Chapter Enam Belas

107K 21.7K 22.5K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️


***

Mia ingin menjerit memohon agar ayahnya tidak meninggalkannya. Tapi itu sia-sia karena ayahnya sudah melambaikan tangan sebagai salam perpisahan sebelum memasuki mobil.

"Papaaaaa!" jeritnya saat mobil yang dikendarai Pandji menghilang di balik pintu gerbang.

Mia membuang asal tas punggung dan kantong plastik berisi pakan hewan peliharaannya. Cewek itu masuk ke rumah untuk mengambil kunci motor matiknya. Dengan modal nekat, Mia mengendarai motor itu. Ini adalah kali pertama untuknya mengendarai motor tanpa Akbar. Sepenuhnya Mia sadar jika apa yang ia lakukan itu berbahaya karena ia belum mahir berkendara. Tapi Mia tidak peduli. Kalaupun nantinya aksi nekatnya membawa petaka, Mia tidak akan menyesal.

Entah keberanian dari mana, Mia sengaja menabrakkan motornya ke bumper belakang mobil yang dikendarai ayahnya. Tindakan gilanya itu membuat kendaraannya oleng dan berakhir di aspal. Mia meringis kesakitan karena kaki kirinya tertimpa motor ditambah sikunya yang lecet lumayan parah.

Mia menyesal karena terlalu pelan saat menabrak bumper mobil ayahnya. Kalau saja tadi lebih keras, luka yang dirasakan mungkin bisa menyamarkan rasa sakit di hatinya.

"Mia!" Pandji memekik melihat kondisi mengenaskan putrinya. Pria itu berlari cepat dan menyingkirkan motor matik yang menimpa kaki Mia.

Seperti tidak terjadi apapun, begitu kakinya bebas dari timpaan motor, Mia bangkit sendiri. Berdiri dengan kakinya yang terasa sakit saat dipaksa menopang.

"Mia, kita ke rumah sakit---"

"Semalem maksudnya apa? Yang tadi pagi juga," sela Mia sebelum Pandji menyelesaikan kalimatnya.

"Mia, luka kamu---"

"Jawab aku, Pa! Semalem kenapa Papa baik banget sama aku? Bahkan tadi pagi Papa juga masih baik. Terus, kenapa sekarang mau pergi?"

"Mia---"

"Papa mau pergi kemana?"

Pandji benar-benar tidak fokus dengan pertanyaan putrinya. Fokusnya ada pada luka di lutut dan siku Mia yang mengalirkan darah segar. Dia yang melihat itu saja bisa membayangkan rasa sakitnya. Mengapa Mia terlihat biasa-biasa saja dengan luka itu.

"Aku udah mati rasa, Pa. Papa nggak perlu khawatir. Ini nggak sakit," terang Mia seolah mengerti apa yang tengah dipikirkan ayahnya.

"Mia dengerin Papa. Kita ke rumah sakit dulu. Mia harus diobati. Mia nurut, ya, sama Papa."

ToxicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang