Bertemu Alan

143K 22.5K 428
                                    

Ketiga orang itu sudah berada disalah satu mall dikota mereka, mall yang sama dengan mall yang mereka kunjungi saat mengubah penampilan Vano.

Seragam mereka pun kini telah mereka ganti dengan baju santai. Mereka tidak menggunakan baju sekolah, karena selain panas itu juga bisa menimbulkan masalah nantinya.

"Woahhhh, saya baru pertama kali bolos. Jadi gini rasanya toh." Ucap Vano dengan menatap sekitarnya takut takut, ia takut jika ada guru atau siapapun orang yang bisa melaporkan mereka yang membolos dijam pelajaran. Tapi Vano terlihat senang, matanya berbinar. Vano merasakan hal baru yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya, ia merasa takut tapi juga merasa tertantang.

Septi memutar bola matanya malas, ia sudah bosan mendengar Vano yang terus bicara panjang lebar sejak dijalan tadi. Vano terus terusan mengajak mereka kembali kesekolah karena takut ketauan oleh guru. Padahal Septi juga sudah berkali-kali mengatakan kalo mereka tidak akan ketauan.

"Kok lo makin kesini makin cerewet ya Van? Padahal dulu lo pendiem banget." Keluh Septi yang memang merasakan demikian.

Vano yang namanya disebut menoleh kearah Septi, cowok berkacamata itu mengendikan bahunya tidak tau. "Emang saya cerewet ya?  Gak tau, kayanya saya ketularan kamu deh Sep. Kamu kan berisik." Jawab Vano polos membuat Helena mengulum bibir menahan tawa. Sukurlah, ternyata bukan hanya dirinya yang menganggap Septi terlalu berisik.

Septi yang disebut berisik mendengus kesal, gadis itu bahkan menghentak hentakan kakinya kelantai saking kesalnya. Setelahnya gadis itu masuk terlebih dahulu kedalam mall, meninggalkan Helena dan Vano yang melongo tak percaya melihat kelakuan gadis itu.

"Dia kenapa?" Tanya Vano tanpa menyadari dia lah yang membuat Septi kesal.

Helena mengendikan bahunya tak acuh "ayan kali." Katanya lalu ikut masuk kedalam mall.

Helena yang sudah berjalan berdecak melihat Vano yang hanya diam. Karena greget akhirnya Helena berbalik dan menarik Vano dengan paksa agar mengikutinya.

"Lo ngapain bengong Bambang?"

Vano menoleh "saya lagi mikir Hell, ternyata orang kaya juga punya penyakit ayan ya. Saya baru tau."

Helena menepuk kepalanya pelan, ia tak habis pikir bisa bisanya ucapannya dianggap serius oleh Vano. Padahalkan dia cuma bercanda.

"Udah gak usah dipikirin."

***

Helena, Septi dan Vano kini tengah berada didepan salah satu restoran seusai bermain selama dua jam di Timezone. Mereka juga sempat berkeliling tadi, dengan Helena dan Septi yang sesekali berdebat karena Septi yang memaksa Helena untuk memakai sebuah dress yang dipilihkannya.

Tentu saja Helena menolak, seumur hidupnya ia jarang sekali memakai dress. Jikapun harus ia memilih model simple dengan warna gelap yang tidak mencolok, itupun hanya dalam kondisi yang benar benar mengharuskannya memakai dress. Seperti saat dirinya menyamar contohnya.

Mereka berdebat panjang sampai sampai Helena harus membentak sang penjaga toko yang tidak bersalah karena ikut ikutan memaksanya. Siapa yang menang? Tentu saja Helena, tidak akan ada yang bisa mengalahkannya dalam berdebat bahkan jika itu Galen sekalipun. Jika dalam kemampuan bela diri, Helena cukup tertinggal jauh dengan Galen. Tapi kalau untuk berdebat dan berkata dengan kata kata menyakitkan, Helena lah jagonya.

"Gue laper nih, ini semua gara gara Helen."

Helena yang disalahkan mendelik tak terima "dih gak sadar diri, padahal dia yang ngoceh mulu dari tadi."gumam Helena tapi tidak bisa disebut gumaman karena masih bisa didengar oleh kedua orang disampingnya.

Vano yang sedari tadi memperhatikan perdebatan mereka mengacak ngacak rambutnya prustasi. Ia tidak tau harus bagaimana lagi untuk membuat mereka akur.

"Kalian kenapa si dari tadi debat mulu?!" Tanya Vano karena sudah lelah melerai perdebatan keduanya.

