49 - MASA LALU

541 121 83
                                    

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Hari ini kita akan menjelajahi masa lalu! 😆

Selamat membaca dan dapet ilmu baru! 💜

Happy reading!

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

***

Betha berjalan cepat menuju parkiran motor sambil terus-terusan berdecak pelan, karena sesekali rambutnya tertiup angin dan menutupi wajah atau membuat roknya sedikit terlipat. Sudah jam sebelas lebih lima belas menit. Lebih setengah jam dari janjinya dan Delta kemarin malam. Lelaki itu pasti sudah menunggu lama.

"Hai, lama nggak? Maaf ya. 'Kan gue udah bilang lo tunggu di sana aja, nanti gue nyusul," cerocos Betha begitu berdiri tepat di hadapan Delta.

Delta mengacak puncak kepala Betha lalu tersenyum gemas. "Kan gue bilang mau tunggu lo. Ya nggak apa-apa lama juga," balasnya santai.

Betha mengulum senyumnya. "Berangkat sekarang?"

"Oke." Delta mengambil helm yang sudah ia siapkan untuk Betha lalu menyerahkannya pada gadis itu. "Siap menjelajahi masa lalu, ya?"

Betha terkekeh sambil berusaha memasang kaitan helmnya. "Siap," jawabnya semangat, "Asalkan sama lo yang udah jago. Jadi, gue nggak nyasar." Delta tersenyum salah tingkah mendengar jawaban Betha, padahal dirinya tahu maksud Betha tidak lebih dari rencana perjalanan mereka hari ini.

Setelah selesai memasang pengait helmnya, tangannya bergerak membantu Betha yang masih kesulitan memasang pengait helmnya. Sekali lagi Betha tersenyum manis. "Terima kasih. Peka deh," pujinya membuat Delta salah tingkah lagi.

Motor Delta melaju setelah Betha naik di boncengannya. Tujuan pertama mereka adalah Museum Fatahillah. Tentu saja – seperti yang Gamma katakan – ini adalah ide Delta. Namun, dengan mudahnya Betha menyetujui dan ikut mengusulkan museum-museum yang akan mereka kunjungi. Lebih tepatnya, museum-museum yang sangat ingin dia kunjungi, tapi belum terlaksana karena tidak ada yang bisa diajak pergi.

****

"Gue jadi ikut merasakan. Dulu orang-orang Indonesia pasti dihantui ketakutan, ya?" Betha menatap lurus dari jendela besar di lantai atas Museum Fatahillah. Kata Delta, jendela ini yang dipakai oleh para pimpinan Belanda saat memberi perintah untuk menghukum mati tahanan. Hukuman itu dilaksanakan di tengah alun-alun yang terlihat sangat jelas dari tempat mereka berpijak sekarang. Pada tahun 1740, di balai kota itu juga pernah terjadi pembantaian besar terhadap lebih dari 500 orang Tionghoa yang tinggal di Batavia.

Delta mengangguk membenarkan. "Hidup mereka benar-benar bisa berakhir kapan saja," timpalnya sendu.

"Gue mau lihat penjara bawah tanah. Lo pernah ke sana?" Betha menoleh menatap Delta.

"Pernah sekali. Ayo turun," ajak Delta tanpa banyak basa-basi. Betha mengikuti langkah Delta dengan semangat. Sungguh, dia pernah memimpikan untuk berjalan-jalan keliling Jakarta dan mengunjungi tempat bersejarah seperti ini.

Di dalam sel penjara bawah tanah terdapat bola-bola dari besi yang dulunya dipakai untuk mengikat kaki para tahanan VOC, beratnya diperkirakan ratusan kilo. Beberapa kali Betha meringis membayangkan para tahanan yang harus menyaksikan temannya sendiri disiksa atau bahkan dibunuh satu persatu.

"Indonesia seharusnya punya lebih banyak pahlawan Nasional."

Betha menoleh lalu mengangguk menyetujui ungkapan Delta. Mereka yang pernah merasakan kekejaman kolonial dan tidak mendukung eksploitasinya adalah pahlawan.

ALVABETHWhere stories live. Discover now