Dua belas

3.4K 431 6
                                    

Hanan menolehkan kepalanya ke segala arah secara bergantian, matanya ia fokuskan kepada setiap murid yang lewat di depannya. Ia mencari Haidan, ini sudah hampir bel masuk tapi anak itu belum juga datang, begitu juga dengan sahabatnya, Yudis.

Hanan mengerti sekarang, pasti semalam Haidan bersama Yudis ditempat tongkrongannya. Namun, tetap saja perasaannya tidak tenang ketika ia belum mendapat balasan satupun dari nomor Haidan.

“Nan, lo kenapa sih, daritadi kok kaya gelisah gitu?”

Arjuna yang sedari tadi hanya diam memperhatikan sahabatnya itu pun lama kelamaan gemas melihat tingkah Hananyang tidak bisa diam.

Hanan menoleh, “Haidan gak masuk, ya? Yudis juga,” gumam Hanan.

“Bukannya dia lagi nginep di rumah lo, kok bisa lo gak tau dimana Haidan?” tanya Raka bingung.

“Semalam dia gak pulang, di rumah Ayah juga gak ada. Gue gak tau dia kemana, tapi hari ini mereka berdua gak masuk, pasti mereka semalam nongkrong di basecamp.”

Juna ikut celingukan ke seluruh sudut kelas, “lah iya, gue baru sadar mereka gak dateng?”

“Gue takut kalau dia ngelakuin hal yang gak bener,”

Juna menepuk pundak sahabatnya itu pelan, berusaha menenangkan Hanan yang terlihat sangat gelisah. “Lo tenang, oke. Lo sendiri pasti tahu gimana Haidan, dia pasti baik-baik aja.”

“Semoga deh, soalnya itu anak agak nekat juga.”

•••••

Seperti dugaan Haidan sebelumnya, rumah Ibu sudah kosong. Untung ia mempunyai kunci cadangan, Ibu memang memberi kunci cadangan rumah kepada dirinya dan juga Hanan, untuk berjaga-jaga saja jika ada keadaan darurat. Haidan langsung merebahkan tubuhnya diatas sofa begitu sudah masuk ke dalam rumah. Ia memijit kepalanya yang terasa berdenyut akibat mabuk semalam.

Ia merogoh kantong celananya, mengambil ponselnya yang ia biarkan mati semalaman. Matanya menyipit ketika benda pipih itu menyala, setelah menunggu beberapa saat beberapa notifikasi langsung bermunculan. Matanya terbuka lebar ketika panggilan itu kebanyakan berasal dari Hanan, kembarannya. Ia pasti sangat khawatir dengan dirinya tadi malam. Ia ingin membalas pesan Hanan tapi percuma, jam segini pasti pelajaran sedang berlangsung. Haidan beranjak, memutuskan untuk mandi agar tubuhnya terasa segar kembali.

Setelah selesai dengan kegiatan sekolahnya, Hanan langsung bergegas pulang ke rumah. Ia berharap jika Haidan sudah pulang ke rumahnya. Hanan masuk kedalam rumah dengan langkah gontai, tubuhnya hari ini terasa lelah, kepalanya sedikit pusing, bahkan pandangannya sedikit berbayang. Belum lagi perihal Haidan, anak itu bahkan belum memberi kabar sama sekali.

Baru saja ia hendak berjalan menaiki tangga tiba-tiba suara dari arah dapur mengalihkan perhatiannya. Akhirnya, ia urungkan niatnya untuk naik ke atas dan berbalik arah menuju dapur.

“HAIDAN!!!”

Teriakan Hanan berhasil membuat Haidan yang sedang memasak mi instan itu terlonjak kaget.

“Lo darimana aja, hah?! Gak tau orang khawatir nyariin lo apa gimana, malah enak-enakan di sini.”

Haidan yang menjadi sumber permasalahan itu hanya nyengir menampilkan deretan gigi putihnya, “gue pulang tadi pagi, mau sekolah juga percuma, udah telat.”

Lost | Jeno Haechan✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora