61 - SENYUM

542 119 42
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Aku mau kalian sedikit berpikir masalah apa yang akan terjadi setelah part ini ya 😆

Selamat membaca! 💜💜

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

***

Gamma menolak pulang bersama Alva, Delta maupun Vivi. Entah mengapa suasana hatinya saat ini sedang ingin sendiri. Dan ... ya, dirinya masih di sini sekarang. Di lapangan sekolah yang sudah sangat sepi, menikmati angin yang beberapa kali membuat rambutnya jadi berantakan.

"Gamma tahu Kak Alva masih sayang sama Kak Betha." Gamma mengulang kalimat itu berkali-kali. "Gamma nggak apa-apa. Gamma 'kan udah janji sama Kak Alva."

"Perbedaan antara tepat janji sama bodoh itu tipis. Kalau menurut gue, lo yang kedua."

Gamma menoleh mendapati lelaki yang tidak terlalu asing baginya kemudian tersenyum tipis. "Habis dari ruang BK lagi?" tanyanya mulai hafal kebiasaan lelaki ini. Siapa lagi kalau bukan Omega.

"Nggak, cuma habis beres-beres perpustakaan. Biasalah, murid teladan," jawabnya santai sambil mengibaskan tangan.

Gamma terkekeh hambar lalu mengarahkan pandangannya ke depan lagi. Tidak merasa terlalu terganggu dengan kehadiran Omega, tapi juga tidak begitu peduli.

"Gue dengar omelan lo tadi," ungkap Omega, "Kenapa sama Alva?"

"Kalau tadi dengar secara lengkap, berarti nggak perlu tanya lagi harusnya," balas Gamma telak.

Omega tersenyum miring. "Banyak orang yang kagum sama Alva, Gam. Tapi, itu nggak seharusnya membuat dia dengan mudah mempermainkan orang lain."

"Kak Alva nggak mempermainkan Gamma," bela Gamma lirih.

"Mempermainkan memang terdengar kasar, tapi caranya bisa sehalus mungkin."

Gamma menghela napas panjang. Dia benar-benar tidak tahu harus apa. Gamma memang tidak suka memberi kesempatan kedua, tapi Gamma juga tidak siap jika harus kehilangan Alva.

"Kak Omega pernah di posisi Gamma nggak sih?" tanyanya putus asa, "Jadi orang yang paling berharap, sekaligus yang paling tahu kalau harapan itu sebenarnya kosong."

Omega menggeleng. "Gue pernah di posisi mempermainkan. Sampai akhirnya dia yang paling tulus pergi dan gue nggak tahu kabarnya sampai saat ini."

"Siapa?"

"Nggak tahu harus gue sebut siapa, karena gue nggak pernah kasih kepastian. Satu hal yang gue yakini, dia sekarang pasti bahagia. Lebih daripada waktu dia ada di dekat gue. Sedangkan gue di sini jadi orang yang merasa bodoh dan bersalah."

Gamma menelan salivanya. "Jadi?" tanyanya menagih kesimpulan.

"Lo harus percaya sama pepatah yang bilang kalau manusia akan sadar betapa pentingnya seseorang waktu orang itu benar-benar pergi," ujar Omega menggebu-gebu.

Gamma menatap Omega meminta penjelasan lebih lanjut.

Omega mengembuskan napasnya sekali. "Lo nggak rugi kalau melepas Alva. Paling dia yang jadi kayak gue; takut memulai lagi karena nggak ada yang sebaik lo." Omega menatap Gamma lurus. Semua ucapannya terdengar tanpa beban, meskipun Gamma tahu lelaki itu menyimpan kesedihannya sendiri selama ini.

Gamma bergeming. Pikirannya jadi semakin bingung sekarang. Apa benar kata Omega? Apakah melepaskan Alva memang jalan terbaik?

"Udah, kata-kata gue tadi pasti benar, nggak usah banyak lo pikirin," decak Omega setelah mengamati mimik sendu Gamma cukup lama, "Mending ikut gue, mau nggak?" Omega setengah menarik tangan Gamma agar gadis itu ikut berdiri.

ALVABETHWhere stories live. Discover now