Pemakaman

136K 20.5K 1.2K
                                    

"Ayok balik."

Setelah berujar dua kata singkat itu Helena langsung berlalu meninggalkan Septi dan Vano yang masih melongo.

Septi dan Vano yang tersadar beberapa detik pun bergegas mengejar Helena yang mulai keluar dari pintu restoran.

"Ko lo balik si? Itu makanannya aja baru dateng. Gue laper tauu." Rengek Septi seraya mengelus ngelus perutnya. Padahal ia tadi baru menyuapkan dua sendok udang asam manis kesukaannya kedalam mulut. Tapi Helena dengan seenaknya malah mengajak mereka pulang.

"Kalo kalian mau tetep disini it's okay. Tapi gue mau balik." Kata Helena santai, ia tidak peduli dengan Septi yang kini kesal.

Septi berdecak kesal, namun tak ayal ia tetap mengikuti Helena bersama Vano. Untung saja tadi ia sudah meninggalkan sejumlah uang dimeja untuk membayar makanan mereka yang baru disentuh sedikit.

"Lo tadi ko nyamperin Alan? Lo kenal sama pacar gue?"

Helena yang mendengar kata pacar dari mulut Septi langsung mendelik tajam "Pacar pacar, emangnya dia mau sama lo?"

Septi mengercutkan bibirnya kesal, ia juga melotot tajam kearah Vano yang cekikikan.
"Ya kan siapa tau dia kelilipan gitu, jadi suka sama gue."

Helena memutar bola matanya malas, ini nih kalau cewek udah halu pasti kewarasannya langsung ilang.

"Udah ahh gue balik sendiri kalian jangan ikutin gue." Katanya lalu berlari meninggalkan Septi dan Vano.

***

Helena berjalan seorang diri diterotoan, ia sebenarnya bingung harus kemana sekarang. Setelah pertemuannya dengan Alan ia jadi ingat tentang rencana untuk mengecek keadaan tubuh aslinya. Melihat keadaan Alan yang seperti mayat hidup membuat Helena yakin bahwa keadaan tubuhnya memang tidak baik baik saja.

Apakah dia masih hidup? Koma? Atau jangan janag sudah meninggal. Tak ada kabar apapun tentang keadaan Helena Gain, mungkin Galen dan yang lainnya memilih menutupi.

"Aish gue harus cek kemana sekarang," Keluh Helena kebingungan.

Ia sekarang hanya bisa berjalan lontang lantung seperti orang tidak punya kerjaan dipinggir jalan. Sesekali ia menghitung kendaraan yang lewat karena kebosanan.
"Tiga puluh lima."

"Tiga puluh enam."

Mata Helena terus memindai kesemua kendaraan yang ada menghitungnya satu persatu mengabaikan rasa pusingnya karena berlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang.

Sampai suatu waktu ia merasa melihat seseorang yang sangat pamiliar untuknya. Seorang cowok menaiki motor sport berwarna orange dengan helm fullfacenya. Meskipun wajahnya tertutupi helm, postur tubuh dan juga plat nomor dari motornya memudahkan Helena untuk mengenalinya. Orang itu tengah berhenti disalah satu toko bunga yang ada disebrang jalan.

"Jangan jangan dia mau nembak cewek ya?" Pikir Helena melihat laki laki itu keluar dari toko bunga dengan satu bucket bunga lili yang sangat indah.

Ketika cowok itu bersiap naik keatas motor, entah mengapa pirasat Helena mengatakan ia harus mengikuti cowok itu.

Dan ya akhirnya ia mengikuti pirasatnya, ia menyewa sebuah sepeda motor dari salah satu pengendara denga ktp sebagai jaminan nya.

Ketika cowok itu berlalu Helena pun ikut melajukan motornya. Mengikuti gerak motor didepannya. Ketika pengendara itu berjalan cepat, Helena mengikuti dari belakang ia sebaik mungkin menjaga agar tidak ketahuan.

Beberapa saat kemudian motor itu berhenti, tapi dahi Helena mengernyit ketika melihat sekelilingnya.

"Pemakaman? ngapain dia ke pemakaman? Yakali dia mau nembak mayat." Pikir Helena keheranan.

Ya, orang yang diikuti Helena itu berhenti disebuah pemakaman umum. Meski kebingungan rasa penasaran Helena membawanya untuk tetap mengikuti orang itu masuk kedalam pemakaman.

