Siapa?

500 96 90
                                    

Hana melihat ke luar jendela kereta api dengan tatapan hangatnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hana melihat ke luar jendela kereta api dengan tatapan hangatnya. Pagi ini tepat pukul 06.00 ia sudah berada di dalam kereta api commuter line. Hari ini ia tidak terlambat lagi, syukur alhamdulillah.

Mungkin karena tidak lembur mengerjakan tugas kantor, kalau lembur sudah pasti Hana akan terlambat. Hanya beberapa menit, paling lama sepuluh menit. Untungnya ia tidak pernah terlambat melebihi sepuluh menit. 

Senyum manis terukir di bibirnya, Hana senang karena pagi ini Ibu membuatkan sarapan kesukaannya yaitu nasi goreng. Nasi goreng buatan ibu bahkan rasanya jauh lebih enak daripada nasi goreng di hotel bintang lima sekali pun. Tapi, memang, ya, semua masakan Ibu selalu enak. Mau itu sayur, tumisan bahkan hanya gorengan seperti tahu dan tempe saja rasanya lebih gurih dan renyah.

Hana lahir dari keluarga yang sederhana, jauh dari kata mewah. Tidak kekurangan atau pun tidak kelebihan. Ibu adalah seorang Guru Sekolah Dasar dan Ayah adalah seorang pensiunan Guru SMP. Walau Ayahnya sudah pensiun, ia tetap bekerja dengan menitipkan jualan di koperasi Sekolah tempat Ibu bekerja.

Ya, hidup akan terus berjalan walau usia tua mulai mengganggu beberapa aktivitas normal sehari-hari, namun hal itu sama sekali tidak menyurutkan semangat mencari nafkah ayah.

Ayah biasa menitipkan jajanan berupa makanan ringan seperti chiki atau keripik dan juga es mambo. Memang, penghasilannya tidak seberapa namun ayah bilang ia akan tetap bekerja karena ingin beribadah. Hana tidak ingin menghalangi niat baik nan tulus dari ayah, jadi Hana mendukungnya.

Hana tidak pernah merasa malu akan pekerjaan orangtuanya. Malah ia bangga, karena kedua orangtuanya adalah seorang Guru. Walau tidak semua menganggap profesi Guru itu 'menjamin' kehidupan mereka. Ya, ia pernah memiliki pengalaman tak enak soal ini.

Kalau diingat lagi sebenarnya sedikit menyakitkan. Ia ingat ketika itu temannya sendiri menghina profesi Ibu dan Ayahnya sebagai Guru. Dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya saja Hana terlalu sensitif akan emosi seseorang. Ia bisa membacanya. Diaㅡteman Hana, memang terlahir dari keluarga berada. Ibu dan Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan terkenal di Jakarta di bidang asuransi.

Ketika Hana bermain ke sana tak sengaja ia bertemu dengan Ibu temannya itu. Namanya Tante Imelda. Mereka pun berbincang-bincang sebentar hingga akhirnya....

"Orangtuamu bekerja di mana?"

Hana tersenyum begitu mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan yang sangat umum sekali, pikirnya.

"Orangtua saya Guru, Tante."

Dan Tante Imelda hanya menatap Hana dengan tatapan seperti meledek. Entahlah itu tatapan apa, yang pasti ia merasa terluka harga dirinya. Ia tak rela orangtuanya diperlakukan seperti itu. Begitu pun dengan temannya, ia hanya menatap Hana dengan tatapan yang sama.

Sepulang dari sana Hana menangis, ia bukannya berlebihan atau apa. Hanya saja, siapa mereka seenaknya menghina orangtua Hana? Mereka bahkan tak tahu perjuangan kedua orangtuanya ketika menjadi Guru.

TWO 너와나 | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now