kantin

165K 25.3K 983
                                    

Hari ini kantin dihebohkan dengan Septi dan Helena yang pergi kekantin bersama, apalagi ditambah dengan Vano itu semakin menambah kehebohan. Dua orang yang dulu sering dibully kini justru kekantin bersama ratu bully.

Helena hanya berjalan santai dengan telinga yang disumpal dengan earphone. Septi seperti biasa gadis itu hanya tersenyum ceria seolah menjadi gadis paling bahagia sedunia. Dan Vano, cowok itu menunduk tak berani mengangkat wajahnya dan itu membuat Helena kesal setengah mati, ia paling tidak suka dengan orang yang membiarkan dirinya direndahkan orang lain, terlebih orang itu laki laki.

"Lo kenapa nunduk mulu, nyari duit receh?" Tanya Helena tanpa menoleh kearah Vano.

Vano yang mendengar itu sebenarnya kesal tapi ia tidak berani menunjukannya.

"Angkat kepala lo, sebelum gue bikin kepala lo gak bisa nunduk lagi."

Vano dengan ragu ragu mengangkat kepalanya, ia sebenarnya tak berani menginjakkan kakinya dikantin setelah kejadian terakhir kali.

Septi yang melihat itu paham, ia dengan cepat merangkul Vano dan memberikan senyumannya "lo jangan takut Van, ada gue nihh Septi yang cantik jelita."

Helena menoleh acuh kearah Vano "percuma lo pinter, kalo lo jadi pengecut kaya tubuh ini yang dulu."

Mendegar itu Vano mencoba memberanikan diri, diam diam ia menyetujui kata kata Helena. Meski ia sedikit heran dengan ucapan gadis itu diakhir kalimatnya. Tapi Helena benar, selama ini Vano memang pintar tapi ia merasa keberaniannya hanya secuil atau mungkin tidak ada sama sekali.

Septi tersenyum senang "gitu dong lo tuh harus percaya diri meskipun lo cupu."

Vano mendengus tapi tidak menampik karena ucapan Septi sesuai dengan kenyataan.

Ketiga orang itu memilih duduk dikuris didekat kursi paling pojok. Padahal awalnya Helena hendak duduk disana tapi Septi dan Vano melarang. Helena yang malas berdebat akhirnya menurut saja.

"Pesen sono, beliin gue siomay sama es teh manis."titah Helena dengan seenak jidatnya dengan mata yang kini sibuk kearah layar ponsel.

Meski kesal Septi tetap bangkit menuju stand makanan untuk memesan. Gadis itu mendengus, sudah dia yang bayar dia juga yang memesan. Ia sebelumnya telah bertanya pada Vano makanan yang cowok itu inginkan.

"Helen."

Helena yang sibuk memainkan ponselnya mendongkak, ia mengangkat sebelah alisnya bertanya tanpa suara.

Dibawah meja kedua jari telunjuk Vano saling menait bimbang, ia ragu untuk menanyakan pertanyaan yang sejak pagi hinggap dikepalanya "ehmm..... An...anu,"

Helena berdecak "apaan si anu anu, omongan lo tuh ambigu tau." Potong Helena kesal karena sedari tadi Vano hanya berkata anu.

Dengan ragu Vano bertanya "ehmm itu kenapa kamu mau berteman sama saya."

Helena terdiam, sebenarnya jika boleh jujur ia  tidak benar benar menganggap Vano temannya, begitu pula dengan Septi. Helena bukanlah orang yang dengan mudah menerima persetujuan seseorang untuk berteman. Ia sangat pemilih.

Ia sengaja saja berlaku seolah Vano dan dirinya benar benar teman, ia hanya risih karena cowok ini begitu pengecut seperti pemilik tubuh yang ia pakai.

Terkesan jahat memang, tapi menurut Helena perlakuannya tidaklah salah. Kita itu harus lo pilih pilih dalam berteman. Ya masa orang orang penghianat dan hobby nusuk temennya sendiri pun harus ditemani apalagi teman yang menjerumuskan temannya kelingkaran kesengsaraan. Oh tidak itu adalah orang yang patut dijauhi menurut Helena. Orang yang hanya susah saja datang kekita tapi senangnya keorang lain, apa orang begitu pun patut dijadikan sahabat?

Helena TransmigrationDonde viven las historias. Descúbrelo ahora