37 - Curiga

464 101 55
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

****

"Ayah ngapain di sini?" pertanyaan Alva terdengar ogah-ogahan.

Ayah Adit masih fokus pada permainan PS-nya bersama Cory. "Mau lihat anak-anak Ayah, dong. Kamu dari mana? Hari ini bukannya libur?" jawabnya santai.

Alva mengangkat dua alisnya dan menjawab dengan malas-malasan. "Habis tanding basket."

Cory beralih dari fokusnya menoleh pada Alva. "Menang nggak, Kak?" tanyanya antusias.

Alva mendekat kemudian mengacak puncak kepala Cory sembari mengangguk. "Medali perunggu, emasnya dibawa sama tim inti," jawabnya santai, "Kakak mandi dulu, ya," pamitnya kemudian keluar dari kamarnya.

Ayah Adit menunggu sampai Alva benar-benar menutup pintu kamarnya. "Kakakmu kenapa? Jutek amat," protesnya sedikit berbisik pada Cory.

Cory mengangkat kedua bahunya. "Dia memang gitu," jawabnya santai.

Ayah Adit memang jauh lebih dekat dengan Cory, karena puterinya jauh lebih terbuka. Tetapi, biasanya Alva juga tidak sedingin ini. Biasanya dia akan menyalami Ayah terlebih dahulu, sedikit berbincang atau ikut bermain PS, baru melakukan aktivitasnya sendiri. Apa ada kejadian lain yang membuat Alva sedingin ini pada ayahnya sendiri yang luput dari ingatannya?

****

Alva memilih untuk diam di dapur sambil mengamati gerak-gerik sang bunda setelah mandi. Kantor Bunda Nadia memang selalu libur di hari Sabtu.

"Bun, Ayah tumben datang lagi. Ada apa?" tanya Alva tak kuasa membendung penasarannya lagi.

Bunda menoleh sebentar dari fokusnya pada penggorengan kemudian tersenyum hangat. "Mau ketemu kalian katanya," jawab Bunda Nadia terdengar sangat ramah.

"Tumben," gumam Alva pelan.

Alva bahkan tidak pernah mengerti akan hati ayahnya yang sebenarnya. Terkadang dia menjadi sosok ayah yang sangat dirindukan, tetapi di lain waktu bisa menjadi sosok kriminal keji yang sangat menakutkan.

Alva juga tidak mengerti dengan jalan pemikiran Cory yang selalu bisa akrab dengan ayahnya, padahal Cory juga sering disiksa secara fisik jika Ayah Adit sedang mabuk. Lebih tidak masuk akal lagi hatinya Bunda Nadia. Bagaimana bisa Bunda tetap membuka rumahnya dan mengizinkan anak-anaknya bertemu dengan orang yang sering menyiksa mereka secara fisik maupun batin dan sudah menyakiti hatinya.

Bohong jika Bunda tidak hancur karena perlakuan Ayah. Tapi, Bunda sering memberi nasihat bahwa Alva dan Cory tidak seharusnya membenci ayah. Bahkan tidak hanya memberi nasihat, Bunda juga menunjukan pengampunannya pada Ayah dengan selalu memperlakukannya bak seorang suami jika ia ada di rumah. Kata Bunda, selagi mereka belum bercerai secara hukum, maka status mereka tetaplah suami-istri. Apa mungkin kebesaran hati itu yang menurun pada Cory? Ah, rumit.

"Kenapa?" tanya Bunda Nadia lembut menyadari anak sulungnya asyik mengarungi pemikirannya sendiri.

Alva mengerjapkan matanya beberapa kali, mengusir semua pikiran-pikiran buruknya. Mengusir niatnya untuk menceritakan pertemuan tak terduga dengan ayahnya di tepi jalan waktu bersama Gamma. Alva rasa bukan ide yang baik untuk bercerita pada Bunda yang suasana hatinya sedang baik.

"Nggak apa-apa, Bunda," jawab Alva dengan senyum paksanya.

Bunda memindahkan hasil masakannya ke piring di meja makan. "Nggak mau cerita sesuatu sama Bunda?" tanyanya masih belum menyerah.

ALVABETHWhere stories live. Discover now