Chapter Delapan Belas

105K 23.7K 25.4K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️

*Soang=Angsa

Happy reading!
**

Disetrum pakai raket nyamuk?

Dicambuk pakai sabuk?

Dibanting atau di-smackdown?

Dilempar dari balkon kamarnya?

Mia yang duduk di ranjang sembari memangku anak pungutnya terus menerka-nerka hukuman seperti apa yang akan ia terima dari Akbar. Perawakan Akbar yang tinggi besar berotot, sangat memungkinkan jika dirinya dibanting-banting sampai tulang belulangnya rontok, kan? Pasti bukan perkara sulit untuk seorang Akbar untuk meleburkan tubuhnya. Mia bergidik ngeri. Apa mungkin Akbar setega itu padanya? Tapi dilihat dari sepak terjang cowok itu, kemungkinannya sangat besar.

Tapi, apa Akbar sudah siap dengan konsekuensinya jika melakukan itu? Menjadi single parent untuk Anjing anak pungut beban keluarga bukan perkara mudah. Mia tidak yakin Akbar bisa melewati itu semua sendirian.

"Njing, kamu mau jadi penghuni surga, kan? Tolongin Mama dong. Papamu mau hukum Mama. Bisikin Mama harus ngapain dong."

Mia mendekatkan telinga ke mulut kucingnya, berlagak seolah ia mendengar bisikan jawaban dari kucingnya.

"Anjing!" teriakan Mia membuat hewan itu kaget dan refleks melompat turun. Sementara Mia berkacak pinggang di tempatnya.

"Kebanyakan gaul sama papa, kamu ketularan mesum!"

"Mau jadi apa kamu kalau besar nanti hah? Lonte? Masa nyuruh Mama ngerayu papamu pake cara yang iya-iya."

"Kamu pasti sekongkol sama papa, kan?"

"Sialan! Anak gadis gue udah rusak otak polosnya!"

Mia turun dari ranjang dan terus mendumel tidak jelas.

Seperti biasa saat diasuh oleh Mia, kucing itu hanya diam menunduk di pojokan. Hewan itu tidak mau mencari perkara dan lebih memilih merenungi nasib memiliki orangtua angkat seperti Mia. Capek. Itu sudah pasti. Belum lagi tekanan yang membuatnya semakin terpuruk.

Mendengar suara grasak-grusuk dari balkon kamarnya, Mia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi dengan jendela kamarnya. Dalam hati, ia menghitung mundur dan tepat dihitungan ketiga, Akbar muncul dari sana.

Pintu sudah tidak ada harga dirinya lagi di mata Akbar Adji Pangestu pengidap sindrom soang akut.

Kalau ada yang susah, kenapa harus yang mudah? Akbar kang panjat balkon 2021.

ToxicWhere stories live. Discover now