9 - SI PENCURI HATI

934 169 10
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

****

"Hei, hobi banget di sini."

Betha menoleh mendapati Alva menghampirinya dengan jas OSIS berwarna perak. Dirinya tersenyum kemudian lanjut membaca bukunya. Iya, ini perpustakaan, tempat favorit Betha jika menunggu Alva mengurus urusannya.

"Lagi apa sih?" tanya Alva sambil menarik kursi di hadapan Betha kemudian duduk di sana.

"Baca buku," jawab Betha singkat.

"Maksudnya baca apa?" sahut Alva sambil memutar bola matanya.

"Nih," Betha menunjukkan sampul buku yang sedang ia baca. ANTARIKSA. Alva mengangguk setelah membaca judul buku yang Betha baca.

"Mau pulang nggak?" tanya Alva.

"Duluan aja," jawab Betha, "Kita 'kan udah nggak ada apa-apa."

Alva mendecak kesal. Setelah seminggu mereka putus, Betha jadi sering mengeluarkan pernyataan itu. Pernyataan yang menurutnya sangat menyebalkan.

"Ya udah, aku duluan ya," ujar Alva kemudian beranjak setelah Betha mengangguk. "Beneran nggak mau bareng?" tanya Alva memastikan sebelum keluar dari perpustakaan.

Betha bedeck pelan, menutup telinganya tanpa berniat membalas Alva.

"Tha, beneran aku pulang ya," pamit Alva sekali lagi dengan harapan dapat mengantar mantannya kali ini.

"Apa? Nggak dengar," sahut Betha sambil terus menutup telinganya.

Alva menggeleng kemudian beranjak sambil tersenyum pasrah. Mungkin lain kali, batinnya.

Jujur, Betha juga sangat ingin pulang bersama Alva. Hanya saja dirinya harus ingat, ada hati yang harus dijaga saat dia dekat dengan Alva, yaitu hatinya dan hati Alva. Keduanya tidak bisa terus menerus saling menggenggam.

****

"Alva!" panggilan dari seorang pria paruh baya menghentikan langkah Alva ke parkiran.

"Iya, kenapa, Pak?" tanya Alva setelah menoleh. Ternyata itu Pak Hermawan, panggil saja Pak Mawan, guru Geografi sekaligus pembina OSIS.

Pak Mawan menurunkan kacamatanya sedikit untuk melihat Alva lebih jelas. Oke, itu benar Alva.

"Kamu mau bantu saya?" tanya Pak Mawan serius. Alva mengangguk sekali tanpa bertanya bantuan apa yang dibutuhkan Pak Mawan. Bagi Alva, jika Pak Mawan memintanya melakukan sesuatu, berarti beliau tahu Alva sanggup melakukannya.

"Mari, ikut," ajak Pak Mawan kemudian melangkah menuju ruang tata usaha.

"Permisi, Bu," sapa Alva sopan pada staf di sana ketika memasuki ruang tata usaha.

"Ini adik kelas kamu, boleh tolong antarkan dia pulang?" pinta Pak Mawan menunjuk pada seorang siswi cantik yang duduk lemas tak jauh dari pintu.

Alva menatap siswi itu sebentar kemudian kembali menatap Pak Mawan. "Taksi online 'kan banyak, Pak," jawab Alva bermaksud menolak secara halus.

"Dia tidak bawa ponsel, rumahnya cukup jauh juga, kalau naik angkot kasihan, toh. Badannya juga sedikit panas. Sekarang sekolah sudah sepi," jelas Pak Mawan.

Alva manggut-manggut mendengar penjelasan Pak Mawan. "Baiklah," jawabnya singkat. Jujur, Alva ingin sekali menjawab 'Saya pesenin, deh.'

"Nah, Thea, kamu pulang sama Alva ya," ucap Pak Mawan pada gadis yang dipanggil Thea tadi.

ALVABETHWhere stories live. Discover now