Chapter Dua Puluh Dua

102K 21.5K 23.6K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️


***

Oiya, emot buat chapter ini mana?

Udah bayar parkir?

Happy reading!
***

Mungkin ini adalah puncak kemarahan Mia. Amarah yang dipendam bertahun-tahun akhirnya meledak juga. Setelah berdebat dengan ibunya, cewek itu mengamuk seperti orang kesetanan. Astri yang saat itu berada di dekat Mia, tidak bisa menghentikan apa yang cewek itu lakukan.

Mia membanting semua figura yang ada di ruang tamu. Foto-foto kebersamaan keluarga kecilnya diinjak-injak lalu dihancurkan olehnya. Tidak berhenti sampai di situ, Mia juga menghancurkan semua guci keramik, vas bunga, dan barang apapun yang bisa dihancurkan.

Mia tidak mau hancur sendirian.

Mia ingin hancur bersama mereka.

Astri memohon bersama isakan agar Mia berhenti, namun suaranya tidak didengar. Perempuan itu memejamkan mata kuat-kuat saat melihat putrinya memukuli kaca jendela hingga berakhir hancur.

"Mia, Mama mohon ... berhenti," mohon Astri.

Masih tidak didengar, tubuhnya didorong agar menjauh dan Mia kembali memukuli kaca yang lain. Melihat punggung tangan putrinya yang berdarah, Astri mulai panik.
"Mia---"

"Mama diem. Biarin aku kayak gini yang penting aku nggak nyakitin Mama, kan?"

"Tangan kamu berdarah, Mia. Mama mohon, Mia jangan kayak gini."

"Mama jauh-jauh dari aku, nanti aku ngamuk ke Mama. Nanti aku pukul Mama. Mending aku pukul yang lain, biar Mama nggak kesakitan. Sakitnya buat aku aja semua."

Terkadang Mia benci pada dirinya sendiri yang sangat lemah pada orangtuanya. Sekalipun mereka sudah menyakiti dan mengecewakannya tanpa ampun, Mia belum sanggup untuk membalas rasa sakit itu. Ia lebih melampiaskan rasa sakit pada dirinya sendiri. Menyakiti fisik misalnya.

Setelah kembali mendorong ibunya agar menjauh, Mia menurunkan satu-satunya figura yang masih utuh. Foto masa kecilnya yang bahagia saat tumbuh di tengah-tengah keluarga yang utuh. Cewek itu tersenyum miring sebelum akhirnya melempar kuat figura itu ke dinding hingga hancur sepertinya.

Pecahan kaca dan keramik berserakan memenuhi ruang tamu. Suara barang-barang pecah sudah tidak terdengar lagi digantikan suara isak tangis cewek yang meringkuk di sudut ruangan. Meskipun tangannya sudah berdarah, Mia tetap memukul-mukul dinding.

ToxicWhere stories live. Discover now