Chapter Dua

196K 30.8K 15.6K
                                    

P E M B U K A A N

 •Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️

***

"Pulang! Jangan kayak gembel selonjoran di situ."

Akbar yang baru sampai di teras kafe yang Mia maksud, langsung menendang-nendang kaki Mia. Tindakannya membuat Mia mengangkat kepala hingga Akbar bisa melihat wajah menyedihkan cewek itu. Akbar tidak mengerti dengan Mia yang sudah tidak mempunyai urat malu lagi. Bisa-bisanya cewek itu menangis di teras kafe seperti orang tidak waras. Oh mungkin benar, Mia memang tidak waras.

Tatapan aneh orang-orang tidak membuat cewek itu malu. Entah Mia ini cewek jenis apa.

"Apa liat-liat? Nggak pernah liat orang patah hati?!" bentak Mia menatap galak ke arah orang asing yang terus memperhatikannya. Ulahnya itu membuat beberapa orang urung masuk ke kafe.

"Bangun! Gue yang malu sama tingkah lo." Akbar dengan kesabaran yang tipis, menarik tali hoodie Mia cukup kuat.

"Lo nggak ngerti, Bar. Lo nggak ngerti apa yang gue rasain sekarang. Jadian cuma dua puluh dua jam udah dibikin jomlo lagi. Gue mau bunuh diri aja lah. Disia-siain mulu sama buaya."

Akbar melepas tali hoodie Mia. Cowok itu membuka ranselnya lalu mengeluarkan tali. "Gue udah bawa tali buat lo. Ayo! Gue bantuin lo gantung diri. Ntar lo tinggal wafat aja, gue yang siapin semuanya."

Mia mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu berdiri cepat. Dia melupakan ilmu bela diri yang dikuasai cowok itu. Serangan yang ia persiapkan gagal. Akbar berhasil menangkis pukulannya bahkan sekarang kedua tangannya sudah diringkus begitu mudah oleh cowok jangkung itu.

"Kalau lo bisa kalem, gue nggak bakal banting lo di sini," bisik Akbar.

"Nggak di sini, tapi di kasur? Kebiasaan lo, kan, banting-banting gue di kasur," cibir Mia yang langsung mendapat jitakan dari Akbar. Jitakan yang terlalu keras untuk cewek. Kasar, itulah Akbar Adji Pangestu.

Mia sendiri heran sekali pada orang-orang yang menilai Akbar secara berlebihan. Menganggap cowok itu malaikat, misalnya. Atas dasar apa mereka menilainya seperti itu jika Akbar yang ia kenal sangat jauh dari definisi malaikat. Suka membentak saat marah, suka membanting tubuhnya saat cowok itu mulai kewalahan pada tingkah anehnya, atau tidak jarang juga sering memperlakukannya dengan sangat keterlaluan.

Malaikat apanya?

"Mau gue temenin bunuh diri atau gue anterin lo pulang?" Akbar mengajukan pilihan.

"Nggak ada pilihan traktir makan? Gue habis nangis, patah hati, dan marah. Sekarang gue laper."

Akbar meraih pergelangan tangan Mia, mengajak cewek itu masuk ke kafe. "Kita rayakan kejombloan lo."

ToxicWhere stories live. Discover now