Aku, Kenapa?

251 41 163
                                    

"Adik durhaka," celetuk Ji Soo sambil menendang bokong Hyeon Soo dari belakang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Adik durhaka," celetuk Ji Soo sambil menendang bokong Hyeon Soo dari belakang. Hyeon Soo meringis kesakitan dan membalas tendangan Ji Soo dengan memukul perutnya.

"Memangnya tidak boleh kalau seorang adik mengkhawatirkan kakaknya?" tanya Hyeon Soo dengan bibirnya yang tertekuk cemberut. Kebiasannya selalu merajut pada Ji Soo, itu yang membuat Ji Soo terkadang sulit untuk benar-benar merasa marah.

"Sudah saya bilang, temani Hana. Saya ini sudah dewasa. Bukan anak-anak lagi, jadi tidak perlu terlalu khawatir. Dasar bodoh!" jawab Ji Soo sambil mengacak-acak rambut Hyeon Soo dan tertawa renyah. Hyeon Soo berusaha membalas perbuatan kakaknya itu namun buru-buru Ji Soo tangkis. Memang, pemegang sabuk hitam taekwondo memiliki gerakan lebih cepat dibandingkan dengan ia yang doyan makan.

"Memang apa yang kalian bicarakan?" tanya Hyeon Soo penasaran dan menatap Ji Soo yang hanya tersenyum simpul. Lihat, senyum menyebalkan itu. Selalu saja mencoba merahasiakannya, padahal mereka sudah dekat sejak dulu. Tapi, Ji Soo sering dan mungkin banyak menutupi banyak hal darinya.

"Pembicaraan antara pria dewasa," jawab Ji Soo tenang. Ia membetulkan posisi jacketnya yang sedikit berantakan, sama sekali tak menggubris dan memperhatikan lawan bicaranya yang terlihat kesal.

"Sombong sekali! Jadi, saya tidak boleh tahu, begitu?" Hyeon Soo menatap Ji Soo kesal lalu menyikut perut Ji Soo cukup kencang. Kali ini ia benar-benar kesal, namun sepertinya pria bodoh disampingnya ini tidak menyadarinya atau jangan-jangan ia pura-pura tidak tahu? Keterlaluan, Hyeon Soo mendengus sebal.

"Iya," jawab Ji Soo santai sambil mengusap-usap perutnya. Lumayan juga sikutannya, sakit. Mungkin kekuatan Hyeon Soo didapat dari tumpukan lemaknya yang selama ini ia timbun.

Ji Soo kadang merasa kesal, kenapa sudah sebesar ini Hyeon Soo masih saja malas berolahraga, seharusnya ia lebih memperhatikan kesehatannya dengan baik. Ia sangat suka makanan, tapi malas berolahraga. Untungnya mudah untuk menurunkan berat badan. Jika Hyeon Soo harus berolahraga, pasti harus ada beberapa pertengkaran, debat dan beberapa pukulan mendarat dulu baru ia mau. Berlari tiga putaran di lapangan saja Hyeon Soo sudah kesusahan. Ji Soo geleng-geleng kepala.

Kini mereka berdua terus berjalan. Kedua kakak beradik tidak sedarah itu terlihat begitu akrab. Walau dengan pukulan bahkan tendangan. Mungkin membisu sekali pun bagi mereka itu adalah cara untuk saling memahami.

Ji Soo melihat ke sebelah kiri, ke arah Hyeon Soo yang berjalan tepat di sampingnya. Ia tersenyum manis. Siapa sangka kalau sekarang mereka berdua adalah kakak beradik. Walau tidak sedarah, tapi Ji Soo merasa sangat bahagia.

Karena perjalanan rumit dalam hidupnya itulah Ji Soo jadi banyak mengerti dan belajar hal baru. Ya, Ji Soo ingin hidup. Hidup di hidupnya sendiri. Bukan hidup di dunia yang kebanyakan orang hidup.

Apa bedanya dengan monyet atau kucing? Mereka pun bisa hidup di dunia. Tapi, bagaimana dengan hidup di hidupmu sendiri? Tentu saja itu adalah hal yang berbeda. Dan mulai sekarang Ji Soo ingin hidup dalam hidupnya sendiri. Merasa bebas tanpa terbebani akan pandangan dunia terhadapnya.

TWO 너와나 | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now