13 | Yang Terungkit

950 80 20
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Zuna kembali muncul saat jam istirahat di SMP GENTAWIRA berlangsung. Tampaknya, janji pria itu untuk menghantui hari-hari Diana selama mengajar di sana benar-benar akan direalisasikan. Diana mendekat, lalu segera dirangkul oleh Zuna seperti kemarin. Beni dan Mita berjalan agak jauh di belakang mereka, lalu disusul oleh Reza yang berjalan sendirian.

"Gimana?" tanya Diana, begitu pelan.

"Beres. Aku sudah tahu di mana Almarhum Helmi mengajar selain di sekolah ini. Aku juga sudah periksa soal alibi Reza Sadewa, dan ternyata dia baru keluar dari rumah sakit dua hari lalu karena harus dirawat akibat mengalami radang pada lambungnya," jawab Zuna.

"Mm ... berarti dia tidak ada sangkut pautnya dengan kematian Almarhum Helmi pada saat kejadian itu terjadi. Tapi tetap saja kita harus mencari tahu, apakah dia tahu soal Almarhum Helmi yang akan pulang larut malam pada malam itu. Dia tampaknya cukup dekat dengan Almarhum Helmi, karena bahkan mereka sering sekali bertukar jadwal mengajar pada hari Kamis," ujar Diana.

"Ya, aku akan berusaha mencari tahu soal itu jika punya kesempatan untuk mendekat padanya. Aku harus punya alasan lebih dulu untuk bisa mendekat padanya, agar tidak ada yang curiga kalau aku masih mengusut soal kasus kematian Almarhum Helmi," tanggap Zuna.

Di belakang, Mita dan Beni terus saja memperhatikan Diana dan Zuna seperti kemarin. Meski tadi pagi mereka sudah mendengar penjelasan dari Diana, tetap saja mereka merasa sedikit risih dengan kedekatan antara Zuna dan Diana.

"Bagaimana caranya memisahkan mereka, ya? Aku ingin sekali berada di sisi Zuna seperti dulu, Ben. Aku ingin dirangkul seperti yang dia lakukan pada Diana saat ini. Karena dulu dia tidak pernah merangkulku sedekat itu. Aku cemburu pada Diana," ungkap Mita, apa adanya.

"Kenapa kamu enggak coba mengakrabkan diri pada Zuna seperti dulu? Zuna dan Diana hanya bersahabat, Mit. Mereka tentunya tidak akan keberatan jika kamu mencoba mendekat lagi pada Zuna. Diana jelas akan memaklumi hal itu," saran Beni.

"Enggak semudah itu, Beni! Kamu tahu sendiri kalau putusnya aku dan Zuna terjadi karena aku yang bersalah padanya. Maka dari itulah aku takut setiap kali melihat keberadaan Zuna sejak dua hari lalu. Aku takut kalau dia akan membahas soal kesalahanku, jika aku sampai mencoba mendekati dia lagi seperti dulu," jelas Mita.

"Ya kalau kamu sadar bahwa dirimu salah, berarti sudah seharusnya kamu menerima konsekuensi kemarahan dari Zuna. Hadapi, Mit. Itu jalan satu-satunya yang bisa kamu tempuh," balas Beni.

Reza mendengar pembicaraan itu sejak tadi, lalu dengan cepat mendahului kedua orang tersebut untuk menyusul langkah Diana. Mereka sama-sama melewati bengkel milik Kalingga lagi, namun kali ini Kalingga tidak mau menatap ke arah jalan karena tahu bahwa Diana akan melintas bersama Zuna. Ia tahu kalau Zuna datang lagi ke SMP GENTAWIRA untuk makan siang bersama Diana.

Zuna dan Diana tiba di warung tongseng. Mereka baru saja duduk dan baru selesai memesan makanan, saat ponsel milik Zuna berdering dan menampilkan nama Septian pada layarnya. Zuna mengangkat telepon itu dan Diana pun tahu kalau Zuna akhirnya harus pergi karena ada hal mendesak atas panggilan dari Septian.

"Na, maaf ya, aku harus balik ke kantor. Aku enggak bisa menemani kamu makan siang kali ini," jelas Zuna.

"Iya, Zu. Enggak apa-apa. Pergi saja ke kantormu secepatnya. Aku tetap akan makan siang meski kamu tidak bisa menemani kali ini," tanggap Diana.

"Oke, kalau begitu aku pergi dulu, ya. Nanti Insya Allah aku akan telepon atau kirim pesan untuk mengabari kamu," janji Zuna.

"Iya. Hati-hati bawa mobilnya, Zu. Jangan ngebut," pesan Diana.

