55 | Isi Kardus Milik Rudi

885 78 15
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Rudi melempar ponselnya ke atas tempat tidur setelah menutup telepon. Kekesalannya semalam akibat kehilangan kardus berisi barang penting dari bagian belakang mobilnya, kini menjadi bertambah. Ia sudah memeriksa kamera bagian depan maupun belakang yang terpasang di mobilnya, namun tidak bisa menemukan apa-apa. Tadinya, ia ingin menelepon Diana untuk meredam emosinya yang sudah terlanjur memuncak. Tapi sejak sore, Diana tidak juga mengangkat telepon darinya meski ia tidak pernah berhenti menghubungi wanita itu. Ia baru mendapat jawaban barusan, ketika akhirnya Zuna mengangkat telepon milik Diana yang ternyata sedang dipegang olehnya.

"Sialan! Kenapa Diana bisa sangat percaya kepada Zuna, sehingga tidak merasa segan untuk bertukar ponsel? Untung saja aku hanya mencoba meneleponnya berulang-ulang kali! Bagaimana jika tadi aku memutuskan untuk mengirim pesan yang penuh rayuan padanya? Mau ditaruh di mana mukaku ini?" geram Rudi.

Rudi membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Tatapannya menerawang ke arah langit-langit kamar yang cahayanya begitu temaram. Rasa kesalnya masih belum bisa diredam. Ia benar-benar merasa penasaran tentang siapa yang sudah membobol mobilnya dan mengambil kardus yang ia bawa. Ia bahkan tidak bisa melihat sosok orang yang membobol mobilnya tersebut meski ada dua kamera terpasang di mobilnya. Rasa geramnya terus saja kembali, ketika ia memikirkan hal itu.

"Isi dari kardus itu tidak boleh diketahui oleh siapa pun! Tapi aku sekarang kehilangan kardus itu! Jadi bagaimana kalau pada akhirnya semua perbuatanku selama ini akan terbongkar?" batinnya.

Ia kembali bangkit dari posisi berbaringnya seraya mengepalkan kedua tangan erat-erat.

"Tidak! Aku tidak boleh kalah meski keadaan menjadi tidak terkendali ke depannya! Aku harus berusaha menemukan kardus itu dan juga orang yang sudah membobol mobilku! Aku tidak akan membiarkannya lolos!"

Zuna sangat serius mendengarkan suara yang didengarnya dari alat penyadap tertanam pada kardus milik Beni dan Mita. Alat penyadap yang ada pada kardus milik Mita tidak terlalu memperdengarkan apa-apa. Beda halnya dengan alat penyadap yang ada pada kardus milik Beni. Beni sedang marah-marah pada seseorang. Entah dia marah pada orang yang ditujunya secara langsung, atau hanya marah melalui telepon.

Diana--yang tadi banyak memohon ingin ikut mendengarkan alat penyadap yang tertanam pada kardus--lebih memilih mencoba membuka kardus yang diambil Zuna dari mobil Rudi, dengan bantuan Sekar. Wanita itu sudah memakai sarung tangan lateks dan juga menyiapkan cutter untuk membuka lakban yang menyegel kardus tersebut. Zuna mengawasinya sesekali, namun lebih fokus mendengarkan suara dari alat penyadap.

"Aku penasaran, ini Beni lagi marah-marah sama orang secara langsung atau melalui telepon, ya?" Zuna mengungkapkan rasa herannya.

"Mungkin marah-marahnya lewat telepon, Zu," sahut Diana. "Dia 'kan masih tinggal sama keluarganya. Ya kali, dia mau marah-marah secara langsung sama orang yang membuatnya marah. Apa menurutmu dia enggak akan kena lemparan piring terbang dari Ibunya, kalau sampai berani bertengkar dengan orang asing malam-malam di rumah mereka? Jadi sudah pastilah dia hanya marah-marah melalui telepon. Lagi pula, aku tahu seberapa pengecutnya Beni selama ini, sejak kita masih SMP. Dia selalu saja tidak bisa berkutik jika sudah berhadapan dengan orang yang lebih berkuasa."

Zuna pun akhirnya paham, bahwa tidak mungkin Beni mengungkapkan kemarahannya terhadap orang yang dituju jika dia ada di rumah bersama keluarganya. Pria itu kemudian kembali fokus pada apa yang sedang didengarkannya. Diana baru saja berhasil merobek lakban yang ada pada kardus milik Rudi, ketika Zuna menyodorkan headphone ke hadapannya.

