Empat

5K 532 14
                                    

Haidan benar-benar menghentikan motornya di pertigaan rumah Hanan, padahal tinggal lurus sedikit saja sudah sampai di rumah Hanan.

"Sekalian sampai depan rumah kenapa, sih. Nolong orang kok setengah-setengah." celetuk Hanan yang kini sudah turun dari motor Haidan. Ia menatap Haidan dengan sedikit kesal.

"Bacot banget lo, udah dianterin bukannya terimakasih malah nawar." ceplos Haidan.

Hanan tidak merasa tersinggung dengan setiap kata yang keluar dari mulut Haidan, karena ia tahu Haidan memang seperti itu anaknya, ia tahu jika sebenarnya Haidan adalah anak yang baik, hanya saja waktu belum menunjukannya.

"Ayolah, Dan. Gak ada orang di rumah, Ibu belum pulang." mohon Hanan.

"Lagian emang kenapa kalau ada Ibu di rumah, bukannya lo pengin-

Ucapan Hanan terhenti ketika Haidan kembali bersiap menancap gas motornya.

"Haidan!!" Hanan sedikit berteriak dan menahan tangan Haidan yang masih setia menggengam gasnya.

"Apaan sih?" tanya Haidan sewot.

"Lo kenapa sih?!"

"Gue- belum siap. Udah, lo pulang aja sana, gue mau balik!"

Tanpa menunggu persetujuan Hanan, Haidan langsung melajukan motornya dengan cepat.

Hanan hanya menghela napas pasrah, entah sampai kapan Haidan akan bersikap seperti itu. Hanan berbalik dan berjalan menuju rumahnya yang sudah terlihat, padahal tinggal sedikit lagi.

Dari kejauhan ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari balik mobilnya. Sudut bibir sebelah kirinya sedikit terangkat- menyeringai menatap Hanan yang masuk ke dalam rumah dengan wajah lesunya. Setelah itu, ia langsung melajukan mobilnya pergi dari sana.

Bukannya pulang seperti apa yang ia katakan kepada Hanan, Haidan malah langsung mampir ke tempat tongkrongannya. Disana masih sepi karena ini masih jam lima sore. Anak-anak biasanya mulai berkumpul pada jam tujuh malam nanti.

Haidan merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada disana, lalu mengeluarkan sebatang rokok yang ia simpan di dalam tas, ia nyalakan dan menghisapnya. Kemudian menghembuskannya ke udara, berharap semua masalah yang ada dihidupnya juga ikut terbang seperti asap rokok itu. Setelah menghabiskan beberapa batang rokok, Haidan tertidur masih dengan posisi yang sama. Hingga pukul tujuh malam, anak-anak sudah mulai berdatangan, begitu juga dengan Yudis.

"Anak setan emang, gue telfon gak diangkat sama sekali taunya udah disini, mana masih pakai seragam lagi."

"Haidan bangun!!" Yudis mengguncangkan tubuh Haidan, membuat si empunya berjengit kaget.

"Lo dari kapan di sini? Belum pulang ke rumah?" tanya Yudis.

Haidan yang masih bingung itu hanya terdiam sembari menatap Yudis.

"Lo kapan dateng?" tanya Haidan.

"Malah balik nanya, gue baru aja dateng tuh sama anak-anak."

"Lo pulang sekolah labas ke sini?"

"Gak. Gue kesini tadi jam lima sore."

"Lah terus lo abis darimana, masih pakai seragam gitu."

"Kepo lo!"

Haidan berdiri, menggendong tasnya yang tergeletak di atas sofa. "Karena lo udah pada dateng, gue balik duluan deh!"

"Lah! Kita baru aja dateng, kok lo malah balik." Yudis menatap Haidan heran.

"Gue, 'kan udah dari tadi di sini. Lo pada ngumpul aja tanpa gue."

Haidan berjalan melewati beberapa temannya yang baru saja datang, ia bahkan tidak memperdulikan Yudis yang masih berteriak memanggil namanya di belakang sana. Sedangkan Yudis hanya mendengus pasrah melihat Haidan yang sudah berlalu, kebiasaan.

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now