Kedua Kalinya

402 73 40
                                    

       Hana menutup laptopnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

       Hana menutup laptopnya. Hari ini ia selesai membuat artikel hari pertamanya di Korea. Ngomong-ngomong, pertemuan hari ini sangatlah menyenangkan. Belum pernah ia merasa segairah ini dalam bekerja. Hana bertemu banyak kawan baru dan ilmu serta wawasannya pun semakin bertambah.

       Setidaknya tidak semonoton saat Hana bekerja di kantor, jujur saja selama bekerja di kantor ia tidak begitu banyak bersosialisasi.

     Hana hanya akan bicara jika ada yang perlu dibicarakan. Selain itu ia hanya bekerja dan bekerja. Mungkin karena itu juga ia cepat merasa bosan dan tidak bergairah. Bukannya Hana menghindar atau sejenis anti sosial, hanya saja sejak kejadian beberapa bulan yang lalu itu ia benar-benar butuh banyak waktu untuk sendiri.

     Untuk menenangkan jiwa dan perasaannya. Begitulah kebiasaan buruknya yang tidak pernah berubah, jika tertimpa masalah ia lebih memilih menyendiri dan tidak banyak bicara. Mungkin hanya dengan pak Tonolah, office boy senior di kantornya yang bisa menghibur. Paling mengerti perasaan Hana, karena itulah di depan pak Tono ia bisa menjadi dirinya sendiri.

    Bercerita ini dan itu tanpa rasa ragu dan takut. Hana menjadi pribadi yang sangat terbuka begitu bersama Pak Tono. Ia pun bisa tertawa dan bercanda lepas dengan Pak Tono. Hal itu selalu mereka lakukan saat jam istirahat di taman.

      Tidak hanya sekedar kawan untuk saling menghibur, tapi juga kawan untuk saling belajar dan mengingatkan. Ia banyak belajar soal kehidupan dari Pak Tono. Beliau adalah salah satu orang yang mampu membuatnya move on dari kejadian pahit itu.

    Kalau ada kata selain terima kasih banyak, mungkin Hana akan mengucapkan itu pada Pak Tono hingga beberapa kali. Dan syukur tak pernah berhenti atas nikmat Allah yang telah mempertemukannya dengan orang macam Pak Tono. Bijak, sederhana, tegas, jujur dan tulus.

       Tiba-tiba saja Hana merindukan Pak Tono, ia sudah berjanji jika pulang dari Korea nanti tidak akan membelikan oleh-oleh untuk keluarga dan saudaranya saja. Tapi untuk Pak Tono pun ia akan berikan, beserta keluarganya juga.

       Wanita berparas manis itu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, senyum lebar terukir di bibirnya. Ternyata tidak buruk juga perjalanan kerja ke luar negeri seperti ini.

    Hana kira seharian akan terus bekerja, tapi tidak juga. Berangkat jam 07.00 pagi pulang jam 02.00 siang. Terus seperti itu selama 10 hari, dan 4 hari sisanya bisa bersantai. Begini saja ia sudah merasa santai, mungkin karena suasana dan udara yang baru? Hana merasa lebih bersemangat.

     Perjalanan ini menyenangkan dan menarik, semoga saja Hana pun bisa terus mengambil pelajaran dan hikmah di negeri gingseng ini.

    Ia menginap di penginapan sederhana milik kawan atasannya, Bibi Zaenab. Bibi Zaenab berkewarganegaraan Turki. Ia membuka tempat penginapan yang alhamdulillah membuat Hana tidak merasa kesulitan. Karena semuanya halal di sini. Makanan, minuman dan kebutuhan lainnya.

     Bibi Zaenab membuka minimarket halalnya tepat di samping penginapan. Hana sangat bersyukur, melihat dan tahu bahwa di Korea Muslim adalah minoritas. Otomatis ketersediaan keperluan halal tidak akan sebanyak dan semudah mendapatkannya seperti di Indonesia.

         Ia melihat ke luar jendela dari kamar tidurnya, melihat semua pemandangan baru. Merasakan udara baru. Ia berdoa semoga di hari-hari berikutnya akan terus merasakan perasaan bahagia ini.

    Entah ia tak mengerti, tapi Hana merasa sangat bersemangat. Akan ada apa besok? Hari-hari barunya di Seoul.