"Pakai, Na. Pakai," pinta Zuna.

Diana langsung memakai headphone tersebut, lalu ikut mendengarkan pembicaraan dari alat penyadap yang ada pada kardus milik Beni.

"Pokoknya kamu tenang dulu, Ben. Tenang! Meski saat ini ada orang yang sedang mengancam kamu, setidaknya Diana atau Kalingga masih tidak tahu kalau kita berdua adalah dalang di balik perpisahan mereka. Kamu bahkan tadi belum sempat bertemu Diana, 'kan?"

Zuna dan Diana pun saling pandang satu sama lain.

"Itu jelas suara Silmi, dan sepertinya mereka memang bicara lewat telepon. Suaranya terdengar agak sedikit tersendat-sendat beberapa kali," ujar Diana.

"Iya. Aku dan si Mita keparat itu tidak sempat bertemu Diana sama sekali. Kami berdua langsung pergi dari sekolah, setelah diusir oleh Rudi akibat bertengkar hebat."

"Nah, sudah jelas berarti kalau Diana saat ini masih tidak tahu duduk masalahnya apa. Kalau pun ada berita yang beredar di antara rekan kerja kalian, maka sudah jelas Diana tetap tidak akan paham apa faktanya, Ben. Oke, begini saja ... besok sebaiknya kita bertemu untuk membicarakan hal ini secara langsung. Bertemu jelas akan membuat kita berdua bisa bicara tanpa berteriak-teriak seperti orang tidak waras. Bagaimana? Setuju?"

Hening selama beberapa saat.

"Oke. Aku setuju. Katakan, kamu mau kita bertemu di mana?"

"Di Shinjuku, saja. Sekalian kita makan siang sama-sama."

"Oke. Akan aku temui kamu saat jam makan siang, di Shinjuku. Sudah dulu. Aku mau coba hubungi si Mita sialan itu."

Diana segera melepaskan headphone yang dipakainya, setelah pembicaraan Beni dan Silmi selesai. Wanita itu tidak berkomentar apa-apa, namun lebih memilih segera meraih ponselnya untuk melakukan sesuatu.

"Beni mau telepon Mita, nih. Kamu enggak mau dengar?" tawar Zuna.

"Kamu saja yang dengar, Zu. Aku mau susun rencana untuk memberikan pagi yang indah kepada Beni," balas Diana.

"Mau susun rencana sama Kalingga? Kalau bisa kasih tahu Kalingga untuk tidak cerita apa-apa sama Sumardi. Biar akting kalian lebih natural di depan Beni," saran Zuna.

"Siap, Bos!" tanggap Diana, penuh semangat.

Zuna kembali fokus mendengarkan suara dari alat penyadap. Beni benar-benar menghubungi Mita dan mereka terdengar saling memaki begitu hebat. Beni sepertinya sangat suka menyalakan loudspeaker ketika menelepon seseorang di rumah. Hal itu membuat Zuna jadi lebih mudah memahami ke mana arah pembicaraan laki-laki itu pada lawan bicaranya. Ketika pada akhirnya pembahasan mereka tertuju pada hal biadab yang Mita lakukan dimasa lalu, Zuna pun segera menekan tombol rekam pada alat yang ia gunakan.

Diana telah selesai menyusun rencana bersama Kalingga. Wanita itu kembali menyimpan ponselnya ke atas meja, lalu fokus pada kardus milik Rudi yang tadi baru sempat ia robek lakbannya. Ketika pada akhirnya Diana membuka penutup kardus itu, perasaannya mendadak menjadi campur aduk tak karuan.

"Zu ... lihat ini, Zu. Lihat ini, cepat!" paksa Diana.

Zuna segera membuka headphone yang dipakainya, lalu turun dari sofa untuk melihat isi dalam kardus yang semalam Rudi bawa. Kedua mata Zuna terbelalak. Ia ikut merasa shock seperti yang Diana alami.

"I--itu ... itu ... bukankah itu adalah ...."

"Seragam sekolah milik Sekar," lanjut Diana, seraya menahan amarahnya.

* * *

SAMPAI JUMPA MINGGU DEPAN 🥰

Rahasia Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang