11 - MASIH ADA HATI

844 156 28
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

****

Betha menatap deburan ombak di hadapannya. Sore yang indah. Buktinya, Betha tersenyum saat merasakan angin sore menerpa helaian rambutnya. Padahal, seharusnya Betha menyesal ada di sini sekarang karena Delta cukup memaksanya. Namun ternyata, lelaki itu pintar juga memilih tempat, membuat kekesalan Betha sedikit mereda. Ditambah pemikiran mereka yang ternyata sangat imbang, membuat pembicaraan mengalir dengan mudah.

Fakta menyebalkan tambahannya adalah Alva bilang di sambungan telepon kemarin malam bahwa tidak ada salahnya berkenalan lebih jauh dengan Delta. Mungkin dengan begitu akan membantu Betha untuk membuka lembaran baru lebih cepat. Walaupun Betha tidak tahu, apakah Alva mengatakannya dengan sepenuh hati atau justru tak pakai hati.

"Nih," ujar sebuah suara menyadarkan Betha dari kekagumannya akan langit jingga sore ini.

"Makasih." Betha tersenyum seraya mengambil es krim yang disodorkan untuknya.

Delta mengambil duduk di samping Betha, ikut menghamburkan pandangannya pada buih-buih kecil yang tercipta akibat benturan ombak dengan bibir pantai.

"Lo suka banget sama es krim?"

"Suka banget," jawab Betha antusias, "Gue bisa habis tiga bungkus sehari."

Delta terkekeh. Gadis di sebelahnya ini ajaib. Pantas saja tak banyak orang bisa menaklukkannya.

"Lo anak OSIS kan?" tanyanya mengawali topik baru.

Betha mengangguk. "Ketua bidang dua," jawabnya tanpa ditanya.

"Apa sih keuntungan ikut OSIS?" tanya Delta penasaran. Maklum, di zaman sekarang banyak yang merasa ikut OSIS hanya buang-buang waktu.

"Banyak," jawab Betha kemudian menjilat es krimnya lagi.

"Pertama, lo punya banyak teman baru dengan berbagai karakter baik yang menonjol, nggak cuma yang satu angkatan, tapi dari tiga angkatan sekaligus. Kedua, lo belajar jadi pemimpin, minimal untuk diri sendiri. Ketiga, berorganisasi itu cari pengalaman dan membiasakan diri hidup bersama orang-orang yang mungkin hidupnya kontras sama lo. Faktanya, lo nggak akan pernah hidup sendiri sampai kapanpun. Keempat, kita harus sama-sama belajar atur ulang prioritas, waktu, keuangan, dan masih banyak lagi."

"Lo sendiri, kenapa suka basket?" tanya Betha balik. Sekadar informasi, Delta adalah kapten tim inti basket, berbeda dengan Alva yang hanya anggota tim cadangan. Alva lebih sibuk dengan urusan OSIS setelah dilantik.

"Buat gue, basket itu setengah hidup gue. Mau senang, sedih, marah, gue pasti main basket."

Betha mengangguk mendengar pernyataan Delta. Hobi memang seharusnya begitu, kan?

Delta tersenyum. "Lo suka pelajaran Bahasa Indonesia?" tanyanya.

"Lebih suka Biologi, tapi lumayan. Kenapa?"

"Tata bahasa lo cukup baik dan lo bisa menjelaskan hal-hal rinci tapi mudah dimengerti kayak tadi. Nggak semua orang bisa melakukan itu."

Betha tersenyum, matanya tetap menatap matahari yang perlahan tenggelam. "Gue masih mau jadi WNI, jadi harus bisa berbahasa yang baik."

Delta tertawa, kali ini sepertinya cukup puas. "Lo bisa ngelucu juga, ya. Gue kira Betha itu orangnya serius," jawab Delta jujur.

Betha terkekeh. "Emang tadi lucu?"

Delta menggeleng melihat kepolosan Betha yang jarang ia tunjukkan. "Mau makan malam?" tawar Delta melihat langit yang sudah berubah gelap.

Betha mengangguk lalu melahap sisa es krimnya. "Pilih tempat ya, Ta," pinta Betha selanjutnya sambil berdiri mengikuti Delta ke arah motornya.

ALVABETHOnde as histórias ganham vida. Descobre agora