86 - LEPAS

619 120 147
                                    

Cie, double up nih sekarang 😆✌

Mungkin dari judul tergambar apa yang akan terjadi di part ini. Semoga nggak ada yang nangis, oke?

Selamat membaca! 💜💜

****

Sesuai janjinya, Delta mengajak Betha makan malam setelah gadis itu puas berkeliling planetarium di Taman Ismail Marzuki. Gadis itu masih dengan semangat dan cerianya seperti setiap kali mereka habis mengunjungi suatu museum. Binar mata dan senyumnya benar-benar cerah dan Delta baru benar-benar mengamatinya secara detil dari dekat pada malam ini. Dan kapanpun itu, Betha selalu cantik di matanya.

"Lo pernah bertanya-tanya nggak, sih, Ta, kenapa Tuhan ciptakan lo? Atau untuk apa sebenarnya hidup lo di dunia ini?" Pertanyaan Betha membuyarkan lamunan Delta.

"Gimana?" Delta mendadak tidak bisa menangkap maksud pertanyaan Betha.

Betha terkekeh. "Lo pernah bertanya-tanya tentang kehadiran lo di dunia nggak? Seperti untuk apa lo hidup atau kenapa Tuhan ciptakan lo jadi seperti sekarang?" ulang gadis itu dengan penuh kesabaran.

Delta berpikir sejenak. "Kayaknya nggak ada orang yang nggak mempertanyakan itu."

"Masa?"

"Mungkin," jawab Delta, "Menurut gue, pertanyaan itu adalah bagian dari kesadaran kita akan eksistensi kita sebagai makhluk ciptaan, 'kan?"

Betha tersenyum singkat lalu manggut-manggut setuju. Dia tidak bisa untuk tidak mengakui jawaban cerdas yang selalu Delta lontarkan. "Terus, lo sudah menemukan jawabannya?" tanya gadis itu lagi.

Delta mengangkat kedua bahunya. "Mungkin," jawab Delta untuk yang kedua kalinya.

Betha mengerutkan dahinya. "Maksudnya 'mungkin'?"

"Kalau untuk jadi sesuatu yang hebat dan spesifik di masa depan, mungkin gue belum menemukan jawabannya, tapi ..." Delta menjeda kalimatnya karena seorang pelayan datang untuk mengantarkan pesanan mereka.

"Tapi?" Betha menuntut kelanjutan kalimat lelaki itu setelah sang pelayan pergi.

Delta menyimpan sendok dan garpu yang sudah dia lap ke piring Betha. "Tapi, gue diciptakan untuk menjadi diri gue sendiri."

Betha mengangkat kedua alisnya, separuh tidak mengerti dengan maksud kalimat Delta.

Menangkap ekspresi Betha, Delta melanjutkan penjelasannya. "Pernah dengar lirik lagunya Michael Jackson 'stop existing and start living'?" tanyanya.

Betha mengangguk.

"Ya itu," balas Delta, "Kita dan segala keunikan dalam diri kita cuma ada satu di dunia, baik di antara orang-orang yang terdahulu maupun orang-orang yang akan datang. Jadi, tugas utama kita adalah menjadi diri sendiri dan menghidupi hidup untuk memberi warna pada dunia."

"Terus gimana sama orang-orang yang kehilangan diri mereka?"

"Mungkin itu juga tugas kita, Tha."

"Apa?"

"Membantu mereka menemukan diri mereka. Itu gunanya manusia sebagai makhluk sosial, 'kan?"

Betha lagi-lagi mengangguk setuju. Entah bagaimana otak Delta diciptakan, tapi Betha selalu berhasil mengagumi hasil pemikiran lelaki itu.

Beberapa menit selanjutnya mereka mulai makan ditemani lagu akustik dari speaker restoran. Baik Betha maupun Delta tidak ada yang membuka suara, mungkin bingung apa lagi yang harus dibicarakan, karena nyatanya, hari ini lebih banyak momen canggung di antara mereka.

ALVABETHWhere stories live. Discover now