Chapter Empat Puluh Lima

80.6K 15.6K 22.2K
                                    

P E M B U K A A N

Emot buat chapter ini?4290 kata nih bos, panjang 🔥Mau dijadiin 2 chapter kek kentang banget, jadiin satu aja lah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Emot buat chapter ini?
4290 kata nih bos, panjang 🔥
Mau dijadiin 2 chapter kek kentang banget, jadiin satu aja lah.

Bentar lagi selesai 👀
Iya selesai buat versi wattpad.
Versi cetak segera.

Apapun ending di versi wattpad nanti hanya formalitas 🙂

***

Untuk sampai di titik lokasi yang Zanna bagi, Akbar hanya memakan waktu dua puluh menit, dua kali lebih cepat dari seharusnya. Terlalu mengkhawatirkan Zanna, ia memacu kendaraan dengan kecepatan penuh, tak peduli ketika beberapa kali mendapat makian dari pengendara lain.

Tak mendapati siapapun di tempat tujuan, Akbar langsung menghubungi Zanna. Sayangnya sampai percobaan ketiga, tak jua mendapat jawaban. Sontak saja itu membuat Akbar kian mengkhawatirkan Zanna.

Meninggalkan motor, cowok berhoodie abu-abu itu melangkah mendekati pintu gerbang setinggi tiga meter. Untuk urusan panjat memanjat, Akbar ahlinya. Ia sudah sangat terlatih melakukannya.
Mencoba untuk yang terakhir, nomor Zanna kembali dihubungi. Ketika panggilannya tetap tak dijawab, Akbar bergegas menyimpan ponsel ke saku hoodie. Sedetik kemudian kaki kanannya sudah diangkat dengan tangan menjangkau titik setinggi mungkin.

Tak sampai satu menit, Akbar berhasil menaklukan pintu gerbang. Sayang sekali perhitungannya kurang tepat, pendaratannya kurang sempurna. Ripped jeans yang dikenakan pun tak cukup melindungi  bagian lutut yang pertama kali menyentuh cor semen.
"Sialan," umpatnya seraya meniup lutut yang terluka. Ia pun menyapukan lengan hoodie ke bagian yang terluka, menyingkar debu yang menempel di sana.

Mendengar suara derap kaki mendekat, Akbar menoleh cepat ke sumber suara.
"Zanna?"
Mengesampingkan rasa sakitnya, Akbar bangkit menghampiri cewek bermasker putih yang terlihat panik. Tidak sendirian, cewek itu mendekap hewan yang sangat ia kenali; Anjing Primadona, anak pungut Mia.

Ucapan Zanna semalam benar dan cewek itu juga memenuhi janji untuk membawa kucing itu kembali ke pelukan Mia.

"Na?"

Zanna terus bersin.
Meski sudah menggunakan masker, nyatanya bulu hewan itu tetap membuat alerginya kambuh. Bahkan sekarang dadanya mulai terasa menyempit, menciptakan sesak dan nyeri ketika memburu napas.

"Kak ...."
Nyeri itu semakin terasa.
Zanna ingin menangis mengingat betapa lemah dirinya, sesuatu yang membuat orang-orang memiliki alasan untuk menaruh benci padanya. Jangankan orang lain, sejatinya Zanna pun membenci diri sendiri.

Menenangkan diri, dalam hati ia merapalkan kalimat untuk menyemangati dirinya sendiri. Kali ini, sisi lemahnya harus ditekan kuat agar tidak muncul. Ia akan sangat kecewa jika sampai gagal melakukan sesuatu yang berarti untuk seseorang yang ia panggil 'kakak'. Walaupun apa yang dilakukan ini mungkin tidak akan mengubah apapun, setidaknya Zanna ingin satu kali saja melakukan sesuatu untuk Mia.

ToxicWhere stories live. Discover now