Chapter Tiga Puluh Enam

92.2K 19.9K 50.2K
                                    

P E M B U K A A N

P E M B U K A A N

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️



***

Begitu mendarat usai melompat dari ujung pintu gerbang, Akbar langsung menegakkan tubuhnya. Berlari secepat mungkin mengejar Mia yang sudah masuk rumah. Pintu yang dibiarkan terbuka mempermudah setiap pergerakannya.

"Berhenti ngelakuin hal-hal tolol! Gue tau lo nggak setolol itu!" suara Akbar menggelegar melihat Mia terus saja menyakiti dirinya sendiri.

Gerakan Mia yang tengah melampiaskan marahnya pada orang-orang ke tubuhnya sendiri, terhenti. Ia menoleh, tatapannya tak lepas dari Akbar yang terus saja mendekat.

"Gue bahkan lebih tolol dari yang lo kira," jawab Mia begitu tenang. Sudut bibirnya terangkat, tersenyum miring mengejek Akbar, lantas kembali bersuara, "iya! Gue tolol, lo pinter ... paling pinter, paling bener."

"Berhenti di situ!" perintah Akbar kala Mia terus mundur saat ia berusaha memangkas jarak.

Bukan Mia namanya jika patuh semudah itu, terlebih pada Akbar yang belakangan ini banyak mengecewakannya. "Lo ngapain ke sini, sih, Bar? Bukannya kita udah selesai? Mau minta maaf? Basi tau nggak."

Akbar tidak memberi tanggapan. Cowok itu terus melangkah, tak peduli jika Mia sudah memperingatinya untuk tidak mendekat. Kedua tangannya bergerak lebih cepat hingga berhasil mengurung Mia yang terpojokkan. Senyum Akbar terbit, Mia tidak bisa kemana-mana lagi.

"Gue bisa ngelakuin hal yang lebih buruk dari itu," ancam Mia tak melepas tatapan dari leher Akbar yang diplester. Alih-alih mundur, Akbar justru semakin merapatkan tubuhnya, nyaris tanpa jarak.

"Emosi ... apa cuma itu yang ada dalam diri lo, Mia? Apa harus seemosi ini sama hal-hal yang nggak lo suka? Gue nggak lagi singgung Zanna secara spesifik, tapi emang emosi lo semakin nggak kekontrol. Lo juga makin susah dingertiin."

ToxicWhere stories live. Discover now