Chapter Dua Puluh Delapan

124K 22.6K 20.7K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️


***

Sisi manja Akbar muncul karena keberadaan dua kakak perempuannya, ditambah subuh tadi ibunya juga datang setelah semalam cowok itu mengadu soal kelakuan dua kakak perempuannya. Akbar yang biasa serba mandiri, menjelma menjadi bayi besar yang serba diladeni. Perkara bangun tidur saja Akbar menunggu Tari mengetuk pintu kamar dan membangunkannya. Akbar yang sebenarnya sudah bangun sejak subuh, memilih tidur lagi. Padahal biasanya begitu bangun, ia akan menyiapkan sarapan untuk Mia.

Ngomong-ngomong, Akbar tidur di kamarnya, sementara Mia tidur di kamar tamu bersama dua kakak perempuannya. Akbar kesal bukan main karena mereka mengambil kesenangannya. Dan yang lebih mengesalkan lagi, Mia tidak memilihnya sebagai teman tidur cewek itu saat diberi kebebasan untuk memilih teman tidurnya. Karena itulah Adel dan Mega mengolok-oloknya habis-habisan. Oh tentu saja Mia tidak mau kalah.

Suara ketukan pintu terdengar disusul panggilan dari Tari. Akbar langsung menutup kelopak mata dan berakting tidur senatural mungkin. Tak lama kemudian, ia mendengar derap langkah mendekat.

"Akbar ... kok masih tidur. Nggak sekolah? Ayo bangun," pinta Tari yang duduk di tepi ranjang putra bungsunya.

Alih-alih membuka kelopak matanya dan memulai aktivitas paginya, Akbar hanya bergerak untuk memindahkan kepala ke pangkuan ibunya. Sepertinya, si bungsu itu rindu dimanja. Melihat kelakuan bungsunya, Tari tahu apa yang harus ia lakukan. Kini jemarinya sudah menyusap-usap kepala bungsunya.

"Kak Adel sama Kak Mega rese, Ma," adu Akbar dengan kelopak mata yang masih tertutup.

"Bukannya Akbar yang rese? Mama udah denger dari Kakak loh soal Akbar sama Mia."

Refleks Akbar membuka mata dan duduk dengan cepat. "Kakak ngadu apa ke Mama? Mama percaya gitu aja? Mama tau, kan, kalau Kakak suka banget jail? Pasti mereka ngarang cerita."

"Iya udah kalau gitu, Mama mau denger langsung dari kamu soal kalian."

"Aku sama Mia nggak ngapa-ngapain, Ma. Mama tau, kan, aku gimana?"

Tari mengulas senyum. "Tau banget. Apalagi kalau lagi bohong. Nah, sekarang kamu lagi bohongin Mama, kan?"

"Mamaaa," erang Akbar kesal sekaligus malu.

"Rasanya baru kemarin loh Mama gendong Akbar, udah gede aja. Mana udah punya pacar. Mia pacar pertama, kan, ya? Pinter banget anak Mama nyarinya."

"Maaa, aku sama Mia nggak pacaran! Aku mau fokus sekolah. Ya kali aku pacaran sama Mia yang nggak jelas gitu, mana gob--- sakit, Ma," protes Akbar saat punggungnya dipukul oleh Tari. Tidak sesakit itu, Akbar hanya melebih-lebihkan reaksinya.

ToxicWhere stories live. Discover now