Chapter Empat Puluh Dua

79.2K 16.6K 21.2K
                                    

P E M B U K A A N

Buat chapter ini bayar pake streaming MV NCT 127 boleh yaa hehehe ಥ_ಥ
Klik video di atas

Buat chapter ini bayar pake streaming MV NCT 127 boleh yaa hehehe ಥ_ಥ Klik video di atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mode nak bontot
***

"Bentar, kayak bekas cakaran ... kucing?" gumam Mia yang tengah memeriksa luka yang memanjang di lengan kiri Elang. Luka yang tak asing untuknya yang memang sering mendapatkan luka semacam itu. Ia mendongak hingga tatapannya bertemu dengan Elang.
"Lo punya kucing, Lang?"

Elang menarik lengannya lalu menggosok luka yang Mia maksud. Kekehan pelannya lolos. "Nggak. Tadi ada kucing masuk ke rumah. Mau gue bopong ke luar, malah nyakar. Kucing liar kayaknya, jadi gitu," balasnya begitu tenang.

"Habis nyakar, kucingnya nggak diapa-apain, kan?"

Menoleh ke arah Mia, Elang menaikkan sebelah alisnya. "Maksudnya?"

"Kadang ada orang yang sampe mukul, nendang, dan bahkan bunuh kucing karena hal sepele. Kalau orang baik kayak lo, gue yakin nggak bakal ngelakuin itu."

Baik?
Mia memberinya embel-embel 'baik'? Bolehkan Elang menertawai cewek itu? Lalu, aakah jika cewek naif itu tahu apa yang sudah ia perbuat, ia masih sudi menyebutnya baik?

Memberi beberapa sayatan di kaki belakang sampai kucing itu mengeong keras dan berakhir mencakarnya, apakah itu sebuah kebaikan? Elang mengulas senyum tipis saat mengingat kegiatan menyenangkan sebelum berangkat sekolah. Cakaran kucing sialan itu tidak ada apa-apanya dibanding kepuasan yang didapat saat melihat hewan itu berusaha lari dengan menyeret kaki belakang. Jangan lupakan darah segar yang menjadi lukisan abstrak di lantai keramik kamarnya yang berwarna putih. Sepertinya Elang tidak akan membersihkannya dalam waktu dekat, ada nilai aestetika tersendiri untuknya.

"Lo tau anak pungut gue, kan, Lang?" tanya Mia mengepalkan tangan kuat-kuat sampai ia merasakan nyeri di telapak tangan yang sekarang terluka oleh kuku panjang miliknya. Ingin melenyapkan sakitnya kehilangan yang membuat dadanya terasa sesak dan nyeri sejak tadi, ia menekan lebih kuat agar kukunya bisa melukai lebih dalam lagi.

"Tau lah, siapa sih yang nggak kenal anak pungut lo sama Akbar? Kucing paling lucu yang bikin gue pengin bawa pulang," balas Elang lalu melepas tawa. 'Pulang' yang ia maksud maknanya jelas berbeda.
Dan keinginannya untuk membawa pulang hewan itu sudah terwujud.

Erang kesakitan kucing itu bahkan masih terekam dengan jelas. Sampai erangan itu tak terdengar, begitu juga dengan pemberontakannya yang melemah. Elang sampai bosan dengan mainannya lalu memutuskan untuk memasukkan itu ke kotak bekas sepatu. Kalau hewan itu masih bernapas, pasti akan merasakan sesak seperti yang Zanna rasakan saat alerginya kambuh karena bulu sialannya. Itu memang bagian dari pembalasan.

ToxicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang