49 | Lia

741 71 15
                                    

- UPDATE SETIAP HARI KAMIS & JUM'AT
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Dua mangkuk tongseng, dua piring nasi, dan dua gelas es teh manis telah tersaji di atas meja tersebut. Diana masih mengawasi bagian luar warung tongseng itu, berharap kalau Rudi tidak akan nekat menyusulnya dan Zuna ke tempat tersebut. Zuna tahu betul bahwa Diana tidak mau lagi ada interaksi dengan Rudi seperti semalam. Maka dari itu dirinya membiarkan Diana mewaspadai keadaan sekitar, demi mencegah kemungkinan buruk yang bisa saja mendadak muncul jika Rudi memutuskan untuk menyusul.

"Setelah jam pulang sekolah nanti, aku akan bertemu dengan Ketua OSIS yang waktu itu menjabat ketika Sekar hilang. Namanya Lia. Aku sudah memberi tahu Reza sejak kemarin mengenai rencana pertemuan itu. Tapi dia mengatakan padaku, bahwa aku tidak perlu banyak berharap darinya. Menurut Reza, Lia tidak tahu apa-apa. Persis seperti kesaksian yang pernah Lia berikan kepada Polisi," ujar Diana, sambil menikmati daging tongseng yang baru saja Zuna berikan ke piringnya.

"Bagaimana pun hasilnya, tetap saja kita harus mencoba lagi. Meskipun hasilnya akan sama dengan hasil yang pernah Polisi lain dapatkan, kita tidak boleh menyerah dan abai terhadap hal yang menyangkut dengan Sekar. Karena jika kita abai, maka kita tidak akan pernah tahu apakah masih ada hal lain yang belum dia ceritakan atau tidak," tanggap Zuna.

"Ya, kamu benar. Maka dari itulah aku tidak berniat untuk membatalkan janji temu dengan Lia. Aku akan tetap bertemu dengannya hari ini dan akan berusaha meminta keterangannya mengenai terakhir kalinya dia bertemu dengan Sekar. Aku sedikit menaruh harapan padanya, karena dia adalah satu-satunya orang terakhir yang bertemu dengan Sekar saat masih hidup."

Keduanya kembali menikmati makan siang yang tersaji kali itu. Sejak tadi Zuna ingin sekali membahas soal keterkaitan Mita, dalam kasus kematian seluruh anggota keluarganya yang telah Diana ketahui. Namun Zuna merasa bahwa waktunya benar-benar belum tepat. Diana mungkin harus tetap fokus pada urusan Rudi yang terkait dengan kematian Helmi dan Sekar, ditambah juga dengan rencana pertemuannya dengan Lia. Karena itulah Zuna tidak mengajukan pertanyaan apa pun, dan memilih memperhatikan Diana lebih lama dari biasanya. Hingga akhirnya, sesaat kemudian Diana mulai terlihat tidak tenang. Reza belum juga menyusul mereka, padahal biasanya Reza akan muncul jika Diana dan Zuna sudah pergi lebih dulu daripada dirinya.

"Reza ke mana, ya, Zu? Kok tumben sekali dia tidak menyusul kita," heran Diana.

"Apakah sebaiknya kita hubungi? Takutnya ada apa-apa di sekolah. Takutnya ... dia tidak bisa mengontrol emosi ketika melihat Rudi di sekitarnya," saran Zuna.

"Siapa yang tidak bisa kontrol emosi? Aku?" tanya Reza, yang mendadak muncul di warung tongseng.

Diana langsung menggebuk lengan Reza, karena pria itu sukses mengagetkan dirinya hingga jantungnya berdebar-debar hebat. Reza langsung meringis. Namun ringisannya diiringi dengan tawa lepas, karena tahu kalau dirinya sukses membuat Diana kesal.

"Aku turut berdukacita atas keseleonya lenganmu, Za," ucap Zuna, bersungguh-sungguh. "Aku tahu betul bagaimana rasanya pukulan Diana."

"Memangnya rasa pukulanku itu bagaimana, Zu? Hm? Coba jelaskan," pinta Diana, seraya menyipitkan kedua matanya ketika menatap ke arah Zuna.

Kedua mata Zuna membola dalam sekejap, ketika mendapat tatapan sengit dari Diana. Reza hanya bisa terkekeh geli, saat tahu kalau Zuna akhirnya mati kutu dan tidak bisa memberi perlawanan terhadap Diana.