Zuna hanya mengacungkan ibu jarinya ke arah Diana seraya tersenyum, saat beranjak pergi dari sisi wanita itu. Mita, Beni, dan Reza kini mendekat pada meja yang Diana tempati. Mereka tidak tega membiarkan Diana makan siang sendiri, sehingga berniat akan menemaninya. Mita duduk di sebelah Beni, sementara Reza kini duduk tepat di samping Diana.

"Zuna buru-buru sekali pergi. Ada apa?" tanya Mita.

"Dipanggil atasannya, Mit. Mungkin ada hal mendesak yang harus segera Zuna tangani," jawab Diana, seraya menerima pesanan tongseng miliknya dari seorang pelayan.

"Itu tadi Kakak atau teman, Bu Diana?" tanya Reza.

"Sahabat rasa Kakak, Pak Reza. Zuna itu teman satu angkatan kami bertiga saat masih berada di SMP GENTAWIRA. Hanya saja aku keluar dari SMP GENTAWIRA saat kelas dua karena harus pindah mengikuti Almarhum Papaku yang pindah tugas," jawab Diana, terlihat begitu santai.

"Zuna sudah punya pacar, Diana?" tanya Mita, to the point.

"Sejak putus dari kamu, dia hanya dekat beberapa kali dengan wanita yang aku perkenalkan. Kalau status berpacaran, dia tidak pernah lagi berpacaran dengan siapa pun karena tidak merasa cocok. Aku sampai capek menjodoh-jodohkan dia selama bertahun-tahun," ungkap Diana.

"Kalau begitu boleh aku minta nomor teleponnya? Aku ingin mencoba memperbaiki hubungan kami yang ... sempat hancur berantakan," pinta Mita.

Diana langsung mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Beni dan Reza memperhatikan hal itu. Bahkan Reza bisa melihat kalau Diana langsung membuka WhatsApp dan menampilkan papan chat dengan Zuna.

"Aku akan kasih, tapi aku izin Zuna dulu ya, Mit. Kamu tahu sendiri 'kan, kalau Zuna itu hobi uring-uringan saat nomor teleponnya diberikan tanpa seizin dia," ujar Diana.

"Oke. Silakan minta izin dulu sama Zuna. Aku paham, kok," tanggap Mita, seraya tersenyum penuh harapan ke arah Diana.

Reza melirik sekilas pada Diana, karena sebenarnya ia berharap bahwa Diana tidak akan melakukan yang Mita inginkan. Mendengar pembicaraan antara Mita dan Beni soal kedekatan Diana dan Zuna tadi, membuat ia sadar kalau kedua orang di depannya itu adalah orang-orang munafik yang selalu saja bersikap manis ketika berada di depan Diana. Sayangnya, Diana terlalu polos dan tampak apa adanya terhadap orang yang dia anggap teman. Diana memilih menekan tombol untuk merekam voice note, agar dirinya tidak perlu repot mengetik pesan.

"Zu, aku lagi makan siang sama Mita, Beni, dan satu rekan kerjaku yang lain, namanya Pak Reza. Mita minta nomor teleponmu padaku, Zu. Apakah boleh aku berikan nomor teleponmu padanya?"

Voice note itu Diana kirimkan sesegera mungkin pada Zuna, lalu wanita itu meletakkan ponselnya di atas meja makan, tepat di samping gelas es teh milik Reza. Reza senang mendengar cara bicara Diana kepada Zuna. Wanita itu benar-benar menghormati Zuna, sehingga bicara pun benar-benar teratur seperti bicara kepada Kakak sendiri. Tak lama berselang, ada balasan voice note yang masuk dari Zuna. Diana memperbesar volume ponselnya, agar Mita bisa ikut mendengar balasan yang Zuna kirimkan.

"Ngapain kamu duduk sama perempuan jahat seperti Mita? Suruh dia pindah! Duduk saja sama Beni atau rekan kerjamu yang satu lagi itu! Dan jangan coba-coba berikan nomor teleponku pada perempuan yang sudah membuat aku kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan nyawa Adik perempuanku, Na! Jangan buat aku kembali mengingat semua luka yang dia torehkan di dalam hidupku, atau aku tidak akan memaafkan kamu seperti aku tidak memaafkan dia!"

Diana mendadak kehilangan kata-katanya, usai mendengar isi voice note itu. Tatapannya kini terarah kepada Mita dan airmatanya keluar tanpa bisa dicegah.

"Ka--kamu ... kamu adalah orang yang menghalangi Zuna saat akan menyelamatkan Almarhumah Rania dari kobaran api, Mit? Ka--kamu?" tanya Diana, dengan dada yang terasa begitu sesak.

* * *

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now