Mimpi Andreas

51K 7.4K 119
                                    


***

Helena baru pulang ke rumah saat pukul sudah menunjukan jam 12 malam, ketika pintu terbuka Helena sudah mendapati teman temannya yang terbaring tidak beraturan. Gadis itu berusaha mengabaikan mereka dan masuk begitu saja kedalam kamarnya sendiri. Tanpa melakukan appaun lagi gadis itu terbaring begitu saja diatas kasur dengan baju yang masih berlumuran darah. Jangan tanya tentang mayat orang yang menyerangnya, hal itu sudah ia bereskan.

" Ekhemm."

Helena menoleh, ketika melihat Galen yang sudah berdiri diambang pintu Helena dengan cepat mengalihkan tatapannya. Ia sedikit tak nyaman ketika seseorang mendapatinya dalam kondisi berantakan meskipun itu sahabatnya sendiri.

"Mandi dulu baru tidur." Tegur Galen seperti biasanya.

Helena tak menjawab, pikirannya masih kemana mana. Keresahan dan ketakutan masih menghantuinya.

"Jangan ngelamun." Galen kembali berujar, sekarang cowok itu duduk disebelah Helena.

"Gue cuma mikir, apa kita gak bisa hidup normal kaya orang lain." Balas Helena tersenyum kecut.

Hidupnya selalu saja dalam bahaya, masalah hidup membuat Helena harus terjerumus dalam dunia gelap.

Sesekali Helena ingin sekali hidup bebas seperti orang lain. Tanpa khawatir dengan bahaya yang mungkin mengancam nyawanya dikemudian hari.

Jika dulu saat awal awal kehancuram hidupnya Helena selalu khawatir tentang hal apa yang akan ia dan adiknya makan esok hari. Dan sekarang, yang ia khawatirkan justru apa nyawanya akan baik baik saja esok hari? Apa Allan akan tetap ada disisinya? Apa ia akan kehilangan lagi? Apa hidupnya akan tetap baik baik saja atau malah semakin hancur tak tersisa?

Galen terdiam, tanpa kata ia langsung menarik Helena dalam pelukannya. Mengelus-ngelus punggung Helena yang mulai terisak.  Air mata Helena mengalir begitu saja, mau bagaimana pun ia masih seorang gadis. Ia juga masih seorang manusia yang merasa takut. Dadanya terasa sesak saking sesaknya Helena bahkan memukul mukulnya dengan keras berharap rasa sesak itu akan hilang dengan sendirinya. Tapi bukannya berkurang, rasa sesak itu justru semakin terasa dalam setiap tarikan nafasnya.

"Gue gak mau Allan kenapa napa, gue gak bisa hiks ..."racau Helena masih ditengah tangisnya.

Galen memejamkan matanya, tangannya bergerak semakin mengeratkan pelukannya. Galen sama sekali tidak peduli dengan bau darah menyengat yang keluar dari tubuh Helena.

"Kita jaga Allan sama sama Len, semuanya bakal baik baik aja."

Helena masih terisak, tangannya masih terus bergerak memukul mukul dadanya yang terasa sesak. Ia sendiri tidak tau mengapa rasanya sesesak ini.

Entah karena ketakutannya akan kondisi Allan atau karena hati dan pikirannya masih belum bisa menerima fakta. Bahwa Keynand adalah anak sekaligus pelaku dari pembantaian keluarganya.

Mengapa ia harus mengetahui fakta ini sekarang, ini bukan kondisi yang baik. Tangan Helena terkepal mencekram erat kaos hitam milik Galen yang masih setia memeluknya.

Galen menghela nafasnya, Helena benar benar terguncang. Tangan Galen terus bergerak mengusap lembut kepala Helena yang masih setia menyembunyikan wajahnya. Suara sesenggukan kecil masih terdengar yang lama kelamaan suara itu berubah menjadi nafas teratur.

Helena tertidur, gadis itu benar benar terlelap dalam lelahnya. Tak ada yang tau seberapa lelah jiwa gadis muda yang bahkan masih berusia 17 tahun itu. Diusianya yang masih sangat muda, Helena harus mengalami banyak hal traumatis. Meski tak pernah memperlihatkannya dengan gamblang, Galen  jelas tau gadis itu terluka didalam. Ia hanya mencoba untuk kuat demi adik satu satunya yang ia punya.

Helena TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang