18 | Arti Dari Perasaan Tidak Enak

841 74 28
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Ka--kalian kenapa? Kalian kenal Adikku?" tanya Reza.

"Dia sekolah di SMP GENTAWIRA, Za?" Zuna ingin memastikan.

"Iya. Dia sekolah di tempatku dan Diana mengajar. Aku mengajar di sana selama ini, karena ingin berada di dekat tempatnya menghilang. Dia masih kelas satu saat menghilang, Zu. Kamu mungkin pernah mendengar tentangnya sesekali, karena dia adalah Adik kelasmu. Tapi Diana ... seharusnya Diana tidak kenal dengan Sekar. Karena Diana pindah saat masih kelas dua, bukan?"

Kedua lutut Diana mendadak lemas dan akhirnya memutuskan untuk berjongkok sejenak. Wanita itu mengulurkan tangannya kepada Zuna, sehingga Zuna pun segera meraihnya dan menggenggam tangan Diana dengan erat.

"Ya Allah, Zu ...." Diana kehilangan kata-kata dan tidak tahu harus mengatakan apa di hadapan Reza.

Reza benar-benar merasa bingung dengan ekspresi Diana dan Zuna pada saat itu. Kedua orang tersebut belum mengatakan apa-apa lagi, namun keduanya tampak shock setelah mendengar nama Sekar disebut oleh Reza.

"Kalian mau menjelaskan? Ada apa sebenarnya? Apakah kalian tahu sesuatu yang mungkin bisa membantuku ... soal Sekar?" tanya Reza, tak berani berharap terlalu jauh.

Zuna menatap kembali ke arah Reza.

"Mari kita pergi dari sini terlebih dahulu. Aku dan Diana akan mencoba membicarakannya dengan kamu, tapi tidak di sini. Kami harus memastikan kalau kamu bisa benar-benar tenang, saat mendengar apa yang akan kami sampaikan," ujar Zuna.

"O--oke. Ya, mari kita keluar dulu dari sini dan bicara di tempat lain," Reza menyetujui.

Zuna mengurus semua belanjaan yang dibelinya bersama Diana. Diana sendiri kini sedang mencoba untuk menenangkan dirinya. Reza menemani wanita itu tanpa berani mengatakan apa-apa. Ekspresi Diana tampak begitu frustrasi dan shock, sehingga Reza tidak berani mengusiknya sementara waktu. Setelah Zuna selesai membayar semua belanjaan dan menyimpannya di bagian belakang mobil, ia segera mendekat pada Diana dan merangkulnya agar ikut ke mobil.

"Mau bicara di mana, Zu?" tanya Reza. "Nanti aku akan ikuti arah mobilmu."

"Sebaiknya kita bicara di rumahmu saja, Za. Aku yang akan mengikuti arah motormu," jawab Zuna.

"Ya, baiklah kalau begitu. Ayo, aku akan mengarahkan jalan."

Reza membawa mereka berdua ke rumahnya. Ayah Reza tampaknya belum pulang kerja, sehingga keadaan rumah itu terlihat sangat sepi. Reza mempersilakan Diana dan Zuna untuk duduk di ruang tamu rumahnya, lalu bergegas ke dapur untuk membuatkan minuman. Diana masih diam sejak tadi, meski kini ekspresinya sudah tidak terlihat sekacau tadi. Wanita itu tahu, bahwa cepat atau lambat, pada akhirnya Reza tetap harus diberi tahu mengenai keberadaan Sekar.

"Silakan diminum," ujar Reza.

"Seharusnya kamu jangan terlalu repot begini, Za," Zuna terlihat tidak enak.

"Ya, seharusnya kamu tidak perlu terlalu repot menyuguhkan minuman. Yang akan kami sampaikan padamu bukanlah sesuatu yang bagus," tambah Diana.

Reza terdiam selama beberapa saat, lalu berupaya tersenyum meski perasaannya sudah mulai tidak enak.

"Minum saja. Baik atau buruk hal yang akan kalian sampaikan, tidak ada hubungannya dengan kebiasaanku menjamu tamu di rumah ini."

Zuna dan Diana pun segera meminum teh hangat yang Reza sajikan. Setelah meletakkan kembali cangkir masing-masing, keduanya menatap ke arah Reza.

"Kami berdua yakin kalau kamu tidak akan percaya bahwa ada manusia yang bisa melihat hal-hal tak kasat mata," Diana memulai. "Tapi percaya ataupun tidak, kami berdua memang bisa melihat hal-hal tak kasat mata sejak baru dilahirkan."

Reza mendengarkan dengan seksama dan tidak berniat ingin menyela. Apa pun yang akan dikatakan oleh Diana dan Zuna akan ia dengarkan, sekalipun hal itu terasa tidak masuk akal.

"Dulu aku memang sekolah sampai lulus di SMP GENTAWIRA, Za. Tapi aku tidak pernah tahu soal Sekar dan bahkan tidak pernah mendengar namanya. Sempat ada kehebohan soal siswi yang hilang di akhir tahun dua ribu enam. Tapi kehebohan itu hanya berlangsung beberapa hari, lalu setelahnya berakhir begitu saja. Bahkan di tengah kehebohan itu pun, aku sama sekali tidak pernah mendengar siapa nama siswi yang hilang tersebut. Semuanya mendadak ... tidak lagi dibahas, seakan ada yang menutupi soal hilangnya siswi tersebut. Tapi aku benar-benar tidak tahu kalau yang hilang itu adalah Sekar. Aku melihat Sekar justru pada saat sedang datang ke TKP yang menjadi tempat meninggalnya Almarhum Helmi. Dia ...."

"Apa?" Reza memotong secara mendadak. "Kamu lihat Sekar? Di mana? Di mana kamu lihat Sekar, Zu?"

"Sabar, Za. Dengar kami dulu sampai selesai," mohon Diana.

"Tapi ...."

"Za, please. Dengar dulu sampai selesai," Diana mengulang permohonannya.

Reza pun menuruti hal itu, meski hatinya sudah tidak sabar ingin bertemu lagi dengan Sekar.

"Iya, aku lihat Sekar, Za. Tapi saat itu aku tidak tahu kalau namanya adalah Sekar, alias Anindira Sekar. Yang akhirnya tahu soal siapa namanya adalah Diana. Dia juga melihat Sekar dan tahu namanya setelah berkomunikasi pelan-pelan. Yang aku bicarakan saat ini bukan Sekar dalam wujudnya sebagai manusia, Za. Tapi yang aku bicarakan adalah, Sekar dalam wujud arwahnya," jelas Zuna.

Kini Reza-lah yang kehilangan kata-katanya. Nafasnya terasa sesak dan mulai tidak beraturan. Terjawab sudah arti dari perasaan tidak enaknya sejak tadi. Akhirnya ia harus mendengar hal yang paling tidak ingin ia dengar tentang Sekar. Hal itu membuatnya menangis tanpa sadar di hadapan Diana dan Zuna.

"Za ... maaf karena kami harus menyampaikan hal ini padamu. Tapi bagaimana pun, itulah kenyataannya, Za. Sekar sudah lama meninggal dunia, dan yang bisa kami berdua lihat di sekolah hanyalah arwahnya saja," ujar Diana, berupaya ingin menenangkan perasaan Reza.

Reza mengangguk meski masih menangis. Pria itu benar-benar tidak bisa bicara, karena merasa terlalu sedih mendengar soal Sekar.

"Dia masih pakai baju seragam dengan lengkap ketika aku melihatnya pada hari pertama mengajar. Saat aku tanya namanya, dia menunjukkan tag name di balik jas sekolahnya," tambah Diana.

Zuna mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan pada Reza isi chat antara dirinya dan Diana yang membahas soal Sekar. Reza menerima ponsel itu dan membacanya. Perasaannya semakin kacau, namun ia harus menghadapi kenyataan bahwa Sekar yang diharapkan pulang tidak akan pernah bisa pulang lagi.

"Di mana? Di mana kalian melihatnya? Kapan saja dia menunjukkan diri?" tanya Reza.

"Awalnya dia terlihat di ruang kelas 2-B, Za. Zuna yang melihatnya, saat sedang mengurus jasad Almarhum Helmi. Sementara aku melihatnya di kelas 2-B ketika hari pertama mengajar. Tapi setelah aku mengajar di sana, sosok Sekar jadi sering muncul di mana-mana karena dia selalu mengikuti aku. Ya ... aku sih, yang pertama mengajaknya agar ikut denganku. Jadi sekarang kalau aku tiba di sekolah, sosok Sekar pasti sudah ada di dekat Ruang Guru dan akan ikut masuk bersamaku. Lalu nanti dia akan terus ikut denganku ke kelas mana pun aku mengajar. Satu-satunya yang membatasi adalah, ketika aku keluar dari gerbang sekolah. Dia tidak bisa ikut, karena dia terikat di sekolah itu selama ini," jelas Diana, sangat terperinci.

* * *

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now