"Diem Van, gue masih marah ya sama lo!"balas Septi menatap tajam kearah Vano.

Vano mengerjap, ini sudah kesekian kalinya jika ia melerai perdebatan keduanya pasti ia yang dimarahi. Dan satu lagi sedari masuk mall tadi Septi terus marah marah padanya. Ia sendiri tidak tau apa salahnya.

Helena menepuk pundak Vano pelan, cowok itu terlihat sangat kebingungan "udah Van, jangan didengerin tuh nenek lampir." Katanya lalu menarik Vano begitu saja meninggalkan Septi yang mendelik kesal karena dikatai nenek lampir.

"Kayanya mereka kerja sama buat gue gedek hari ini aishh ahh Helennn bangsatt." Kesal Septi menghentak hentakkan kakinya kelantai. Setelah puas barulah Septi menyusul Helena dan Vano yang sudah ada didalam.

Mereka kini sudah ada direstoran yang tidak terlalu dikenal tapi dijamin enak dan pastinya porsinya banyak. Helena yang memilih, restoran ini adalah restoran yang sering dikunjungi Helena dengan Alan, Galen, Deren dan Axel saat ia masih berada ditubuhnya yang dulu.

"Selamat siang kak, mau pesan apa?"

Ketiga orang itu mulai membuka menu dan melihat lihat sambil berpikir apa yang akan mereka pesan.

"Saya pesen ayam geprek spesial ya mbak sama minumannya jus jeruk aja."

Pelayan restoran itu mengangguk dan mulai mencatat pesanan Helena di notes kecil yang ia bawa. Lalu pelayan itu pun melirik kearah Vano dan Septi.

"Saya pesen udang asam manis ya mbak ehm sama minumnya samain aja." Ucap Septi memesan makanan pavoritnya

"Kalo saya samain sama dia aja mbak." Ucap Vano seraya menunjuk Helena yang ada didepannya.

Pelayan resto itu mengangguk sambil tersenyum "baik ditunggu pesanannya." Ucapnya lalu berlalu pergi dengan sopan.

Setelah pelayan itu pergi Septi menatap sekitarnya dengan menilai "gue baru pertama kali kesini, lo kayanya sering banget kesini ya hell?"

Helena mengangguk "gue sering kesini sama temen temen gue."

Septi mengernyit, teman? Setaunya Helena tidak memiliki teman dulu. Dan mereka berdua lah teman pertama bagi Helena.

"Temen? Gue kira dulu lo gak punya temen." Kata Septi sedikit pedas, Vano sedikit tersinggung padahal Septi tak berbicara padanya dan lagi Septi tidak pernah berniat menyinggung.

Helena mendadak gelagapan, ia sedikit bingung karena Helen memang tidak memiliki teman sejak kelas satu. Teman temannya dismp bahkan menjauhinya. Tapi kan ini Helena Gain bukan Helena sicupu. Aishh.

"Ka-kata siapa, gu-gue punya temen kok tapi beda sekolah." Jelas Helena sedikit gugup, apalagi kini Septi menatap Helen dengan tatapan menyelidik. Tapi untungnya itu hanya sebentar karena setelahnya Septi mengangguk percaya.

Septi kembali mengedarkan tatapannya kesuluruh penjuru restoran, beberapa saat kemudian Vano dan Helena sama sama mengernyit ketika melihat mata Septi yang berbinar cerah.

"Ngapa lo?"

"Ada mantan gue...." Ucap Septi antusias, itu membingungkan. Biasanya orang yang bertemu mantan itu akan kesal lah ini malah seneng.

"Mantan?" Helena mengikuti arah pandang Septi. Ia mengernyit ketika melihat seseorang yang pamiliar di ingatannya, cowok yang kini berjalan dari arah pintu masuk itu sangat mirip dengan Alan adiknya. Helena semakin menajamkan tatapannya untuk memastikan bahwa orang itu benar Alan atau bukan.

"Itu benar Alan, tapi wait...." Ucap Helena kemudian mengalihkan tatapannya kearah Septi dengan tatapan tajam.

"Lo gak beneran jadian kan sama dia?"

Septi menyengir "enggak hehehe, dia mantan gebetan gue."

Mendengar itu tanpa sadar Helena menghela nafas lega. Sungguh ia tidak akan rela jika adik kesayangannya benar benar berhubungan dengan Septi yang cerewetnya minta ampun

Helena TransmigrationWhere stories live. Discover now