Chapter Sepuluh

131K 24.2K 19.3K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️

***

"Coba sekarang bilang mama, jangan meong-meong mulu. Nggak ada akhlak kamu, masa sama orangtua nggak sopan."

Meoong.
Setelah mengeong kucing di pangkuan Mia, menduselkan kepala ke lengannya. Ekor panjangnya yang berbulu lebat dan sedikit panjang, bergerak lincah menyapu wajah.

Mia terkekeh pelan saat bulu halus kucing pemberian Akbar membuatnya bersin. Akbar menepati janjinya. Saat pulang dari rumah sakit tadi, kucing itu sudah ada di rumahnya. Mia tidak peduli dengan kucing siapa yang Akbar culik. Yang terpenting sekarang ia memiliki teman yang bisa menemaninya dua puluh empat jam. Tidak tanggung-tanggung, Akbar juga sudah menyiapkan segala keperluan anak angkatnya itu.

"Mama, Sayang. Ma-ma. Bukan meong. Yuk bisa yuk, pelan-pelan aja. Bismilah dulu. Ma-ma."

Mia tidak berhenti berusaha untuk melatih anak angkatnya agar bisa memanggilnya dengan sebutan mama. Mama Mia. Suara meong terlalu mainstream. Mia ingin sesuatu yang tidak biasa.

Meong.
Lagi. Kucing itu mengeong, tidak sesuai dengan harapan Mia.

"Anak pungut ngajak ribut, nih," kesal Mia menatap galak ke arah kucing di pangkuannya. Seperti tahu apa yang terjadi, kucing itu melompat turun dari pangkuannya dan berlari menghampiri Akbar yang sudah mengulurkan tangan menyambut kedatangannya.

"Ini kucing, Mia. Yang namanya kucing emang bisanya meong-meong. Sampai lo jadi kucing juga, ini kucing nggak bakal bisa ngomong mama. Tolong, gobloknya nggak usah diperjelas. Semua orang tau kok kalau lo goblok ... banget malah," cibir Akbar yang sudah meraih tubuh gempal kucing itu ke dalam gendongannya.

Gemas dengan kucing Mia, Akbar mengangkat kucingnya lebih tinggi hingga kucing itu bisa menjangkau wajahnya. Senyumnya terbit saat kucing itu menyerangnya dengan ciuman.

Mia yang melihat kedekatan bapak dan anak angkat itu, mendengkus. Bisa-bisanya ia iri dengan anak angkat itu yang diperlakukan lembut oleh Akbar. Mia pun bangkit, merebut paksa kucingnya dari Akbar.

"Sama Mama Mia aja, papamu psikopat. Nanti kamu dipotong-potong," bisiknya pada si kucing.

Tangan Mia tidak berhenti mengelus bulu halus kucing barunya. Ia melangkah pelan menjauhi Akbar lalu kembali duduk di sofa memangku kucingnya.

"Besok kalau gede, kamu harus jadi maung, ya, Nak. Aum aum gitu, biar agak gentle. Meong-meong mah cupu. Anaknya Mama Mia harus paling keren."

ToxicWhere stories live. Discover now