Tanda Tanya

743 161 169
                                    

Ji Soo berdiri di depan jendela besar di ruang kerjanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ji Soo berdiri di depan jendela besar di ruang kerjanya. Kalau dilihat dari atas sini Jakarta tak beda jauh dengan kampung halamannya di Seoul. Ramai dan sibuk. Ji Soo menghela napas cukup panjang, tak terasa kurang dari seminggu lagi ia akan kembali ke Korea. Ia merindukan makanan di sana, memang makanan di Indonesia cocok dengan lidahnya. Tapi tetap saja ia merindukan makanan kesukaannya.

Namun, pikiran tentang makanan kesukaannya tiba-tiba menghilang seperti ada yang menyapu. Sekarang ia teringat wanita yang mengenakan penutup kepala itu. Kalau dipikir-pikir teman pertama wanitanya di Indonesia adalah Hana. Ya, entah mengapa Ji Soo tiba-tiba teringat akan sosok Hana.

Ji Soo hampir tidak pernah berteman dengan wanita di Indonesia. Hampir tiga tahun lamanya ia berkuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia sekaligus misi kebudayaan waktu itu. Satu tahun Ji Soo habiskan untuk belajar Bahasa Indonesia, dan sisa dua tahunnya berkuliah di sini.

Ia tetap berinteraksi dengan wanita, hanya saja begitu. Ji Soo menjaga jaraknya. Paling hanya sekadar menyapa atau diskusi tugas saja. Karena hampir semua teman Indonesianya adalah lelaki. Ia sendiri tidak mengerti sampai sekarang, kenapa bisa mereka berteman. Terlepas dari Hana menganggapnya teman atau tidak Ji Soo tidak begitu peduli.

Ia merasa ini sedikit aneh, entahlah seperti ada perasaan yang selalu mengganjal jika mengingat Hana. Hana adalah teman Ji Soo yang paling unik. Mulai dari penampilan, ia memakai penutup kepala. Sehingga rambutnya tidak terlihat, Ji Soo tidak tahu itu apa. Tapi, Hana terlihat cocok menggunakannya.

Dan ternyata memang kebanyakan perempuan di Indonesia menggunakannya. Apakah itu semacam budaya atau lainnya?

Entahlah, Ji Soo tidak berani untuk mengambil kesimpulan sendiri. Akan lebih baik ia tanyakan langsung hal itu pada Hana. Tapi, ia merasa sungkan. Bagaimana tidak? Hana selalu saja seperti itu, ya, apalagi kalau bukan menghindari tatapan matanya setiap mereka bertemu atau sekadar berbincang.

Memangnya Ji Soo kurang enak dipandangkah? Ah, tidak, ia cukup enak dipandang. Ji Soo berkaca di depan jendela besar kantor sambil menunjukkan pose yang menurutnya keren, ia berkacak pinggang layaknya model yang sedang berdiri di catwalk.

Apa benar ia tidak cukup tampan bagi Hana? Jika memang begitu, selera Hana tinggi juga, ya. Tunggu, apa mungkin Ji Soo memiliki bau tubuh yang tak sedap? Ia pun mulai mengendus-endus tubuhnya sendiri. Sampai-sampai ia mengendus bagian ketiak. Ah, tidak, ia tidak memiliki bau tubuh yang mengganggu.

Lantas, apa yang membuat Hana tidak mau melihatnya lama-lama? Ji Soo menutup wajahnya sendiri dengan telapak tangannya yang lebar, apa yang barusan ia lakukan? Seperti orang bodoh saja, sejak kapan Ji Soo menjadi repot karena takut akan penilaian dirinya di hadapan seorang wanita? Kacau, Ji Soo tersenyum geli sendiri.

Ji Soo mendongakan kepalanya ke atas langit-langit ruangannya, dengan ekspresi wajah yang seperti berpikir. Apa jangan-jangan semua perempuan di Indonesia seperti itu juga? Budaya? Atau? Ya ampun, kenapa begitu banyak pertanyaan di pikiran Ji Soo begitu memikirkan Hana.

TWO 너와나 | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now