"Jangan dilawan, Zu. Pasrah saja. Jangan sampai kamu didiamkan berhari-hari. Kamu dan Diana 'kan baru saja meresmikan hubungan romantis. Masa iya, belum genap dua puluh empat jam resminya hubungan kalian sudah harus diwarnai dengan pertengkaran receh. Aku enggak mau jadi wasit ataupun penasehat hubungan romantis. Aku bukan Psikolog," Reza menegaskan lebih awal.

Tatapan sengit kini beralih kepada Reza, baik itu tatapan dari Diana ataupun dari Zuna. Reza pun mendadak diam untuk mempersiapkan telinganya.

"Siapa juga yang mau meminta nasehat dari jomblo abadi macam kamu???" omel keduanya, kompak.

Diana benar-benar menghindari Rudi sampai waktu mengajar berakhir. Wanita itu segera memacu laju mobilnya dan meninggalkan SMP GENTAWIRA setelah berpamitan pada Reza dan Guru-guru lain. Ia tidak mau Rudi keluar dari ruang kerjanya pada saat dirinya masih ada di sekolah. Ia harus menghindar demi melindungi penyamarannya yang masih harus berjalan lebih lama, agar semuanya bisa terbongkar tanpa ada pengelakan dari Rudi. Tujuan Diana kali itu adalah J-Co yang terletak pada salah satu pusat perbelanjaan. Ia akan bertemu dengan Lia di sana, seperti yang sudah ia sepakati dengan wanita itu.

Tepat pada pukul tiga sore, akhirnya ia bertemu dengan Lia yang ternyata sudah lebih dulu tiba di J-Co. Wanita itu terlihat baru saja menerima satu gelas Iced Tiramisu Latte yang diantarkan oleh pelayan, ketika Diana tiba di hadapannya.

"Hai, Lia. Sudah lama menunggu?" sapa Diana, seraya mengulurkan tangannya ke hadapan Lia

Lia meraih uluran tangan itu dan menjabat tangan Diana seraya tersenyum ramah.

"Aku baru saja tiba di sini dua puluh menit lalu. Pesanan minumanku juga baru saja datang. Apakah kamu mau memesan dulu?" tanya Lia, menawarkan.

"Ya, sebaiknya aku memesan dulu. Obrolan kita bisa saja akan sangat panjang, dan kita jelas butuh minum serta sedikit makanan agar tidak merasa lapar atau haus," jawab Diana, balas tersenyum seperti yang Lia lakukan.

Lia merasa begitu nyaman saat menghadapi Diana. Ia belum pernah merasa senyaman itu ketika menghadapi seseorang yang akan bertanya-tanya mengenai kesaksiannya soal hilangnya Sekar. Ia selalu saja diliputi rasa cemas dan takut, karena entah mengapa dirinya sedikit merasa bersalah akibat dulu tidak berupaya menemani Sekar lebih lama di sekolah. Rasa sesal itu terus mengikutinya, hingga akhirnya mengakar menjadi rasa penasaran yang tidak berujung. Ia ingin sekali menemukan Sekar sebagaimana keluarga Sekar ingin menemukannya. Ia ingin sekali mendapatkan hasil akhir dari semua hal yang telah menghantuinya selama delapan belas tahun ke belakang.

"Oke, sekarang aku tinggal menunggu pesananku diantarkan," ujar Diana, yang baru saja kembali dari bagian pemesanan.

Lia kembali tersenyum saat menatap ke arah Diana. Diana tampak lebih serius menghadapinya, meski senyum di wajahnya tidak pernah pudar.

"Perkenalkan, Lia, aku adalah AKP Diana Julianti. Saat ini aku sedang menyamar menjadi Guru Biologi di SMP GENTAWIRA, sambil mengusut kematian salah satu Guru di sana yang berusaha ditutup-tutupi oleh Kepala Sekolah yang menjabat, yaitu Bapak Rudi Herbowo. Dan dalam pengusutan kematian Guru tersebut pada akhirnya membawaku pada kasus lama. Kasus lama tersebut kemungkinan besar ada kaitannya dengan Rudi dan Guru yang meninggal itu. Kasus yang aku maksud adalah kasus hilangnya Sekar," jelas Diana.

* * *

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now