Chapter Empat Puluh Enam

78.8K 15.1K 21.5K
                                    

P E M B U K A

Maaf baru update karena beberapa hari ini aku nggak buka wattpad ataupun sosmed, jadi engga tau kalau target Toxic udah tercapai :)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Maaf baru update karena beberapa hari ini aku nggak buka wattpad ataupun sosmed, jadi engga tau kalau target Toxic udah tercapai :)

Buat pemanasan, kasih emot dulu sebelum baca 👉👈

***

Elang mengakui jika dirinya sudah kehilangan kewarasan sejak diam-diam terus memotret Mia dengan kamera ponsel. Dalam rentang waktu beberapa jam bersama, sudah ada ratusan gambar yang berhasil diabadikan tanpa sepengetahuan cewek itu. Saat berjalan saja ia lebih memilih di belakang Mia demi sebuah gambar yang Elang sendiri tidak tahu gunanya untuk apa.

Ia hanya mengikuti suara hati yang tiba-tiba haus tentang Mia. Apapun; senyumnya, tawanya, ocehannya, tingkah tidak jelasnya, dan bahkan untuk hal-hal tidak masuk akal lainnya.

Mendadak, apapun tentang Mia itu adalah makna sebuah keindahan.

Ketika ada kesempatan dan momen di mana Mia tertawa lepas atau sibuk mengunyah makanan dengan gaya khas seorang Mia, maka ia akan mengambil video berdurasi pendek. Elang sendiri tidak tahu mengapa menjadi sefanatik ini pada tawa polos dan hal apapun tentang Mia.

Bahkan tindakan gila ini melebihi kapasitasnya pada Zanna.

"Gila, ini enak banget. Sumpah, nggak boong," ucap Mia lalu kembali memasukkan potongan bakso ke dalam mulut.
Dari caranya mengunyah dan gerakan kecil kepalanya yang tidak bisa diam, sudah sangat menjelaskan jika cewek itu begitu menikmati hidangan di hadapannya.

Tawa Elang mengudara di tengah kegiatan pura-pura sibuk membaca pesan masuk, padahal yang sedang dilakukan adalah mengambil video ekspresi lucu cewek di hadapannya.
Gila, Elang sudah gila. Hasrat ini benar menyiksa. 

Sama halnya dengan Zanna yang memohon dengan suara putus asa, Mia yang ekspresif saat makan, juga menjadi candu tersendiri.
Selalu ada kepuasan ketika melihat beragam ekspresi lucu Mia saat menikmati dan menilai makanan.

"Akbar harus tau tempat ini.
Besok mau ajak doi ah biar ada yang bayarin." Mia terkekeh geli lalu menyeruput kuah bakso yang baru saja ditambah cuka dan sambal. "Di sini sambelnya enak, besok mau gue kerjain tuh cowok biar mules."

Sederhana saja; Akbar.

Mia memang hanya menyebut nama 'Akbar' tapi dampaknya begitu luar biasa untuk Elang.
Tawa cowok itu lenyap seketika digantikan wajah dingin tanpa ekspresi. Suasana hati yang memburuk membuatnya menyudahi kegiatan merekam Mia.

Usai menyimpan ponsel di saku hoodie, cowok itu menatap tanpa minat pada cewek yang makan sembari berceloteh banyak soal Akbar. Kacau!

Rasanya ingin sekali ia membungkam mulut Mia agar berhenti menceritakan sesuatu yang tak ingin ia dengar.

ToxicWhere stories live. Discover now