Helena semakin heran ketika cowok itu duduk didepan sebuah makam yang terlihat masih baru. Seingatnya tidak ada satupun keluarga cowok itu yang dimakamkan di TPU ini.

Ia bersembunyi disalah satu pohon dan duduk dibawahnya seolah tengah barziarah disalah satu makam yang tidak jauh dari makam tempat orang itu berada. Hanya terbatas oleh satu makam dan sebuah pohon beringin yang cukup besar. Tapi dari tempatnya Helena masih bisa mendengar dan melihat dengan jelas setiap gerak gerik cowok itu.

"Hallo Helena."

Helena sedikit tersentak ketika orang itu mengeluarkan suaranya. Awalnya ia pikit ia ketahuan, tapi ketika ia melihat cowok itu berbicara dengan gundukkan tanah didepannya. Helrna sedikit lega namun mulai bertanya-tanya juga dalam pikirannya.

"Gak nyangka lo bisa mati secepat ini." Kata orang itu terkekeh pelan.

"Ternyata bunuh lo gak sesulit itu ya,"

Bunuh? Helena? Tunggu maksudnya apa? Apa jangan jangan? Helena yang dimaksud adalah dirinya. Tapi, tapi gak mungkin kan orang yang kini ia ikuti adalah orang yang membunuhnya.

"Hahaha gue kira lo emang sekuat itu, tapi ternyata cuma gara gara begitu aja lo langsung mati."

"Gue minta maaf Lena, heheh tapi lo tenang aja gue doain lo masuk surga kok."

"Gue pergi dulu, baik baik diakhirat ya Lena."

Tangan Helena mengepal ia bangkit berdiri ketika ia melihat cowok itu berlalu meninggalkan pemakaman. Ketika cowok itu sudah tidak terlihat lagi Helena dengan cepat bangkit dan melihat makam yang tadi dikunjungi oleh pria tadi.

Ia ingin memastikan jika itu benar makam dirinya atau bukan.

Deg

Helena tertegun ketika melihat nama yang tertera diatas batu nisan.

Helena Gain Xera
Lahir : 25 Januari 2003
Wafat : 17 Mei 2021

Ternyata dia memang sudah meninggalkan dunia ini. Helena terkekeh dalam hati, apa ini yang dimaksud melihat makam sendiri. Jadi Helena sudah tidak memiliki kesempatan untuk kembali ketubuhnya yang dulu? Dan selamanya harus berada ditubuh ini?

Matanya kini menatap lurus kearah gundakan tanah yang tertulis namanya. Ia masih tak menyangka bahwa cowok yang selama ini ia percaya adalah orang dibalik kematian.

Tapi apa alasan dia? mengapa orang itu ingin membunuhnya? Padahal selama ini mereka cukup dekat. Helena bahkan sangat mempercayai nya seperti keluarga sendiri.

Tapi, orang itu justru menjadi malaikat mautnya.

Helena terkekeh pelan "gue gak nyangka ternyata lo yang bunuh gue" gumam Helena lirih.

"Tapi kenapa?" Sambung Helena bertanya tanya. Sekuat apapun ia berpikir, mencari alasan mengapa cowok itu membunuhnya. Tetap saja Helena masih belum bisa menemukan alasannnya. Helena tak mengingat ia pernah melakukan kesalahan pada cowok itu.

Jika itu musuhnya mungkin Helena tidak akan sepusing ini, tapi ini adalah orang yang terbilang dekat dengannya, sahabatnya, teman seperjuangannya di dark spider.

"Aishhhhh gini ni resiko orang cantik." Helena mengacak acak rambutnya prustasi, ia benar benar pusing memikirkan semua nasib buruk yang menimpanya. Nasib buruk yang benar benar tidak masuk diakal. Entahlah apa hubungannya cantik dengan nasib buruk yang menimpanya.

Karena ia tidak memiliki alasan lain disini, Helena memilih pulang. Seram juga berdiri disamping kuburan sendiri.

***
Eyooooo ada yang kangen?

Kangen dong, aku kan ngangenin mueheheh😋

To be continue gesssssss kedip manjahhhhhh dari abang Vano😂

Helena TransmigrationWhere stories live. Discover now