Chapter Sembilan

129K 24.4K 13.2K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️



***

"Pas Akbar bilang ke Tante kalau Mia dirawat di rumah sakit, Tante itu langsung panik. Mau langsung jengukin, tapi Akbar ngelarang. Akbar minta tolong ke Tante bikinin bubur dulu buat Mia. Kata Akbar, kamu nggak mau makan makanan rumah sakit. Akbarnya mau pulang dulu, tapi nggak mau ninggalin kamu sendirian. Makanya nyuruh Tante."

Mia tersenyum lalu kembali membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Tari---ibu Akbar. Meskipun Tari hanya sebatas ibu dari temannya, tapi perempuan itu memperlakukannya jauh lebih baik dari ibu kandungnya sendiri.

"Aku pasti ngerepotin Tante, ya? Padahal Tante pasti lagi sibuk banget."

"Mana ada Mia ngerepotin Tante. Tante nggak sesibuk itu kok sampai nggak bisa luangin waktu sebentar buat jengukin Mia."

"Makasih banyak, Tante."

"Sama-sama. Ayo buka mulutnya lagi, Mia harus makan yang banyak. Tante liat sekarang Mia agak kurusan. Apa Akbar nggak bener urusnya?"

Pintu kamar rawat inap Mia terbuka, Akbar muncul dengan menenteng tas. Tadi, saat Tari datang, Akbar pamit pulang sebentar untuk mengambil beberapa potong pakaian Mia. Cowok itu duduk di sebelah ibunya setelah menyimpan pakaian Mia di lemari.

"Mau disuapin juga," rengek Akbar terdengar manja lalu membuka mulut menyambut suapan dari ibunya.

Mia sudah tidak asing dengan sifat manja Akbar yang memang hanya muncul saat di dekat ibunya. Sisi lain cowok itu yang jarang sekali ditunjukkan di depan umum, hampir semuanya sudah dia ketahui. Orang-orang pasti tidak tahu seberapa bar-barnya Akbar yang pembawaannya begitu tenang dan terlihat tidak pernah neko-neko. Mereka juga tidak ada yang tahu jika Akbar tidak sesempurna yang mereka bayangkan.

Saat melihat Akbar tersenyum, Mia terdiam. Meskipun senyum itu bukan untuknya, tapi entah mengapa membuatnya merasakan sesuatu yang aneh. Akbar memiliki senyum yang khas. Tidak hanya menggunakan bibir, senyum milik cowok itu juga melibatkan mata yang memperdaya siapapun yang melihatnya. Saat tersenyum, Akbar terlihat seperti bukan Akbar yang kasar dan kejam. Kesan lembut dan menggemaskan jauh lebih terasa.

Mia menggelengkan kepala. Apa yang baru saja ia pikirkan tentang Akbar? Apa ia baru saja mengaguminya? Sepertinya Mia harus lebih sering bercermin dan mengingat baik-baik ucapan Akbar tentangnya.

"Akbar jagain Mia, ya. Mama mau balik kantor, masih ada kerjaan. Inget, ya, Bar. Mia lagi sakit. Kamu nggak boleh marah-marah apalagi kasar sama Mia," pesan Tari begitu mengarahkan suapan terakhir untuk Akbar.

ToxicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang