaman itu. Aku enggak mau kamu merasa aku bisa berbicara manis sama laki-laki lain tapi enggak pernah berbicara manis kalau sama kamu," ungkap Diana.

Hening mendadak melingkupi ruangan tersebut, sehingga menimbulkan sedikit kecanggungan. Diana tidak lagi bicara dan Zuna pun sedang berusaha menyusun kalimat dalam pikirannya, agar tidak salah bicara pada Diana.

"Enggak apa-apa, kok, kalau kamu enggak bisa berbicara manis padaku. Biar aku yang berbicara dengan nada manis untuk kamu," ujar Zuna, menawarkan.

"Jangan, Zu," sahut Diana. "Jangan sampai Mita mendengar kamu bicara manis sama aku, lalu aku menjadi sasaran amukannya. Kamu enggak bicara manis pun, aku sudah jadi sasaran amukannya seperti yang terjadi di MAXX Coffee. Jadi, bicara saja seperti biasanya."

Zuna kembali membawa Diana ke dalam pelukannya dan kali ini pria itu memeluknya dengan perasaan gemas luar biasa. Diana berusaha melepaskan diri, namun jelas tidak berhasil sama sekali meski dirinya meronta-ronta.

"Mana bisa aku enggak bicara manis sama kamu, setelah mendengar pengakuan kalau kamu sayang aku. Aku juga sayang sama kamu, Na, makanya aku jelas akan melaksanakan niatanku barusan tanpa menunggu lama. Soal kamu menjadi sasaran amukan Mita, nanti aku yang akan mengamuk balik sama dia. Aku siap, kok, mengamuk sama Mita kapan pun yang kamu butuhkan," Zuna menekankan hal itu dengan sangat manis.

"Zu ... le-pas-kan ... a-ku!" pinta Diana, terbata-bata.

"Hah? Apa? Peluk lebih lama? Oke, Tuan Putri! Siap, laksanakan!" sahut Zuna, sambil menahan tawa.

Di tempat lain, Rudi saat ini sedang mengamuk sambil menendang-nendang bagian samping mobilnya. Laki-laki itu berteriak-teriak penuh emosi, saat ia tiba di tempat pembuangan sampah namun tidak menemukan kardus penting yang tadi dibawanya dari SMP GENTAWIRA pada bagian belakang mobil. Emosinya benar-benar meluap, karena dilingkupi rasa takut kalau-kalau orang yang mencuri kardus itu dari mobilnya akan membuka isi kardus tersebut.

"SIALAN!!! SIAPA YANG BERANI MEMBOBOL MOBILKU DAN MENCURI BARANG PENTING ITU!!! AKU AKAN MENEMUKANNYA!!! AKU AKAN MEMBERINYA PELAJARAN SAAT MENEMUKAN ORANG ITU!!!" amuknya, seraya mencoba memeriksa rekaman kamera yang ada pada mobilnya.

* * *

SAMPAI JUMPA MINGGU DEPAN 🥰

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now