Sepuluh

3.6K 434 7
                                    

Suasana pagi dirumah Ibu hari ini cukup ramai, padahal anggota keluarga mereka hanya bertambah satu orang, namun mampu mengubah suasana pagi itu menjadi lebih hangat dibandingkan hari-hari sebelumnya. Haidan tersenyum manis kepada sang Ibu yang baru saja selesai membuatkan mereka sarapan pagi.

“Makasih, Ibu.” ucap Haidan yang masih saja tersenyum.

“Manis banget lo kalau sama Ibu, giliran di sekolah aja kaya es batu.” celetuk Hanan yang baru saja turun dari kamar, tangannya masih sibuk memasang dasi sekolahnya.

“Biarin, Sirik aja, lo!”

“Abang beneran mau sekolah hari ini. Bukannya istirahat aja dulu, Bang.”

“Hanan udah gak apa-apa, Bu. Udah cukup kok istirahatnya,”

“Ya sudah, tapi jangan capek-capek dulu, ya. Inget kata dokter!”

“Palingan nanti Hanan disuruh ngurusin Haidan di sekolah, Bu. Kan waktu itu ada yang kabur dari sekolah,” ucap Hanan tersenyum jahil.

Haidan yang sedang menyantap sarapannya itu seketika melotot kearah Hanan. Ibu hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua putranya. Ia masih heran bagaimana bisa mereka tahan untuk saling diam di sekolah, padahal mereka sangat manis satu sama lain jika di rumah.

“Udah, ayo habiskan sarapannya dulu, udah siang loh.”

“Hanan jangan lupa obatnya dibawa, ya!” lanjut Ibu yang hanya diangguki oleh Hanan.

•••••

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Haidan kemarin, mereka berdua sudah bersepakat untuk tidak menunjukan status mereka terlebih dahulu sebagai saudara jika di sekolah.

“Lo kemana aja, sih? Terakhir lo kabur dari sekolah, terus weekend kemarin dua hari lo sama sekali gak dateng ke basecamp. Gue whatsapp gak dibales, gemes gue sama lo!”

Yudis masih saja ngedumel ketika mendapati sahabatnya itu berangkat hari ini, pasalnya beberapa hari ini ia tidak bisa dihubungi sama sekali.

Bacot banget sih lo, Yud kaya cewek. Gue sibuk!”

“Gak asik lo, sok sibuk!”

“Eh, Dan, gue baru inget, waktu Tirta dateng ke basecamp waktu itu, dia kaya bilang soal kembaran lo atau apa gitu,”

Seketika mata Haidan langsung terbelalak menatap Yudis.

“Maksud lo?!” tanya Haidan cepat.

“Gak tau juga gue, pokoknya Tirta dateng cuma buat nyariin lo, terus kaya ngomong soal kembaran gitu.” ujar Yudis.

“Ah iya, mungkin yang dia maksud Nana kali ya, lo berdua, 'kan seumuran, dikira kembar kali. Eh tapi ngapain juga bawa-bawa Nana.” sambungnya.

Haidan terlihat berpikir, tidak ada yang tahu perihal dirinya adalah saudara kembar Hanan kecuali Juna dan juga Nana, jika yang Tirta maksud adalah Nana itu tidak masalah, tapi bagaimana jika ternyata Tirtau jika ia tahu mempunyai saudara selain Nana. Darimana mereka tahu. Ia hanya takut jika Tirta akan melibatkan orang-orang terdekat Haidan untuk mengancamnya.

“Udah lah, gak usah dipikirin. Paling itu cuma cara licik dia aja. Btw, dia masih ngebet banget ngajak lo balapan.”

“Ya udah tinggal iyain aja,”

“Gila, lo gak ada capeknya apa ngeladenin dia, jelas-jelas dia cuma pengin mainin lo doang.”

“Ya udah sih, Yud. Ujung-ujungnya juga dia kalah mulu, biarin aja biar dia malu sendiri. Nanti lama-lama juga kapok!”

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now