      Wanita manis itu tersenyum-senyum sendiri di depan jendela, tapi senyumnya itu tiba-tiba pudar begitu mengingat kejadian beberapa jam lalu di bus. Park Ji Soo, pertemuan singkat itu. Bagaimana bisa mereka bertemu kembali setelah berpisah beberapa minggu yang lalu tanpa berpamitan.

     Ia masih mengingatnya dengan baik, setelah pertemuan mereka di Kebun Raya Bogor itu. Mereka tidak pernah berkomunikasi lagi, apalagi bertemu. Hana tahu, karena Ji Soo bilang dia hanya dua minggu di Indonesia. Tapi kenapa Ji Soo tidak berpamitan padanya?

      Dan lagi masih ada sisa beberapa hari Ji Soo di Indonesia. Aneh, karena pada saat itu Ji Soo sangat ingin berteman dengannya. Dan lalu sekarang Ji Soo bersikap seolah tak terjadi apa-apa? Sungguh, Hana tidak mengerti 'pola pertemanan' yang Ji Soo maksud itu seperti apa.

      Ia menghela napas berat, sudahlah. Kenapa juga Hana harus susah-susah memikirkan kejadian itu lagi? Masih banyak hal penting yang harus dipikirkan selain Ji Soo.

      Kedua matanya memandang lagi ke luar jendela. Sepertinya akan lebih terasa segar jika jendela ini dibuka, lagipula masih sore. Hana membuka kedua jendela kamarnya dan menghirup udara segar.

       Ia tersenyum lebar, setelah itu memandang luas ke luar jendela. Hingga akhirnya secara tak sengaja kedua matanya berhenti pada satu titik di bawah sana.

    Seseorang itu melambaikan sebelah tangannya dan tersenyum manis. Senyuman itu, kenapa Hana merasakan hangat di kedua pipinya?

      Ia buru-buru berlari ke luar kamar, lalu segera menuruni tangga dan ke luar. Hana melihat seseorang itu. Ji Soo, itu benar dia? Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri, mengucek matanya hingga berulang kali. Ini nyata.

       "Bagaimana hari pertamamu?" tanyanya seolah tak terkejut melihat Hana di sini.

     "Baik, sangat baik. Bagaimana dengan harimu?" tanya Hana masih tak percaya dengan pertemuan ini. Pertemuan mereka untuk kedua kalinya.

     "Melelahkan, tapi tetap menyenangkan," jawab Ji Soo.

     Hana mengangguk dan tersenyum canggung. Ia bingung, apa yang harus dikatakannya lagi pada Ji Soo. Sebenarnya ia ingin menanyakan banyak hal.

      "Selamat beristirahat! Saya pamit," Ji Soo membungkukkan badannya dan berlalu pergi meninggalkan Hana.

      Hana masih berdiri terpaku, kedua matanya bahkan hanya menatap Ji Soo tak berkedip. Seperti robot, tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Hanya kepalanya saja yang bergerak menoleh ke arah kepergian Ji Soo.

      Hingga akhirnya Hana berlari kecil mengejar Ji Soo yang sudah cukup jauh "Ji Soo!" teriaknya.

     Ji Soo menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke belakang. Hana terdiam, lagi-lagi seperti orang bodoh. Begitu melihat wajah Ji Soo ia buru-buru membuang mukanya.

     Kenapa Hana tadi berani melihat wajah Ji Soo? Walau sebentar, kenapa ia merasa sangat aneh. Perasaan apa ini? Hana mengepalkan kedua lengannya keras.

    "Ka ... Selamat berisitirahat juga!" Hana berlari meninggalkan Ji Soo begitu saja.

    Ia benar-benar merasa malu. Kenapa Hana menjadi seperti ini? Ada apa dengannya? Kenapa bisa begitu? Ia terus merutuki dirinya sendiri. Padahal Hana hanya ingin menanyakan Ji Soo tinggal di daerah sini juga? Begitu. Hanya itu, tapi kenapa harus segugup barusan.

    Kedua pipi Hana tidak terasa hangat lagi, lebih dari hangat tapi panas. Ia bingung, kalau sudah begini. Apakah ia masih berani bertemu dengan Ji Soo?

      Apa-apaan, sih, ini? Hana jadi kesal sendiri. Terlihat ekspresi wajahnya yang tidak biasa, malu campur kesal. Pertemuan singkat ini, sangat melelahkan. Semua emosi Hana terkuras hanya dalam beberapa menit.


Bersambung.

TWO 너와나 | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now