Chapter Dua Puluh Empat

116K 22K 25.1K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️


Jangan lupa share Toxic ke temen²
Happy reading!

Jangan lupa streaming "Kick Back"

***

"Sakit?" tanya Akbar lirih seraya menyentuh lembut pipi kekasihnya. Ada rona kemerahan di bekas tamparan keras Ivan.

"Lo lupa gue udah lewatin banyak rasa sakit yang jauh dari ini. Tamparan doang nggak kerasa."
Soal rasa sakit di pipi memang bukan masalah untuknya. Bahkan jika Ivan memberi tamparan lagi pun Mia tidak akan kesakitan.

Perihal rasa sakit yang sebenarnya ada di hatinya. Tamparan Ivan mengguncangnya hebat. Terlebih saat ibunya tidak melakukan apapun untuknya. Perempuan itu hanya diam melihatnya diperlakukan kasar oleh seseorang yang akan dipanggil ayah nantinya. Mia semakin sadar jika dirinya sudah tidak ada artinya lagi untuk Astri.

Mia mendorong Akbar untuk menyingkir. Masih ada yang harus diselesaikan. Ia pun maju berbekal keberanian menghadap Ivan yang tidak merasa bersalah sedikitpun atas kekerasan yang dilakukan.

Plak.
Mia mengembalikan tamparan Ivan di pipi pria itu.

"Bukan cuma Om yang bisa nampar orang lain. Nggak usah sok keras," tukas Mia.

Sudut bibir Mia terangkat membentuk senyum miring meremehkan pria yang terlihat sangat marah padanya. "Peraturan, ya? Pernah denger istilah kalau peraturan ada buat dilanggar? Ya aku bakal lakuin itu."

Ivan mengangkat tangannya dan melayangkan tamparan. Tangannya bergetar hebat saat bukan anak kurang ajar yang ia tampar, melainkan putrinya sendiri. Pria itu panik bukan main saat Zanna-nya tersungkur di lantai. Sepertinya tamparannya terlalu keras bahkan Zanna sampai mimisan karenanya.

"Maafin Papa, Nana. Maafin Papa."

Zanna menggeleng lalu menyeka darah yang keluar dari hidungnya. Dibantu oleh kedua orangtuanya, Zanna dipapah lalu didudukkan di kursi makan. Astri bertindak cepat untuk mempersiapkan kain dan es batu untuk mengompres Zanna.

Melihat betapa paniknya seseorang yang ia panggil ibu, Mia menyentuh pipi yang mendapatkan tamparan seperti Zanna. Bedanya, apa yang ia dapatkan tidak membuat Astri panik. Rasa sakitnya dibiarkan begitu saja. Mia hendak protes namun Akbar meremas kuat tangannya mengirim isyarat padanya untuk tidak melakukan apa-apa lagi.

"Papa telepon dokter, ya? Papa takut Nana kenapa-kenapa."

"Nana nggak papa, Pa. Kan udah dikompres juga sama Mama."

ToxicWhere stories live. Discover now